x

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersalaman dengan warga saat meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jalan Taman Tanah Abang 3, Gambir, Jakarta, 24 Maret 2016. M Iqbal Ichsan/TEMPO

Iklan

GM mohamad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok, Indikator

Ketika partai-partai tampak hanya jadi mainan orang kaya dan orang tua, sejumlah indikator dalam ulasan Goenawan Mohamad ini menjadi sangat penting.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Saya tak tahu apakah saya cocok dengan Ahok, secara pribadi. Saya juga tak tahu apakah dalam setiap hal saya akan setuju dengan pilihan kebijakannya. Yang saya tahu, sebagai warga Jakarta, dan sebagai orang Indonesia, saya ingin dia menang dalam Pilkada DKI 2017.

Saya mengalami sendiri bagaimana berangsur-angsur Jakarta jadi lebih baik.

Di dekat rumah saya ada sebuah balong besar yang kotor dikelilingi himpunan gubug kumuh. Bertahun-tahun. Kini ia diubah jadi kolam luas dan taman hijau.

Tak jauh dari tempat saya bekerja, ada Pasar Minggu. Berpuluh-puluh tahun jalan di depan pasar itu macet oleh pedagang dan kendaraan. Kotor, berisik, tak memberi peluang orang melihat ke toko-toko di sekitar itu. Sejak Jokowi dan Ahok memimpin Jakarta, keadaan berubah. Kaki lima dan pasar teratur. Jalanan lebih longgar. Toko-toko di tepi jalan kelihatan.

Jika kita kini berkeliling Jakarta, kita akan melihat jalanan jadi bersih, sampah tersingkir dari sungai, dan banjir jauh berkurang. Saya dengar teman-teman saya yang bertahun-tahun kebanjiran bila hujan, kini lega. Ahok mengerahkan dan membayar ratusan tenaga kerja yang secara rutin membersihkan gang, jalan, parit, gorong-gorong.

Siap bekelahi

Sejak bersama Jokowi sebagai Gubernur, Ahok memulai gebrakan perbaikan kota dengan membereskan birokrasi kota. Ia, yang dikenal keras dalam soal korupsi, dan keras kepada dirinya sendiri dan keluarganya, bisa melakukan hal ini karena tak ada rasa takut akan dianggap palsu. Di sebuah kota yang birokrasinya (dan DPRD-nya) bertahun-tahun jadi bagian mafia segala hal (mafia sampah, mafia parkir, mafia pasar, mafia… Ahok siap berkelahi.

Kadang-kadang saya khawatir, orang yang terus menerus membersihkan pemerintahan dari korupsi akan tergoda untuk menjadi orang yang merasa paling suci atau pahlawan yang siap berkorban. Saya harap Ahok punya cukup rasa humor untuk menangkal godaan “narsisme' ini. Tapi mungkin tak ada pilihan lain: berkelahi melawan korupsi memang perlu stamina, konsentrasi, dan kelihaian yang tinggi. Ahok punya semua itu.

Harapan sekaligus indikator

Tapi tak hanya itu. Ahok adalah sebagian dari harapan yang lebih luas. Pilkada DKI 2017 bukan cuma untuk memenangkan orang ini. Kita memilihnya karena kita ingin memberinya tugas: jadi indikator bahwa Indonesia sedang berubah ke arah yang lebih baik, dengan memilih orang jadi pemimpin karena kemampuannya, bukan karena agamanya atau latar belakang etnisnya. Juga indikator bahwa orang-orang tak berpartai, yang mengusung Ahok, yang jumlahnya jauh melebihi suara yang masih percaya kepada partai, berhak dan bisa menang.

Ketika partai-partai tampak hanya jadi mainan orang kaya dan orang tua, indikator itu penting. Kita sedang membangun harapan.

Goenawan Mohamad

Disalin dari http://www.dw.com/id/ahok-indikator/a-19138275

 

Ikuti tulisan menarik GM mohamad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB