x

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Hasan Bisri memberikan penghargaan Predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (22/7). Predikat Opini Wajar Tanpa Pengec

Iklan

Teuku Rahmad Danil

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Demam Opini WTP di Aceh

ada fenomena baru di media massa, yaitu munculnya iklan ucapan selamat kepada yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah Aceh dan beberapa  kabupaten/kota sedang bereuforia setelah sukses mendapat opini dan penghargaan tata kelola keuangan yang baik dari BPK RI yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk pertama kalinya dan beberapa daerah juga baru pertama kali meraih predikat dan supremasi tertinggi dari lembaga Negara , BPK RI. Seperti Pidie Jaya beberapa bulan yang lalu, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Aceh Jaya  dan beberapa daerah lainnya untuk laporan keuangan tahun 2015.

Sukses meraih gelar WTP yang oleh pemerintah Aceh dan beberapa kabupaten/kota dipublikasi besar-besaran di media lokal di Aceh dan beberapa ucapan selamat dan berbagai instansi pemerintah, tentu ini bukan berita biasa yang didapatkan wartawan tetapi merupakan iklan layanan masyarakat dari instansi pemerintah yang mendapat gelar tersebut, buktinya informasi meraih WTP itu dimuat di adventorial, otomatis disitu adalah berita berbayar atau iklan dan semua daerah di Aceh sedang “demam” meraih opini WTP. Dan hal ini wajar supaya masyarakat mengetahui informasi tersebut atas capaian pemimpin dan daerah masing-masing.

Belakangan ini, ada fenomena baru di media massa, yaitu munculnya iklan ucapan selamat kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atas opini Wajar Tanpa Pengecualian(WTP) yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). Predikat ini seolah-olah membanggakan dan harus diketahui masyarakat, begitu pesan yang disampaikan. Bagi yang belum memahami kriteria pemberian opini, predikat itu  bisa menjadi pencitraan positif, bahwa roda pemerintahan telah dikelola secara akuntabel bahkan bisa jadi terbebas dari korupsi.

Pemberian opini merupakan bentuk apresiasi dari BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan, disamping pemberian rekomendasi lainnya. Laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Permasalahan yang menghambat belum diperolehnya opini WTP beragam. Khusus terhadap LKPD, masih terkait dengan pengelolaan kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, serta secara mayoritas disebabkan karena pengelolaan aset tetap yang belum akuntabel. Selanjutnya Permasalahan aset tetap Pemerintah Daerah pada umumnya terkait adanya barang milik daerah (BMD) tidak dicatat, BMD yang tidak ada justru masih dicatat, BMD dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Kedepan diprediksi bakal terjadi ditahun-tahun yang akan datang, euforia untuk memperoleh opini WTP dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi isu yang santer di kalangan Bupati, Walikota, Gubernur, dan Menteri bahkan sampai Presiden. Ini semua terkait dengan target pemerintah, bahwa pemerintah daerah target meraih opini WTP harus mencapai 60%.

Namun benarkah dengan raihan WTP dari BPK RI, praktik korupsi dan KKN lainnya sudah tidak ada lagi di setiap instansi pemerintahan? tidak bisa dikesampingkan peran dan fungsi dari BPK RI.. Karena, dari hasil pemeriksaannya seharusnya bisa memberikan rekomendasi yang mengarah pada perbaikan sistem dan bukan hanya mengungkap “keberhasilan” karena menemukan kerugian negara trilyunan rupiah. Kesalahan yang fundamental bisa diatasi dengan perbaikan sistem. Oleh karena itu, dengan pemeriksaan reguler tahunan yang dilakukan sudah sewajarnya BPK dapat memastikan bahwa perbaikan sistem atas rekomendasi yang diberikan tahun-tahun sebelumnya telah ditindaklanjuti.

Menjadi tugas kita bersama untuk mencegah praktik perburuan opini dengan menghalalkan segala cara. Apalah jadinya kalau pemberian opini WTP itu hanya akan menjadi komoditas untuk meningkatkan gengsi para pejabat publik dalam menjalankan amanah yang diberikan rakyat. Namun praktik korupsi masih merajalela?

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan  APBD berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (Tim Penyusun Modul Program Percepatan Akuntabilitas Pemerintah, 2010:1). Akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan saat ini telah menjadi salah satu indikator kinerja Pemerintah Daerah. Opini WTP menjadi tujuan dalam pengelolaan keuangan publik sebagai tuntutan reformasi birokrasi.

Opini WTP menjadi salah satu indikator yang mencerminkan keberhasilan reformasi birokrasi pada Pemerintah Daerah bersangkutan. Akuntabilitas dan transparansi menjadi budaya tanggung jawab penggunaan anggaran negara perlu terus dikembangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik kepada masyarakat luas. Laporan keuangan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat - Daerah merupakan gambaran akuntabilitas penggunaan dana yang berasal dari anggaran negara, dengan semakin baik dan bertanggung jawab dalam penggunaannya, maka BPK akan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan yang diperiksa (Firmanzah, 2012).

Opini audit BPK berupa Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah menjadi obsesi seluruh pimpinan kementerian/lembaga/daerah, bahkan untuk mencapai opini tersebut, beberapa kepala daerah bahkan rela mengeluarkan uang suap kepada tim BPK agar daerah mereka mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian tersebut, dibuktikan dengan terungkapnya kasus dua orang auditor BPK perwakilan Jawa Barat yang divonis masing-masing empat tahun penjara karena menerima suap ratusan juta dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi. Uang suap itu diberikan agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi meraih opini audit WTP

Hal inilah yang bertolak belakang dengan tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Menurut Suaedy (2011) pemberian opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan adalah sebuah apresiasi dari BPK RI terhadap instansi pemerintah yang telah melakukan pengelolaan keuangan dengan baik. Jadi seharusnya mengejar WTP bukan semata untuk tujuan jangka pendek, namun lebih sebagai upaya untuk membudayakan rasa tanggung jawab dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.    Sementara itu kurangnya pemahaman atas opini WTP juga tampak dari pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan keheranannya mengenai laporan BPK tentang adanya potensi kebocoran keuangan daerah sebesar kurang lebih Rp 400 miliar di sektor fasilitas umum dan fasilitas sosial meskipun BPK telah mengeluarkan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan penggunaan anggaran pemerintah daerah (Rahardjo, 2012).

Hal serupa tidak hanya terjadi pada DKI Jakarta saja, namun Banyak daerah lain yang laporan keuangannya memperoleh pendapat WTP, tetapi kemudian dilaporkan adanya penyimpangan anggaran (www.shnews.com).   Meskipun opini WTP tidak berkaitan dengan ada atau tidaknya kasus korupsi dalam suatu kementerian/lembaga, namun fakta di lapangan mengenai temuan kasus korupsi menjadi ironi bagi tren kenaikan kualitas opini WTP beberapa tahun terakhir ini. Kasus pada Kementerian Agama, dimana pada bulan juni 2012 BPK memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan  Kementerian Agama, namun beberapa bulan kemudian KPK mengungkap kasus korupsi pengadaan Al quran di kementerian tersebut. Begitu juga dengan kasus hambalang, pada saat Kementerian Pemuda dan Olahraga memperoleh opini WTP  tahun 2011, namun juga terdapat temuan dengan potensi kerugian negara sebesar miliaran rupiah, dan masih ada beberapa kejadian serupa pada institusi lainnya.

            Pemeriksaan keuangan bukanlah ditujukan untuk menemukan kecurangan atau korupsi pada Kementerian tersebut. Karena pemeriksaan keuangan hanya ditujukan untuk memastikan apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Sebagaimana disampaikan oleh ketua BPK, Hadi Purnomo (2012) bahwa: “laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan termuat dalam tiga buku, yaitu buku laporan yang memuat opini atas laporan keuangan, buku laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan buku laporan kepatuhan atas sistem pengendalian intern (SPI). “Ketiganya harus dibaca keseluruhan dan bersama-sama. Tidak bisa hanya membaca laporan yang memuat opini, sementara mungkin dalam laporan yang lain ada permasalahan, termasuk adanya temuan berindikasi korupsi”.

          Maka dalam memaknai opini WTP perlu didasarkan pada pemahaman mengenai, jenis pemeriksaan BPK, tujuan pemeriksaan Laporan Keuangan dan isi dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan. Dengan pemahaman atas tiga hal tersebut maka kita akan memahami makna opini tersebut dengan lebih terbuka, dalam arti tidak mudah terbuai dengan raihan opini WTP sebelum melihat laporan atas efektifitas SPI (sistem pengendalian internal) serta laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana penegasan Hadi Poernomo (2012) bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tidak menjamin bahwa suatu entitas tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Dengan pemahaman yang tepat atas berbagai jenis pemeriksaan keuangan dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, maka penyusunan LKPD akan menjadi lebih bersih dari hal-hal yang bersifat memanipulasi LKPD tersebut dan tidak menjadikan opini WTP sebagai suatu yang sakral, yang bisa mengaburkan hal-hal yang lebih material. Pemahaman yang tepat atas pemeriksaan keuangan akan menghindarkan kesalah pahaman dalam memaknai opini WTP, dimana kesalahanpemahaman tersebut akan membuat bias tujuan penyusunan laporan keuangan sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas pemerintah kepada publik.

         Fenomena di atas dapat terjadi karena karakteristik akuntansi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat komplek. Banyak komponen yang mempengaruhi organisasi sektor publik yang meliputi faktor ekonomi, politik dan kultur (Mardiasmo, 2009:3). Salah satu pengaruh faktor politik dalam akuntansi sektor publik dapat mempengaruhi independensi auditor, contohnya keinginan politisi yang ada dalam lingkungan pemerintahan, dalam menghadapi persaingan mungkin mereka mendesak auditor untuk mengeluarkan laporan audit yang diinginkan (Deis dan Giroux, 1992 dalam Mardiasmo, 2006).

Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi yang sudah ditetapkan sebelumnya dan dilaporkan ke masyarakat maka akuntabilitas pemerintah yang buruk akan berkonsekuensi dengan tuntutan masyarakat untuk penggantian pejabat di pemerintahan (Mardiasmo, 2006) dalam kondisi politik yang tidak baik, akuntabilitas akan digunakan sebagai pencitraan keberhasilan di lingkungan organisasi mereka, dan seringkali mereka berupaya untuk mati-matian memperoleh opini WTP dan digunakan sebagai signyal untuk menutupi kelemahan dari sisi kinerja. Pemahaman yang kurang dari makna opini WTP akan membuat beberapa pihak rancu dalam memahami akuntabilitas. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan opini auditor terhadap Laporan Keuangan Pemerintah adalah sebagai berikut. Penelitian (Rahmanti dan Prastiwi, 2006) menyimpulkan bahwa kelemahan SPI menjadi faktor yang cenderung menyebabkan auditor untuk memberikan opini disclaimer. Kemudian dalam penelitian (Setiawan, 2012) menunjukkan bahwa opini audit,

Fenomena Ahok.

            Masih segar dalam ingatan bagaimana Gubernur DKI Jakarta, Ahok yang berseteru dengan BPK, pada kasus Rumah Sakit Sumber Waras, Ahok berani menyebut laporan BPK ngaco atau kacau. Satu-satunya Gubernur yang berani “melawan” BPK  dan tidak takut kalau laporan yang disajikan benar oleh Pemerintah DKI Jakarta maupun jika temuan BPK benar adanya. Ujung-ujungnya  Ahok dengan menyerang balik BPK. Ahok kemudian mengungkit kebiasaan lama BPK yang memberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WDP) kepada berbagai daerah namun kepala daerahnya terbukti korupsi. Aksi melawan Ahok itu membuat BPK kebakaran jenggot. Ahok diingatkan oleh berbagai pihak agar tidak melawan BPK karena  melawan BPK itu sulit sekali.

Karena hanya lewat laporannya maka hampir dipastikan orang tersebut menjadi tersangka. Selama ini KPK dan pihak penegak hukum lain selalu menjadikan hasil audit BPK itu sebagai dasar penyidikan berbagai kasus-kasus korupsi. Akan tetapi Ahok tetap teguh. No kompromi. Karena Ahok yakin bahwa apa yang dia lakukan di Sumber Waras sudah benar dan merasa bahwa tidak ada uang satu rupiah pun yang dia korupsi,  maka Ahok pun terus menantang para petinggi BPK agar membuka laporan kekayaan mereka kepada publik. Perseteruan Ahok vs BPK DKI pun melebar menjadi perseteruan Ahok vs BPK pusat. BPK pusat pun kemudian menganggap Ahok melawan dan mengancam reputasi mereka.

            Karena laporan audit investigasi BPK dapat dijadikan sebagai satu alat bukti di pengadilan, maka biasanya aparat hukum lebih mudah menersangkakan orang. Dalam undang-undang pemberantasan korupsi, ada dua pasal karet yang bisa dengan mudah menjadikan orang tersangka, yakini pasal memperkaya orang lain dan pasal membantu perbuatan jahat. Dua pasal ini membuat para penegak hukum gampang sekali menersangkakan orang termasuk Ahok pada kasus Sumber Waras. Itulah fenomena Ahok yang berani tampil di depan melawan kebiasaan lama dan tidak ada toleransi jika bawahan maupun lembaga super body tidak benar dan kacau.

Gaya kepemimpinan Ahok atau gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama dalam hal pengelolaan pemerintahan yang baik dan benar, terlepas dia bukan muslim dan gaya pemerintahannya dianggap berhasil dan ada aksi nyata kepada masayarakat ibu kota. Dia tidak segan-segan berhadapan dengan DPRK Jakarta dalam ini diwakili oleh haji Lulung cs.  Ahok dianggap berhasil menjalankan tata kelola pemerintahan yang transparan dan jujur dengan sistim E-Government, E-Budgeting dan E-Muresbang. Sehingga tidak celah untuk tilep-tilep, manipulasi anggaran, pembengkakan apalagi pemborosan seperti  yang dilakukan oleh pemerintah Aceh bersama DPRA selama ini, konon lagi ada jalan-jalan ke luar negeri di lima Negara dan empat benua.

            E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi. E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.

            Kiranya kedepan Pemerintah Aceh dapat mengaplikasikan dan menerapkan Terapkan E-Goverment dan E-Budgeting, sehingga lebih transpransi dan akuntabel dalam pengelolaan tata keuangan pemerintahan Aceh.

WTP Era Zaini Abdullah

            Opini WTP yang diberikan BPK kepada pemerintahan Zaini Abdullah merupakan bukti wujud pemerintah bersih dalam hal pengelolaan keuangan Aceh. Namun kita tunggu bebrapa bulan atau tahun siapa saja yang jadi tersangka baik di Kepolisian, Kejakasaan maupun di KPK nantinya. Pemerintah Zaini Abdullah dinilai oleh KPK telah melakukan berbagai upaya perbaikan sehingga layak memperolah opini WTP. Berbagai perbaikan berupa penyajian keseluruhan persediaan habis pakai yang dilengkapi dokumen serahterima kepemilikan kepada masyarakat di kabupaten/kota serta penyajian nilai investasi nonpermanent sesuai metode rate presionable value.  Pemerintah Aceh juga telah menyajikan nilai investasi permanen dengan metode ekuitas serta melakukan inventarisasi asset tetap dan berhasil menyusun qanun dana cadangan. Pemerintah Aceh juga telah menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait utang pajak tahun 209 dan 2010.

            BPK menilai, Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Zaini telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan, perundang-undangan, dan efektivitas sistim pengengendalian internal.

            Opini BPK merupakan sejarah baru dalam penyelenggaraan administrasi keuangan pemerintahan Aceh. Sebelumnya pemerintah Aceh belum pernah meraih opini pelaporan keuangan dengan presidat WTP. Gubernur meyakini, prestasi yang diberikan secara professional oleh BPK bisa menjadi pemicu semangat kerja SKPA untuk bekerja lebih baik, jujur dan transparan dalam rangka mewujudkan sistim pemerintahan Aceh yang baik dengan menerapkan prinsip clean government dan good government. Opini BPK juga menjadi sebagai gambaran peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan akuntabel.

            Koordinator GeRAK Aceh menyebutkan WTP yang diberikan oleh BPK merupakan sejarah baru sejak pemerintahanan Aceh berdiri dan mengapresiasi keberhasilan Zaini Abdullah dalam memimpin pemeintahannya sehingga bisa meraih WTP, ini menjadi pemicu dan dorongan untuk pemerintahan Aceh yang semakin baik, taat aturan serta bagus dalam pengelolaan keuangan dalm mengelola anggaran yang begitu besar. 

Seyogianya raihan opini tersebut bukan hanya sekedar prestasi sesaat dari pemerintah Aceh, daerah dan dinas-dinas terkait saja, dan bukan untuk kepentingan politik pada pilkada 2017 mendatang,  masih banyak persoalan kemasyarakatan dan kemaslahan masyarakat yang perlu segera di benahi dan dilayani dinas-dinas yang ada di dalam suatu pemerintahan daerah untuk kepentingan rakyat dan negara. Semoga jangan sampai setelah masa dana otsus selesai yang akan berakhir tahun  2027, banyak para pejabat,elite politik dan kelompok-kelompok pendukunganya yang hidup mewah puluhan tahun yang akan datang. Merupakan hasil dari bisnis untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang dikerjakan dan dinikmati selama masa otsus tersebut untuk memperkaya diri  yang akan diduga kuat didanai dengan uang rakyat. Akan memetik hasil dan mendekam dipenjara di hari tuanya.  Semoga !

 

Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Auditor

Ikuti tulisan menarik Teuku Rahmad Danil lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB