x

Aliansi ormas dan LSM anti-komunis berunjukrasa di depan Gedung Sate Bandung, 30 September 2015. Dalam aksinya pengunjukrasa menolak kehadiran Komunisme gaya baru dan mengecam segala bentuk kerjasama dengan pemerintahan Tiongkok. ANTARA/Agus Bebeng

Iklan

Despan Heryansyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Komunisme dan Akar Filsafatnya di Indonesia

Tak hanya PKI tapi siapapun, bahkan yang mengatasnamakan agama sekalipun, harus dilawan jika membahayakan keutuhan bangsa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kondisi yang ironi pada bangsa Indonesia pasca 1965, setelah peristiwa pembunuhan beberapa orang Jendral ABRI serta kudeta gagal yang diduga dilakukan oleh antek-antek PKI. Penulis menyebutnya diduga, karena sampai hari ini tidak ada kepastian, siapa sebenarnya dalang dibalik kerusuhan 1965 itu, ada banyak versi yang diungkapkan yaitu oleh PKI sendiri, Soeharto, Soekarno, dan CIA. Keempatnya memiliki bukti empirik yang juga masih dapat diperdebatkan. Namun yang pasti dari peristiwa itu adalah hujatan serta larangan penyebaran PKI di Indonesia, bahkan pihak-pihak yang diduga menjadi anggota PKI disiksa dan dibunuh secara tidak manusiawi. Tindakan massa actie (meminjam istilah Tan Malaka) yang dilakukan oleh PKI secara teleologis tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat, Daud Bereueh di Aceh, atau Kahar Muzakkar di Sulawesi, yang ingin mendirikan negara Islam dengan pemberontakan. Maka adilkah kita jika sampai hari ini tetap menghakimi Komunis sebagai ideologi berbahaya? (mari kita membuka hati dengan meminjam istilah Pramoedia Ananta Toer, “adil sejak masih dalam pikiran”). Tindakan kudeta dan kerusuhan yang dilakukan oleh PKI (seandainya kita setuju) tentu tidak dapat dibenarkan dan harus dikecam, tak hanya PKI tapi siapapun bahkan mengatasnamakan agama sekalipun harus dilawan jika membahayakan keutuhan bangsa, tetapi komunisme sebagai ideologi rasanya tidak patut kita “haramkan” hanya karena tindakan aktor.

MUNCULNYA KOMUNISME DI DUNIA DAN INDONESIA

Bagi penulis, komunis sebagai ideologi memiliki akar filsafatnya sendiri dalam jati diri bangsa Indonesia, meski tidak menyebutnya sebagai aliran komunis tetapi ajaran-ajaran (premis-premis) komunis melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia serta memiliki jasa yang tidak dapat dinafikkan dalam sejarah bangsa, mari kita lihat. Komunis muncul sebagai antitesa (dalam dialektika Hegelianisme) terhadap “tesa” Kapitalisme yang begitu mengagung-agungkan hak serta kebebasan individu, akibatnya tidak hanya pasar tetapi juga negara dikuasai oleh pemilik-pemilik modal (borjuis) dan menindas golongan lemah. Dalam keberpihakannya dengan golongan lemah ini, komunisme muncul sebagai ideologi yang menentang kapitalisme serta penindasan, komunisme muncul sebagai perjuangan masyarakat buruh melawan ketidak adilan dan status qou, perjuangan melawan masyarakat kelas. Dalam hal ini, menurut penulis misi Islam dan Komunisme memiliki persamaan yaitu mendambakan masyarakat tanpa kelas.

Permulaan abad ke-20, Partai Komunis di Belanda memenangkan pemilu dan menguasai parlemen. Ini menjadi tonggak kemajuan bagi perkembangan pemikiran bangsa Indonesia (yang ketika itu Hindia Belanda), karena muncul kebijakan-kebijakan dari parlemen untuk meningkatan kesejahteraan dan pendidikan pribumi, yang kemudian disertai lahirnya tokoh-tokoh yang kritis dari pribumi. Pendiri republik ini sebagian besarnya adalah orang-orang yang pro terhadap komunis, atau paling tidak pro dengan ideologi komunis. Tan Malaka dan Bung Karno adalah orang-orang tidak diragukan lagi mengalir jiwa komunisnya, meskipun Bung Karno (penggali Pancasila) tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Komunis tapi lewat ajaran NASAKOM nya terlihat jelas bagaimana pandangannya terhadap Komunisme. Termasuk Bung Hatta sendiri pernah mengatakan, “aku seorang marxis”. Yang penulis maksud adalah, komunis sebagai sebuah ideologi yang terdiri dari pustulat-postulat banyak menjiwai para pendiri republik ini dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan merebut kemerdekaan dengan tujuan utama menciptakan sebesar-besar kesejahteraan masyarakat yang menjadi salah satu tujuan didirikannya republik ini, sesungguhnya substansi komunisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

KOMUNISME FILOSOFIS DAN HISTORIS

Setiap ideologi, pasti memiliki pengaruh positif dan juga negatif. Sebagaimana diketahui ideologi lahir untuk menjawab problematika masyarakat yang kompleks, tentu banyak dinamika yang menyertai kelahirannya. Demikian halnya komunisme sebagai sebuah ideologi memiliki aspek positif dan negatif, namun sebelumnya, harus dipisahkan mana substansi komunis yang lahir dari akar filsafatnya dan mana yang lahir dari dinamika sejarah. Komunisme sebagai filsafat, keberadaannya statis dan tidak dapat diubah-ubah, sedangkan komunisme sebagai sejarah sifatnya dinamis dan menyesuaikan dengan perubahan jaman. Komunisme sebagai sejarah hanya mengikat masyarakat yang besangkutan pada saat itu saja, sementara saat jaman sudah berubah, maka dituntut adanya perubahan pula pada pengaplikasiannya.

Dua landasan filosofis yang tidak dapat dihilangkan dari keberadaan komunisme adalah masyarakat tanpa kelas dan keadilan sosial. Komunis lahir untuk memperjuangkan kelas-kelas sosial dimasyarakat yang menjadi akar penindasan, ada kelas terhormat ada kelas rendahan. Manusia dilahirkan dimuka bumo dengan drajad yang sama, sehingga hak dan kedudukannya pun harus sama, tidak boleh ada diskriminasi. Output dari masyarakat tanpa kelas ini adalah lahirnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Demikianlah dua landasan filosofis ideologi komunisme, pada tataran ini sejatinya memang tidak ada pertentangan antara agama Islam dengan komunisme. Sedangkan penolakan komunis terhadap nasionalisme karena lebih mengedepankan persaudaraan secara internasional masih perlu dibahas lebih lanjut.

Sedangkan landasan historis, atau landasan yang muncul sebagai produk sejarah yang tidak mutlak dan dapat berubah-ubah adalah penolakan terhadap agama dan penguasaan mutlak negara (penolakan terhadap hak milik pribadi). Kedua hal di atas tidak mutlak adanya, dan dapat berubah-ubah sesuai kondisi jaman. Munculnya penolakan terhadap agama karena ketika itu (abad pertengahan) saat lahirnya komunisme, agama digunakan sebagai alat oleh raja untuk meligitimasi kekuasaannya, sehingga apa yang dikatakat oleh raja seolah-olah menjadi sabda Tuhan. Sedangkan penguasaan mutlak oleh negara lahir karena keberadaan kapitalis (pemilik modal) yang menindas buruh. Dengan kondisi seperti di atas, maka hal itu dapat dibenarkan berdasarkan latar belakang sejarah, sedangkan dalam kondisi saat ini, dimana jaman sudah berubah maka sikap komunis terhadap agama dan negara juga berubah, sebagaimana Tan Malaka pernah mengatakan, “di hadapan Tuhan, aku seorang muslim”. Tulisan ini mengajak kita untuk menghentikan hujatan-hujatan penuh curiga kepada komunisme, biarkan ia bersaing sebagai ideologi bersanding dengan ideologi-ideologi yang lain..

 

Despan Heryansyah

Mahasiswa Program Doktor FH UII YOGYAKARTA

Peneliti pada Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII

Ikuti tulisan menarik Despan Heryansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler