Mendapati kata good will yang menjadi perbincangan hangat di kantor saya. Pikiran saya melayang ke pengalaman sekitar 10 tahun lalu ketika saya menjadi pelanggan sebuah toko yang menyediakan kebutuhan sehari-sehari, khususnya pakaian pantas pakai. Seluruh isi toko adalah hasil donasi dan sumbangan dari masyarakat, yang kemudian di jual kembali dengan harga yang sangat murah. Harga yang sangat bersahabat dengan kantong mahasiswa seperti saya saat itu.
Kebetulan nama toko tersebut adalah Goodwill. Tebakan ngawur saya, nama tersebut dipilih untuk merepresentasikan “rantai pasok” dari proses mendapatkan barang yang dijual, pengelolaan, hingga sampai ke konsumen akhir, dilandasi oleh good will ataupun niat yang baik. Goodwill menjadi perwujudan nyata sebuah niat baik. Ia menghadirkan kebutuhan keseharian yang sangat terjangkau, menampung dan memfasilitasi donasi masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, dan juga menjadi gerakan kepedulian sosial.
Bagaimana dengan orang yang membeli barang-barang di goodwill? Apakah mereka memilih goodwill karena ‘niat baik’ yang diusungnya?, atau hanya karena semata-mata mencari ‘murah’ nya saja? Dua-duanya bisa saja terjadi.
Sudah banyak cerita dan pengalaman, bahwa niat baik tidak selalu berbanding lurus dengan ‘kebaikan’ ataupun ‘manfaat’ sebagaimana yang kita harapkan. Seperti halnya cinta, niat baik-pun bisa ‘bertepuk sebelah tangan’, dan ‘tidak bergayung sambut.’ Jika sudah begini, apakah kemudian kita menyerah? Sebaiknya tidak.
Niat baik harusnya mendasari setiap apa yang kita lakukan. Respon ‘negatif’ atas niat baik kita, seyogyanya kita sikapi sebagai pembelajaran ke arah perbaikan. Mungkin ada hal yang belum tersampaikan, terpahami dan dimengerti secara utuh dari niat baik kita. Sehingga, kita perlu memodifikasinya agar bisa dimengerti dan tidak di salah pahami.
Dan, Niat baik-pun tidak cukup. Kita membutuhkan ‘kolaborator’ ataupun orang-orang yang bisa kita ajak bekerjasama dalam mewujudkan niat baik yang kita miliki. Menemukannya tentu tidak mudah. Namun, dengan membiasakan diri menjadi ‘kolaborator’ dan mendukung niat baik orang lain, saya kira bisa membantu kita memahami, mengenali dan bahkan menemukan orang-orang yang bisa kita jadikan kolaborator bagi niat baik kita.
Mari terus mengeksplorasi benih-benih niat baik di dalam diri kita, sambil terus mengasah kepekaan kita terhadap beragam niat baik orang lain. #gusrowi.
Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.