Judul: Ciuman di Bawah Hujan
Penulis: Lan Fang
Penerbit: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 360
ISBN: 978-979-22-5528-7
Ada beberapa novel di dalam novel. Contohnya adalah novel The Map of Love karya penulis perempuan Mesir Ahdaf Soueif. Novel Soueif ini bercerita tentang percintaan antara Anna Winterbourne dengan Sharif al-Baroudi yang terulang melalui keturunan mereka, Isabel Parkman dengan Omar Ghamrawi 100 tahun kemudian. Kedatangan Isabel ke Mesir untuk melacak nenek moyangnya (Anna dan Sharif) mempertemukannya dengan Omar Ghamrawi. Maka kedua kisah cinta yang terpisah selama satu abadpun terjalin dalam sebuah novel.
Lan Fang membuat novel di dalam novel dengan gaya yang berbeda. Melalui jalinan kisah asmara yang dewasa antara Fung Lin (seorang wartawan yang sedang menulis novel) dengan Ari dan Rafi – keduanya adalah anggota dewan, Lan Fang menempatkan kisah kedua sebagai draf novel Fung Lin yang belum jadi. Draft novel ini berkisah tentang Ngatinah, gadis desa yang menjadi pembantu keluarga Ng Yau Man yang ibunya sakit stroke. Pada akhirnya Ngatinah - atas rekomendasi dari Yau Man, menjadi koresponden majalah di Hong Kong. Melalui kisah Ngatinah Lan Fang membeberkan kondisi TKI di Hong Kong.
Novel ini tak berbeda dari novel-novel Lan Fang lainnya yang mengambil tema kisah kasih beda latar belakang. Kisah dibangun melalui Fung Lin yang meminta pendapat dari Ari dan kemudian Rafi tentang draft novelnya. Pertemuan-pertemuan yang ‘kebetulan’ namun betul-betul bukan sebuah kebetulan. Lan Fang mengekploitasi rasa melalui kalimat-kalimat yang tak terucapkan dalam dialog.
Lan Fang berhasil menggarap tema politik (anggota dewan) dengan dingin dan rapi melalui tokoh Ari dan Rafi. Politik itu penuh cinta. Sedangkan pengembaraan jiwa perempuan keturunan Cina yang tidak berminat membangun toko kelontong, dan jatuh cinta kepada lelaki yang beda latar belakang, berhasil digambarkan dengan baik oleh tokoh Fung Lin.
Dibanding kisah Fung Lin, kisah Ngatinah terasa lurus dan hambar. Apakah Lan Fang sengaja membuatnya demikian, karena setting kisah Ngatinah ini adalah draf novel yang belum selesai? Atau sebenarnya Lan Fang pernah membuat novel tentang TKI di Hong Kong namun dia tidak puas, sementara mau dibuang sayang? Sehingga akhirnya calon novel tersebut dimasukkan menjadi novel di dalam novel? Sayangnya kita tak akan mendapat jawaban tentang pertanyaan saya tersebut. Sebab Lan Fang telah lebih dulu bertemu sang Khalik pada malam natal tahun 2011. Meski Lan Fang “belum siap untuk mesra dengan kematian, walau hanya di dalam fiksi” (hal 355).
Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.