x

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kesempatan Emas Khataman Kitab

Ada ratusan, bahkan ribuan kitab, yang dikarang ulama terdahulu. Namun, di kalangan pondok pesantren NU, biasanya hanya belasan kitab utama yang dikaji.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Matahari tepat berada di atas kepala, tanda waktu salat zuhur tiba. Para santri beranjak dari kamar mereka dan bergegas menuju kamar mandi atau tempat wudu. Kemudian, mereka bersila di masjid untuk melantunkan pujian atau salawatan menjelang salat lima waktu.

Begitulah suasana setiap menjelang salat lima waktu di banyak pondok pesantren, termasuk pondok pesantren Tebuireng di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Apalagi, selama Ramadan, para santri semakin bersemangat untuk salat berjemaah.

Setelah salat, lantunan zikir dan doa penutup pun dibacakan, dipandu oleh sang kiai, yang bertugas sebagai imam. Kemudian, barulah kegiatan mengaji kitab kuning dilaksanakan. Kitab kuning merupakan kitab berbahasa Arab karangan ulama alim setelah era Nabi Muhammad.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ulama pengarang atau penyusun kitab itu rata-rata berasal dari Timur Tengah, tapi ada juga karangan ulama asal Indonesia yang telah lama menuntut ilmu dan bermukim di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Bagi pondok pesantren pengikut paham ahlussunnah wal jamaah, yang dinaungi Nahdlatul Ulama, kitab kuning yang menjadi rujukan haruslah hasil karangan ulama ahlussunnah wal jamaah.

Ada ratusan, bahkan ribuan kitab, yang dikarang ulama terdahulu. Namun, di kalangan pondok pesantren NU, biasanya hanya belasan kitab utama yang dikaji dan menjadi rujukan. Kitab-kitab itu berisi berbagai macam disiplin ilmu, antara lain fikih atau tata cara ibadah, akidah atau keimanan, akhlak atau etika, nahwu dan saraf atau tata bahasa Arab.

Ada lagi kitab tafsir hadis dan Al-Quran, tasawuf atau filsafat, dan ilmu falak atau ilmu perbintangan.

Di luar disiplin ilmu yang utama itu, masih banyak kitab kuning yang berisi ajaran yang lebih khusus atau rinci, seperti kitab tentang tata cara berhubungan badan, tentang haid, atau tafsir mimpi.

Kitab-kitab utama yang diajarkan di pondok pesantren Nahdliyin, misalnya, adalah tafsir Jalalain (tafsir Al Qur'an), Shahih Bukhari (tafsir hadits), Riyadlus Salihin (tafsir hadits), Ta'limul Muta'allim (akhlak atau etika mencari ilmu), Ihya' Ulumuddin (tasawuf), Irsyadul Ibad, Tanwirul Qulub, Bidayatul Hidayah, Sulam Munajah, dan sebagainya.

Selama Ramadan, kegiatan mengaji kitab kuning semakin digiatkan. Dalam sebulan atau setengah bulan, ditargetkan santri bisa menyelesaikan atau khatam sebuah kitab. Namun tak semua kitab harus dikhatamkan. Untuk mengejar target itu, pengajian kitab pun dijadwalkan setiap selesai salat lima waktu.

"Pengajian kitab, termasuk yang khataman, dilakukan sejak 1 sampai 17 Ramadan," kata pengurus pondok pesantren Tebuireng, Lukman Hakim, Sabtu lalu.

Selama Ramadan kali ini, Tebuireng mengadakan pengajian kurang-lebih 22 kitab kuning, di antaranya Shahih Muslim, Shahih Bukhari, Bidayatul Hidayah, Ta'limul Muata'alim, Bulughul Maram, dan Nasoihul Ibad.

Salah satu kitab yang menjadi andalan dan punya tradisi turun-temurun untuk diajarkan di Tebuireng adalah Shahih Bukhari. Sebab, kitab ini juga diajarkan oleh pendiri Tebuireng, Kiai Haji Hasyim Asy'ari, yang juga pendiri NU. Lukman mengatakan, selama Ramadan, para santri diwajibkan mengikuti minimal pengajian tiga dari 22 kitab kuning yang diajarkan.Ramadan menjadi kesempatan emas untuk mendalami kitab-kitab ulama terdahulu. ISHOMUDDIN

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler