x

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jawa Timur menurunkan tim mengecek berita hoax bahwa jembatan di Jalan Soekarno Hatta, Kota Malang runtuh. Tempo/Edwin Fajerial.

Iklan

Aseanty Pahlevi

journalist, momsky, writer, bathroom singer, traveler.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terindikasi KKN, Kementerian PUPR Digugat ke PTUN

PT Daya Hasta Multi Perkasa (DHMP) menggugat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lantaran dikalahkan dalam lelang proyek.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PONTIANAK –PT Daya Hasta Multi Perkasa (DHMP) menggugat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lantaran dikalahkan dalam lelang proyek pengerjaan jembatan di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan nilai proyek lebih dari Rp33 miliar. Lelang tersebut dimenangkan oleh perusahaan yang menawar lebih tinggi.

“Gugatan ditujukan kepada Kelompok Kerja III Provinsi Kalimantan Barat. Kami menilai keputusan panitia tidak fair dan berbau kolusi, korupsi dan nepotisme,” ujar kuasa hukum PT DHMP, Hendri Rivai, di Pengadilan Tata Usaha Negara. Hendri menambahkan, alasan panitia lelang memenangkan perusahaan rival mereka, karena kemampuan dasar (KD) perusahaan dalam mengerjakan proyek masih kurang.

Padahal, menurut Hendri, kliennya masih mempunyai dokumen berita acara serah terima pekerjaan selesai  yang telah dikirim melalui jasa ekspedisi , namun belum sampai ke Pontianak. Nilai proyek tersebut Rp18 miliar lebih, dan jika dihitung maka PT DHMP dikatagorikan mampu mengikuti lelang. Terkait berkas yang belum sampai, kata Hendri, panitia lelang seharusnya melakukan klarifikasi kepada Dinas PU Kabupaten Tabanong, Kalimantan Selatan, tempat dimana proyek terakhir dengan nilai Rp18 miliar lebih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ferri Iswanda, kuasa hukum PT DHMP lainnya juga menambahkan ketentuan untuk mengklarifikasi dokumen pekerjaan selesai diatur dalam Permen PU No 07/M/2013. Peraturan tersebut  yang menyebutkan bahwa Pokja Unit Layanan Pengadaan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit dokumen dan digunakan dalam pembuktian kualifikasi, apabila masih diragukan kebenarannya.

“Namun upaya verifikasi tersebut tidak dilakukan panitia. Seharusnya, mereka bisa saja menghubungi pejabat dinas PU di Kalsel, untuk konfirmasi kebenaran pengerjaan proyek yang telah selesai tersebut,” tambahnya.

Tidak adanya konfirmasi tersebut, kata Ferri, menjadi alasan Pokja III Kalbar untuk menggugurkan penawaran PT DHMP, yang lebih rendah Rp839 juta dari penawaran pemenang lelang. Indikasi selisih sebenarnya merupakan keuntungan dari efesiensi anggaran negara. Dugaan adanya kolusi, korupsi dan nepotisme ini kemudian yang menjadi dasar perusahaan untuk mengajukan gugatan tata usaha negara.

“Tidak menutup kemungkinan kuasa hukum akan menempuh jalur pidana dalam proses pelelangan tersebut, karena memandang adanya unsur dugaan tindak pidana oleh para pihak yang terkait,” katanya.

Proyek jembatan tersebut merupakan dana APBN 2016, senilai Rp33.428.250.000, untuk pekerjaan Pergantian Jembatan Putusibau-Tanjungkerja, dan Mataso- Lanjak-Badau di Kabupaten Kapuas Hulu.‎

‎Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah III Kementerian PU PR Javid Huriyanto membenarkan adanya gugat tersebut.‎ “Sudah ada tim hukum yang menanganinya. Proses selanjutnya, kita lihat saja di persidangan,”  katanya.

Lelang proyek tersebut melalui  Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pada Selasa 14 Maret 2016, masih dilakukan sidang tertutup untuk mendengarkan keterangan para pihak. Sebelumnya sudah dilakukan tiga kali sidang tertutup. Namun, hanya satu kali pihak Pokja III Kalbar menghadiri rapat. “Bisa dilihat tidak ada itikad baik dari pihak kementerian untuk menanggapi kasus ini,” katanya.

Terindikasi KKN, Kemneterian PUPR Digugat ke PTUN

PONTIANAK –PT Daya Hasta Multi Perkasa (DHMP) menggugat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lantaran dikalahkan dalam lelang proyek pengerjaan jembatan di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan nilai proyek lebih dari Rp33 miliar. Lelang tersebut dimenangkan oleh perusahaan yang menawar lebih tinggi.

“Gugatan ditujukan kepada Kelompok Kerja III Provinsi Kalimantan Barat. Kami menilai keputusan panitia tidak fair dan berbau kolusi, korupsi dan nepotisme,” ujar kuasa hukum PT DHMP, Hendri Rivai, di Pengadilan Tata Usaha Negara. Hendri menambahkan, alasan panitia lelang memenangkan perusahaan rival mereka, karena kemampuan dasar (KD) perusahaan dalam mengerjakan proyek masih kurang.

Padahal, menurut Hendri, kliennya masih mempunyai dokumen berita acara serah terima pekerjaan selesai  yang telah dikirim melalui jasa ekspedisi , namun belum sampai ke Pontianak. Nilai proyek tersebut Rp18 miliar lebih, dan jika dihitung maka PT DHMP dikatagorikan mampu mengikuti lelang. Terkait berkas yang belum sampai, kata Hendri, panitia lelang seharusnya melakukan klarifikasi kepada Dinas PU Kabupaten Tabanong, Kalimantan Selatan, tempat dimana proyek terakhir dengan nilai Rp18 miliar lebih.

Ferri Iswanda, kuasa hukum PT DHMP lainnya juga menambahkan ketentuan untuk mengklarifikasi dokumen pekerjaan selesai diatur dalam Permen PU No 07/M/2013. Peraturan tersebut  yang menyebutkan bahwa Pokja Unit Layanan Pengadaan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit dokumen dan digunakan dalam pembuktian kualifikasi, apabila masih diragukan kebenarannya.

“Namun upaya verifikasi tersebut tidak dilakukan panitia. Seharusnya, mereka bisa saja menghubungi pejabat dinas PU di Kalsel, untuk konfirmasi kebenaran pengerjaan proyek yang telah selesai tersebut,” tambahnya.

Tidak adanya konfirmasi tersebut, kata Ferri, menjadi alasan Pokja III Kalbar untuk menggugurkan penawaran PT DHMP, yang lebih rendah Rp839 juta dari penawaran pemenang lelang. Indikasi selisih sebenarnya merupakan keuntungan dari efesiensi anggaran negara. Dugaan adanya kolusi, korupsi dan nepotisme ini kemudian yang menjadi dasar perusahaan untuk mengajukan gugatan tata usaha negara.

“Tidak menutup kemungkinan kuasa hukum akan menempuh jalur pidana dalam proses pelelangan tersebut, karena memandang adanya unsur dugaan tindak pidana oleh para pihak yang terkait,” katanya.

Proyek jembatan tersebut merupakan dana APBN 2016, senilai Rp33.428.250.000, untuk pekerjaan Pergantian Jembatan Putusibau-Tanjungkerja, dan Mataso- Lanjak-Badau di Kabupaten Kapuas Hulu.‎

‎Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah III Kementerian PU PR Javid Huriyanto membenarkan adanya gugat tersebut.‎ “Sudah ada tim hukum yang menanganinya. Proses selanjutnya, kita lihat saja di persidangan,”  katanya.

Lelang proyek tersebut melalui  Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pada Selasa 14 Maret 2016, masih dilakukan sidang tertutup untuk mendengarkan keterangan para pihak. Sebelumnya sudah dilakukan tiga kali sidang tertutup. Namun, hanya satu kali pihak Pokja III Kalbar menghadiri rapat. “Bisa dilihat tidak ada itikad baik dari pihak kementerian untuk menanggapi kasus ini,” katanya.

Ikuti tulisan menarik Aseanty Pahlevi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu