x

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Miftah Sang Pengais Berkah

Siapa sangka, pria berbadan kurus, berambut panjang pirang dengan banyak pemikiran ini hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa sangka, pria berbadan kurus, berambut panjang pirang dengan banyak pemikiran itu hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Ya, hanya lulusan SD. Dia sempat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Madrasah Tsanawiyah (MTS) tapi kemudian tak bertahan lama karena dia hengkang di tengah jalan dikarenakan tidak naik kelas.

“Saya cuman lulus SD, MTS sampai kelas satu karena saya nggak naik kelas. Setelah itu saya melanjutkan belajar di Pondok Pesantren di Lirboyo, Kediri-Jatim,” Ujar pria bernama lengkap Miftahudin. Ditanya kenapa ia hengkang dari sekolah, alasannya, karena ingin berhenti saja. “Karena alpa saya sudah hampir mencapai 80%.” Jawabnya lagi menjelaskan.

Miftah, begitu ia acap dipanggil oleh teman-teman juga keluarganya. Miftah, dilahirkan di Majalengka 27 tahun lalu. Berasal dari keluarga sederhana, tak membuat Miftah berpikir sederhana. Ibunya seorang pedagang di pasar, sedangkan ayahnya sudah meninggal ketika Miftah masih belajar di Lirboyo-Kediri. “Dulu, ayah saya juga sama jualan di pasar dengan ibu.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kediri banyak mengubah jalan hidup saya. Sejak tinggal di sana, jati diri saya mulai terbangun.” Dia, kembali membuka cerita tentang kota Kediri yang pernah ditinggali selama empat tahun. Hengkang dari sekolah, kemudian tinggal di pesantren membuat Miftah seperti menemukan rumah baru. Rumah tempat ia menemukan hal-hal baru. Berbeda dengan kebanyakan anak-anak muda yang merasa tak betah ketika memasuki dunia pesantren, Miftah justru sangat  kerasan. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini menganggap Kediri tempat mengayakan hati. Meski ia mengaku tidak begitu banyak hal yang bisa dipelajari, tapi ia merasa banyak menangkap makna hidup.

Tahun 2009, Miftah pulang ke Cirebon. Ia menjadi kuli serabutan di pasar Tegalgubug. Bekerja sebagai kuli panggul boneka di pasar setiap Kamis dan Jumat. Ia bekerja untuk orang lain. Tapi selesai mengangkut barang dagangan milik orang lain, Miftah akan ke tempat ibunya yang juga berjualan di tempat yang sama. Ia akan membereskan barang dagangan milik ibunya, menunggu dagangannya sampai pagi. Menjelang jam dua belas siang, ia akan kembali ke pasar untuk beres-beres dan mengangkut barang dagangan milik ibunya.

Di sela-sela kesibukannya sebagai kuli panggul dan membantu ibunya di pasar, pada 22 Oktober 2015 Miftah mendirikan perpustakaan keliling. Didesain seperti perahu dan menggunakan motor untuk berkeliling, perpustakaan itu diberi nama “Perpustakaan Safinatun Najah”

“Artinya perahu penyelamat,” jawab Miftah ketika ditanya arti dari perpustakaan kelilingnya. “Filosofi dari replika perahu itu menggambarkan orang yang cerdas harus mengetahui arah perkembangan zaman. Sistem pendidikan di negara kita harus berbeda dengan pendidikan di negara manapun, meski bahan dasarnya sama ada guru dan bahan materi yang diajarkan.  Tapi harus berbeda, sebab berbeda kultur dan kebudayaannya.” Ia menjelaskan lagi arti dari replika perahu perpustakaan kelilingnya.

Ia membeli buku dari hasil tabungannya selama bekerja di Jakarta sebagai kuli bangunan. Selain itu, ia juga meminta buku kepada teman-teman penyair yang ia temui ketika acara hari puisi di Taman Ismail Marzuki pada bulan September 2015 lalu.  

“Saya membeli buku hasil dari sisa uang makan waktu masih kerja di Jakarta.”

Ketika tinggal di Jakarta, Miftah tak hanya bekerja sebagai kuli bangunan. Apa pun ia kerjakan, selagi bisa menopang hidup dia selama di Jakarta. Pernah menjadi sales selang gas, kadang ia juga berjualan di acara-acara besar di Jakarta.

Kini, Miftah menetap di Cirebon bersama dengan ibunya juga dengan segala kesibukannya sebagai kuli panggul. Miftah tetap menyisihkan uang hasil dari keringatnya untuk membeli buku. Ada lagi yang unik dari diri seorang Miftah, ia acap membuat mainan dari barang bekas untuk diberikan kepada anak-anak yang singgah membaca buku di perpustakaan kelililingnya.

“Biar anak-anak itu lebih giat lagi dalam belajar juga membaca buku.”  

Harapan Miftah, perpustakaan kelilingnya akan bertahan selagi dia mampu bertahan.

 

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu