x

Warga Tangerang Selatan mengurus mendaftar kepersertaan BPJS dengan mendatangi kantor pelayanan terdekat. MARIFKA WAHYU HIDAYAT

Iklan

Tasroh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memberantas Bisnis Pemalsuan

Setelah kasus vaksin palsu, pemerintahan Jokowi kini dihadapkan pada ancaman pemalsuan kartu BPJS

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah kasus pemalsuan vaksin yang kini belum klar juga, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kini sedang dihadapkan pada ancaman serius bisnis pemalsuan public goods yang mulai marak. Antara lain kasus pemalsuan kartu BPJS Kesehatan di Cimahi dan Kota Bandung yang mencapai sebanyak 2.721 kartu yang kini sedang diselidiki oleh Bareskrim Polri.

Belum lagi klar kasus pemalsuan kartu BPJS Kesehatan, secara mengagetkan ditemukan 235 pemakaman di wilayah DKI Jakarta terbukti ‘palsu’ dan fiktif karena setelah dicek dan dibongkar, ratusan pemakaman tersebut ternyata ‘bodong’ tak berpenghuni. Pemprop DKI jakarta, melalui Gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) langsung beraksi dengan memecat 280 PNS dan puluhan pekerja pemakaman kontrak dan kini juga sedang diselidiki oleh penegak hukum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekali lagi kasus pemalsuan pemakaman belum juga klar, di ujung jawa, Surabaya, pemprop Jawa Timur berteriak-teriak bahwa di sejumlah daerah ditemukan kartu pintar palsu sebanyak 253 buah di Blitar dan Jember (Jawa Pos, 20/7/2016). Kartu pintar yang dibagikan dengan pengendali Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang bekerja sama dengan Pemprop Jawa Timur itu diduga ‘dipalsukan’ oleh oknum tak bertanggungjawab.

Jika dirunut jauh sebelumnya, kasus-kasus pemalsuan yang tergolong produk publik milik negara (public goods) itu sebenarnya sudah lama berkembangbiak selama puluhan tahun. Sebelumnya kita juga sudah sering mendengar kasus pemalsuan uang, pemalsuan dokumen negara lainnya (KTP, KK ) hingga pemalsuan ijasah dan dokumen perizinan usaha lainnya yang belum juga tuntas hingga kini.

Belum lagi kasus-kasus pelamsuan public goods lainnya, seperti dokumen-dokumen putusan pengadilan bahkan kini beredar kabar bahwa dokumen ‘aspal’ juga melanda kalangan birokrasi. Mulai dari pemalsuan masa kerja PNS, pemalsuan riwayat pendidikan dan bahkan pemalsuan putusan pengadilan dan kejaksaan. Seperti ramai diberitakan media, tertundanya 10 terdakwa kasus narkoba yang ditunda dihukum mati juga ternyata terdengar santer kabar bahwa banyak putusan bukti dan fakta hukum selama proses penyidikan dan penyelidikan yang ‘diduga’ dipalsukan yang merugikan para terdakwa.

Tegasnya, aneka kasus pemalsuan diberbagai bidang kehidupan tersebut memang selama puluhan tahun tak mampu dituntaskan oleh berbagai pihak terkait, khususnya aparat penegak hukum dan regulator/pemerintah berkuasa. Bahkan seperti disebutkan pakar ekonomi, Ikhsanudin Noorsy (2016), aneka pemalsuan public goods yang nota bene merupakan barang produk negara itu sudah lama menjadi ‘ladang bisnis’ bagi berbagai kalangan, mulai dari kalangan swasta/masyarakat luas hingga birokrasi dan pejabat negara. Bisnis pemalsuan produk-produk negara tersebut sekaligus mengindikasikan bahwa sedang terjadi ‘kesesatan bisnis’ di negeri ini, sekaligus merefleksikan lemahnya wibawa negara di mata publik.

Seiring dinamika bisnis berbagai bidang yang terus menggeliat, produk-produk yang merupakan public goods selama ini memang diakui belum mampu mencegah para penjahat pemalsuan menghentikan aksi busuk-jahatnya. Bahkan terjadi tren pemalsuan public goods yang sudah merambah ke berbagai bidang kehidupan. Dulu hanya terdengar kasus uang palsu, ATM palsu atau BBM oplosan, kini sudah merambah ke kartu BPJS Palsu, Kartu Pintar Palsu, bahkan belakangan muncul vaksin palsu hingga obat dan makanan palsu seperti oplosan daging sapi yang masih melangit yang dipalsukan dengan daging celeng, atau baksu daging kambing yang dioplos dengan bakso daging tikus dan anjing seperti ditemukan di Malang dan Medan (Koran Tempo, 21/72016).

Diberantas Bersama

Pakar bisnis China, Chen Hwan, yang pernah menulisa tentang maraknya pemalsuan produk-produk ‘milik negara’ China dalam Beyond Public Goods (2009) yang beredar di pasar China menyebutkan bahwa seiring dengan spirit bisnis yang berkembang di suatu negara yang belum dibarengi dengan sistem dan model pengawasan dan pengendalian negara yang modern dan update, disamping menunjukkan tren positif bagi dunia bisnis itu sendiri, terntara juga mendorong berkembangnya ‘bisnis pemalsuan’.

Bisnis pemalsuan bahkan kini berkembang meluas di pasar-pasar global, mulai dari pemalsuan produk-produk di bidang elekronika, automobile/kendaraan, produk pangan dan obat-obatan yang merupakan produk sehari-hari, tetapi juga merambah ke produk-produk yang dihasilkan dan dikuasai oleh negara. Pemalsuan BBM, pemalsuan pulsa, pemalsuan kartu ATM, uang hingga dokumen negara sudah jamak terjadi diberbagai negara.

Maraknya tindak pemalsuan public goods seperti disebutkan Hwan terjadi karena tiga hal. Pertama, produk-produk tersebut dinilai mudah ditiru-palsukan karena material dan bahan produk yang mudah didapat dimana-mana seiring dengan perkembangan teknologi. Produk milik negara, dalam bentuk kartu chip atau berbahan plastik, kini menjadi produk yang paling mudah dipalsukan karena bahan baku produk tersebut mudah didapat di banyak tempat dengan harga murah. Atas dasar hal tersebut, memalsukan produk negara seperti ‘kartu pintar’ atau kartu BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, ATM atau dokumen negara lainnya, kini mudah sekali didapatkan dengan harga murah tanpa perlu banyak campur tangan teknologi. Karena mudahnya mendapatkan material ini, tak heran apabila berkembang pula pemalsuan plat kendaraan, atau pemalsuan stempel instansi negara/pemerintah yang kini dapat diproduksi secara bebas mulai dari kalangan atas-elite hingga di pinggir jalan.

Kedua, lemahnya database instansi negara karena tata kelola public goods yang hanya berbau politik. Sudah jamak terjadi di banyak negara, ketika demokratisasi politik merebak dimana-mana, banyak aktor politik yang mulai menjual produk kampanye dengan produk-produk negara atas nama kemudahan operasional sesuai kebutuhan rakyat. Misalnya, ketika kampanye politik terjadi, banyak aktor politik yang menjanjikan kemudahan layanan publik kepada rakyatnya dengan menggunakan kartu saksi aneka kebutuhan. Awalnya kampanye Jokowi-Ahok ketika menjadi Gubernur DKI, membanjiri warga DKI dengan sistem dan model ‘kartu sakti’ yang kemudian berkembang luas dengan produk ‘kartu pintar’, (untuk dokumen rakyat tak mampu dalam pembiayaan pendidikan), kartu sehat (untuk dokumen warga tak mampu biaya kesehatan), kartu sejahtera (untuk warga yang tak mampu secara ekonomi dengan subsisi negara) dan belakangan berkembang aneka jenis kartu-kartu lainnya, misalnya kartu petani, kartu nelayan dan lain sebagainya. Regulator lupa bahwa kartu-kartu model demikan yang dibuatsebarkan tanpa pelibatan sistem teknologi informasi yang tuntas mudah disalahgunakan, hingga dipalsukan.

Ketiga, terputusnya sistem pembuatan, pembagian dan pengawasan-pengendalian yang terintegrasi. Ditengah mudahnya teknologi dikuasai oleh oknum tak bertanggungjawab di luar regulator, pemerintah melalui pejabat terkait justru lupa ketika mengeluarkan kebijakan pengembangan model ‘kartu sakti’ diatas. Padahal semestinya bersamaan dengan perluasan penggunaan ‘kartu sakti’ (yang memang murah dan mudah didapat), pemerintah/regulator juga harus mampu membangun jejaring interkoneksi antara kewenangan pembuat kartu (pemerintah) dengan model pengawasan-pengendaliannya. Di Jepang, misalnya, ‘satu kartu’ bernama inkan dengan dilengkapi kode-kode ‘rahasia negara’ yang menjadi hak dan kewajiban setiap warga Jepang, tak mungkin bisa dipalsukan atau anti disalahgunakan oleh pihak yang tak kepentingan, karena dalam kartu ‘sakti’ tersebut sudah dirancangbangun dengan sistem teknologi anti pemalsuan dan anti penyalahgunaan. Setiap kartu mulai dari jenis kartu KTP, ATM, hingga aneka kartu berbahan baku plastik-sintesis lainnya, didesain dengan teknologi tinggi yang sudah terkoneksi secara terpusat dalam database dokumen negara. Mulai dari pemasangan chip dan kode-kode/sandi khusus yang hanya dapat dibaca oleh yang berkepentingan dan hanya dapat dimanfaatkan oleh yang berkepentingan sesuai haknya.

Tetapi berkaca pada kasus pemalsuan kartu sehar, kartu pintar, hingga produk-produk yang menjadi ‘kuasa negara’ di Indonesia, sungguh miris dan memalukan. Negara melalui aparaturnya belum mampu bekerja sinergis dan tuntas mengatasi bisnis pemalsuan dan disaat bersamaan belum muncul kesadaran baru regulator untuk menciptakan publik goods yang benar-benar good, baik untuk membangun kerahasiaan negara hingga kewibawaan negara.

Maka benar seperti disebutkan budayawan MH Ainun Nadjib bahwa bisnis pemalsuan public goods akan mudah dan marah dimasa depan, dan menjadi ancaman serius negara/pemerintah jika dibiarkan tanpa upaya pencegahan dan pemberantasan yang memadai. Untuk alasan tersebut, sebelum rakyat menjadi korban dan kerugian negara tak terhingga sudah selayaknya pemerintah dan instansi negara untuk bekerja keras membangun sistem pencegahan dan pemberantasan bisnis pemalsuan secara massif dari pusat hingga daerah. Tim-tim pengawasan di berbagai bidang harus didorongkembangkan untuk bekerja serius dan tuntas mengawasi dan menegakkan hukum di lapangan agar bisnis pemalsuan bisa dicegah-berantas secara tuntas. Dalam kontens ini, keterlibatan rakyat/publik, termasuk media, menjadi strategis untuk bersama-sama mengawal, mengawasi dan memonitor proses peredaran dan penggunaan public goods tersebut agar bisnis pemalsuan dapat dihentikan. Pencegahan dan pemberanasan binsis pemalsuan yang sudah demikian sistemik ini memang butuh kerja keras ini memang butuh kolaborasi lintas stakeholders, agar negara dan rakyat Indonesia ke depan terbebas dari aneka pemalsuan yang merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara.**

 

 

Tasroh,S.S,.MPA,.MSc

PNS di Pemkab Banyumas

Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Japan

Ikuti tulisan menarik Tasroh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini