x

Iklan

Abdur Rohim Latada

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Breaking Bad dan Kegilaan Vince Gilligan

Breaking Bad serial tivi avant garde kreasi seorang Vince Gilligan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

INI BUKAN RESENSI BREAKING BAD!

Hari dimana AMC menayangkan episode terakhir Breaking Bad bisa jadi adalah hari berkabung bagi semua fans berat serial tivi buah pikiran Vince Gilligan tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berkabung bukan karena akhirnya Walter White terkapar bersimbah darah di lantai, atau sedih karena Skyler akhirnya harus berpisah dengan suaminya.

Mereka berkabung karena tak ada lagi tayangan serial tivi yang isinya tak meremehkan intelegensi penonton. Kuat secara penalaran dalam sajian cerita maupun visual, penuh referensi peristiwa sejarah yang dihadirkan baik dalam bentuk gamblang maupun terselubung bergaya semiotik. Artistik secara sinematografi. Konsep cerita yang injak tanah dengan alur yang melawan arus dari pola yang sudah ada. Juga beragam musik keren yang hadir sebagai soundtrack yang pas enaknya sama mood tayangan.

(Buka link ini untuk membaca sinopsis Breaking Bad)

Selama 6 tahun sejak masa tayang perdana-nya. Hampir tiap tahun Breaking Bad selalu memborong penghargaan Emmy Award. Melambungkan nama aktor dan aktrisnya (Bryan Cranston, Anna Gunn) Menjadi bahan obrolan kalangan socialita dan public figure kelas kakap di seantero Amerika (Warren Buffet,Rihanna,dll).  

Breaking Bad membuat para pemeran serial tivi tersebut mengalami ketenaran di usia senja, sejak banyak diantara mereka merupakan aktor uzur yang sudah tidak lagi laris dan sepanjang karir mereka, para pemeran Breaking Bad bukan mereka yang masuk dalam jajaran kelas bintang lima.

Vince Gilligan jelas berjudi dan dalam keadaan ekonomi sulit saat memutuskan untuk memilih Bryan Cranston, Jonathan Banks, Dean Norris, Anna Grunt sebagai para pemeran di Breaking Bad.

Mitologi Hollywood yang selalu mengagungkan nama beken sebagai jaminan laris barang jualan, diterabas Vince Gilligan dengan nekat.

Modal Vince Gilligan hanya di kekuatan cerita, pemilihan negara bagian amerika serikat dengan cost produksi paling murah dan menyatu dengan konsep cerita (New Mexico), teknik pengambilan gambar yang dinamis, artistik, penuh dengan teknik montage, fast forward dan flash back yang dihadirkan dalam bentuk penggal misterius sebagai petunjuk untuk jawaban keseluruhan teka-teki cerita yang sukar ditebak.

Jumlah penonton Breaking Bad per-episode rata-rata mencapai angka 1,3 juta. Pemirsa ingin tau bagaimana cara sebuah keluarga kecil yang terimbas krisis ekonomi di Amerika Serikat untuk mampu bertahan, baik secara finansial, legal, kesehatan maupun keutuhan keluarga.

Mana yang baik dan mana yang buruk dihadirkan Vince Gilligan dalam Breaking Bad dengan kemasan yang akan membuat pemirsa tidak bisa mencintai karakter protagonis tanpa merasa jijik dan muak, atau membenci tokoh antagonis tanpa punya perasaan kagum dalam haru.

Konsep cerita Breaking Bad yang penyajian utamanya adalah  transformasi seorang individu normal baik-baik menjadi gembong narkoba licin kelas wahid paling berbahaya baik bagi DEA (BNN-nya Amerika Serikat), maupun Kartel Meksiko chapter Juarez.

Breaking Bad jelas merupakan anti-thesis dari semua konsep cerita sejenis yang pernah ada (The Sopranos, Scarface, dll). dan versi sempurna dari kerasnya kehidupan jalanan kota Baltimore pada serial tivi The Wire.

Konsep drama kriminal bercampur komedi getir ini juga yang membuat HBO kemudian menolak penawaran Vince Gilligan, karena korporasi raksasa tersebut cemas Breaking Bad akan menakuti para pemirsa yang menjadi target market mereka. Suatu keputusan yang dibelakang hari terbukti menjadi penyesalan mendalam. Karena setiap tayang, Breaking Bad selalu membuat HBO kehilangan pemirsa setia mereka.

Lewat Breaking Bad pemirsa bisa melihat sisi lain bisnis narkoba yang unik dan mendetail. Mulai dari aspek manufaktur, distribusi, teknik penjualan sampai konflik kepentingan berujung genangan darah antar semua pihak yang terlibat.

Breaking Bad seperti dokumentasi dekadensi moral imbas dari krisis ekonomi yang menggila. Dimana orang paling baik dan lurus sekalipun bisa berubah jadi korup saat dirinya dihantamkan pada situasi sulit tanpa pilihan yang lebih baik.

Breaking Bad jelas bukan tontonan yang cocok untuk para pemirsa yang suka dengan gampang menghakimi orang lain tanpa mau berkaca terlebih dahulu.

Ikuti tulisan menarik Abdur Rohim Latada lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu