x

Iklan

Tomson Sabungan Silalahi Silalahi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dies Natalis PMKRI ke 68, Kita Merayakan Apa?

Berkat turunya Roh Kudus atas para kader PMKRI kiranya sama ketika Roh Kudus turun atas para Rasul, gerakan PMKRI sekarang diharapkan akan lebih gesit lagi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kini PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ) memasuki usianya yang ke-68 sejak ditetapkan berdiri pada 25 Mei 1947, namun sebenarnya cikal bakal organisasi ini telah lahir jauh sebelumnya yakni saat berdirinya Katholieke Studenten Vereniging (KSV) Sanctus Bellarminus, Batavia (didirikan di Jakarta, 10 Nopember 1928), KSV Sanctus Thomas Aquinas, Bandung (didirikan di Bandung, 14 Desember 1947), dan KSV Sanctus Lucas, Surabaya (didirikan di Surabaya, 12 Desember 1948). Selanjutnya tahun 1949 dibentuk Federasi KSV yang diketuai oleh Gan Keng Soei (K.S. Gani) dan Ouw Jong Peng Koen (P.K. Ojong). Adapun PMKRI Yogyakarta yang pertama kali diketahui oleh St. Mudadjat Danusaputro, didirikan pada tanggal 25 Mei 1947, dulu namanya masih menggunakan kata Perserikatan hingga diganti menjadi Perhimpunan setelah Kongres Gabungan digelar pada tanggal 11 Juni 1951.

Penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari Pantekosta, sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr. Albertus Soegijapranata. Atas saran beliaulah tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para pendiri PMKRI. Alasanya adalah sebagai simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh Kudus kepada para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan berjuang dengan landasan ajaran agama Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia[1].

Demi membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Negara ini, Visi PMKRI yakni “Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati” masih terus diusahakan dengan melakukan Misi PMKRI yakni “Berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.” PMKRI masih ikut terlibat dalam melaksanakan control social (walau masih dianggap setengah hati) dengan melakukan berbagai kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang kiranya tidak memihak pada kepentingan masyarakat. Di tengah kondisi Negara kita yang masih karut marut ini PMKRI masih diharapkan untuk menjadi agent of change yang kiranya berada di garda depan untuk memperjuangkan hak-hak masyarkat yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah namun gagal karena masih sibuk memikirkan dirinya sendiri dan kelompok partainya. Selain itu sebagai mahasiswa yang akan menggantikan para pemangku jabatan yang sekarang, kita PMKRI dituntut juga agar menjadi iron stock yang kiranya tangguh karena mempunyai kemampuan dan akhlak yang mulia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tulisan ini bukan bertujuan untuk menyalahkan siapa-siapa, namun demi melihat keadaan sekarang, nyatalah harapan-harapan itu semua belum seratus persen tercermin dalam diri kader PMKRI. Tidak salah kiranya jika penulis membandingkan perjuangan kader PMKRI yang ada sekarang dengan para founding fathers dimana mereka lebih militan dan tangguh. Laiknya filosofi atap rumah adat Batak, dimana ujung atap belakang lebih tinggi dari ujung yang di depan, tentu harapan kita bersama adalah sama agar generasi penerus lebih baik dari generasi sebelumnya, itu belum terjadi. Kini usia perhimpunan kita sudah 68 tahun, lantas kita mau merayakan apa?

Pada hari Minggu, 24 Mei 2015 seluruh umat Katolik merayakan hari turunya Roh Kudus tepat satu hari sebelum Dies Natalis PMKRI ke-68, sama dengan 68 tahun yang lalu seluruh umat merayakannya tepat satu hari setelah tanggal 24 Mei. Berkat turunya Roh Kudus atas para kader PMKRI kiranya sama ketika Roh Kudus turun atas para Rasul, gerakan PMKRI sekarang diharapkan akan lebih gesit lagi menjalankan misinya setelah beberapa tahun kepengurusan di tingkat nasional terpecah dua dan pastinya mengganggu konsentrasi kader sampai ke tingkatan cabang, hingga melambat untuk mewujudkan visi PMKRI. Kini menjadi kelahiran baru ketika logo PMKRI secara nasional sudah bersatu lagi. Dinamika internal itu kiranya menjadi pembelajaran penting bagi setiap kader bahwa setiap perbedaan (pendapat) itu adalah penting untuk saling melengkapi dan memperkuat organisasi ini, bukan lalu memisah diri untuk mempertahankan ego masing-masing.

Terkait ego itu, tidak akan ada permasalan yang selesai jika masing-masing dari pihak yang bermasalah saling mempertahankan egonya. Tidak ada sebenarnya kesempatan untuk mepertahankan ego masing-masing mengingat organisasi ini mempunyai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang jelas, yang seharusnya dipatuhi oleh setiap kadernya. Belajar dari sisi gelap di muka, maka menjadi refleksi bagi kita adalah ketidakpatuhan terhadap AD dan ART oleh anggotanya boleh membuat dinamika organisasi menjadi terganggu, sentimen demi sentimen akan selalu terjadi, tidak hanya itu, bahkan lebih parah perilaku itu akan terbawa sampai ketika berada pada tahap hidup berdinamika selanjutnya setelah menjadi alumni dan mulai masuk ke dunia politik praktis seperti partai. Kita lihat sendiri ada dua partai besar di negeri ini yang sudah terjebak dalam dualisme kepemimpinan. Maka semua peristiwa itulah yang hendaknya memaksa kita untuk berbisik di dalam hati masing-masing bahwa ‘inilah saat yang tepat untuk belajar mematuhi AD dan ART’, ketika kita masih duduk di bangku kuliah sekaligus menjadi kader PMKRI, jangan sampai suatu saat nanti menjadi pelanggar AD dan ART, sampai-sampai visi dan misi organisasi menjadi kabur.

Demi membakar semangat kader, boleh melihat sejarah pergerakan para founding fathers perhimpunan ini yang dengan lantang membela terwujudnya bonum commune (terjemahan bebas dari penulis atas visi PMKRI). Banyak Anggota Penyatu (sebutan untuk para alumni kader PMKRI setelah sebelas tahun duduk di bangku kuliah) yang patut diteladani. Kita boleh belajar pada pendahulu-pendahulu kita itu. Selanjutnya semua sejarah pergerakan itu akan lebih berarti jika kader PMKRI yang sekarang mengisi diri dengan hal-hal yang positif yang dapat dipergunakan untuk melanjutkan perjuangan para founding fathers itu. Salah satu caranya adalah seorang kader harus setia pada proses yang ada di perhimpunan dengan mengharamkan semua proses yang instan demi menjadi pemilik yang positif itu. Karena hanya dengan memilikilah maka kita boleh memberi. Dengan memiliki hal-hal yang positif dalam diri tiap kader PMKRI, niscaya akan dapat menyumbangkannya demi bonum commune yang kita cita-citakan itu. Satu lagi hal yang positif itu adalah dengan diadakannya lomba menulis oleh PMKRI Yogyakarta tahun ini dan dengan bangga dan tanpa ragu-ragu banyak kader PMKRI dan atau mahasiswa yang bukan PMKRI mengirimkan buah pemikiran dan refleksinya, dengan harapan boleh menyumbangkan sedikit solusi dari setiap keadaan yang ada.

Semoga momen turunnya Roh Kudus kader PMKRI dibantu untuk membentuk para kader dalam mencapai keunggulan pribadi dan integritas pribadi yang utuh yang bercirikan 1. Sensus Chatolicus (Rasa Kekatolikan), 2. Semangat Man For Others (Panggilan hidup misioner yang menuntut sikap siap sedia.  Bahwa setiap kegiatan hidup tidak hanya didasarkan pada kepentingan diri sendiri melainkan sejauh mungkin diabdikan pada kepentingan sesama yang lebih besar), 3. Sensus Hominis (Rasa kemanusiaan, terdapat kepekaan terhadap segala unsur manusiawi yang meliputi solidaritas pada setiap pribadi manusia), 4. Pribadi Yang Menjadi Teladan (Kemampuan untuk menjadi pribadi yang menjadi garam dan terang dunia, dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku), 5. Universalitas (Sikap siap sedia untuk memasuki celah-celah dan dimensi kehidupan masyarakat yang paling membutuhkan dan menerobos tembok-tembok diskriminasi dalam bentuk apapun), 6. Magis Semper (Semangat lebih dari sebelumnya yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras, mutu, magis, dan profesional.  Pribadi demikian selalu mengacu pada on going formation). Dengan memiliki 6 identitas kader di muka seraya tetap menjaga independensinya, makin mantaplah kader PMKRI menjadi agent of change, social control, dan iron stock, hingga suatu saat nanti, kita tidak sekedar memperingati atau memestakan atau memuliakan hari lahirnya PMKRI itu saja, namun kita boleh merayakan perayaan ketika Indonesia boleh bangkit dari segala keterpurukannya dan dunia lebih indah lagi untuk didiami, ketika mimpi kita itu akhirnya menjadi kenyataan, bonum commune. Semoga!

Sanur-Bali, 7 Juni 2015

Tomson Sabungan Silalahi

Anggota Biasa PMKRI Cabang Pematangsiantar-Simalungun St. Fransiskus dari Assisi

 

[1] Buku Saku PMKRI

Ikuti tulisan menarik Tomson Sabungan Silalahi Silalahi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu