Sejak Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012, berlanjut pada saat pemilu Presiden 2014, suara-suara di luar partai politik atau yang menamakan diri relawan menjadi fenomena baru masyarakat dalam memilih pemimpin. Rakyat mulai lelah terhadap kiprah wakil rakyat yang lebih sering mengecewakan daripada membanggakan masyarakat yang memilihnya.
Tingkat kepercayaan masyarakat semakin rendah menyebabkan masyarakat bergerak secara independen memilih sendiri pemimpin yang mau mendengar suara rakyat tanpa campur tangan partai politik. Mereka yang bergerak mendulang suara rakyat memilih media sosial, membentuk organisasi, tanpa ada paksaan atau dibawah tekanan partai tertentu. Mereka memilih figure bukan partai maka mereka menyasar tokoh yang elektabilitasnya tinggi dan terpercaya.
Menjadi pertanyaan besar di kepala tiap orang mengapa masyarakat tidak lagi percaya pada partai politik. Banyak hal yang menjadi alasan mengapa masyarakat tunggang langgang meninggalkan partai politik lalu memilih pemimpin sesuai keinginan rakyat:
* Kiprah wakil rakyat semakin tidak jelas. Apakah ia membela kepentingan masyarakat luas atau hanya membela kepentingan sendiri dan partai politik yang menjadi gerbong politiknya.
* Kecewa oleh kinerja wakil rakyat. Wakil rakyat lebih sibuk mengurusi kepentingannya sendiri seperti pembagian jabatan strategis, bagi - bagi proyek dan konspirasi untuk menjegal koalisi lain daripada fokus pada pekerjaan utamanya sebagi penyalur aspirasi rakyat, membuat undang- undang yang penting bagi kepentingan masyarakat dan bangsa
* Banyak tokoh politik tidak bisa diandalkan saat diberi tanggungjawab besar.
*Wakil rakyat banyak terlibat praktik korupsi, Kolusi dan Nepotisme(KKN)
Melihat tingkat kepercayaan masyarakat yang semakin rendah pada partai politik , apa yang harus dilakukan partai politik untuk memperbaikinya?Sudah saatnya wakil rakyat bergerak mengembalikan kepercayaan rakyat. Salah satunya adalah menjawab kerisauan rakyat bahwa fungsi wakil rakyat adalah mewakili konstituennya bersuara lantang di parlemen. Mereka para wakil rakyat harus benar-benar mendengarkan suara –suara yang berasal dari masyarakat bukan hanya membela kepentingan partai. Yang lainnya adalah mengembalikan kepercayaan rakyat untuk tidak melakukan korupsi yang sekarang ini menjadi biang melunturnya empati rakyat pada wakil rakyatnya.
Yang dilihat oleh masyakat pada pemimpinnya sekarang adalah etos kerja. Jangan coba membohongi rakyat. Masyarakat sekarang sudah cerdas. Kalau tidak ada rekam jejak yang baik masyarakat akan meninggalkan pemimpinnya beralih ke figur lain. Contoh nyata ada di masyarakat Jakarta. Banyak tokoh menyerang salah satu figur, mencoba membuat penggiringan opini dengan menyoroti agama, latar belakang suku, ideology atau membuat statement keras bahwa figur yang menjadi idola rakyat terlibat korupsi. Partai politikpun berusaha membuat terobosan untuk menggagalkan kepesertaan tokoh lewat jalur independen. Sebagai masyarakat yang cerdas tentu rakyat Jakarta tidak mudah percaya pada penggiringan opini tersebut, sebaliknya dengan serangan - serangan bertubi-tubi tokoh tersebut elektabilitasnya semakin tinggi.
Masyarakat tengah lelah mengandalkan mesin partai. Ini mungkin senjakala partai politik. Silahkan partai politik berbenah diri. Kalau tidak jangan harap masyarakat percaya pada partai politik jika dalam kiprahnya wakil rakyat hanya sibuk berkoalisi, sibuk pembangun pencitraan, atau sibuk menyerang dan mencari titik lemah figur yang sedang digandrungi masyarakat.
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.