Masih hangat dalam ingatan kita beberapa waktu lalu dua orang anggota DPR RI berulah di Amerika Serikat dengan selfie bersama kandidat calon presiden AS, dan bahkan menyatakan dukungannya. Meski dinyatakan melakukan pelanggaran etik oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), namun hanya diberikan sanksi teguran. Belum lama ini, salah seorang anggota DPR RI juga berulah dengan meminta layanan khusus kepada keluarganya yang berkunjung ke AS. Sungguh sanggat ironi, kalau kemarin kita sibuk dengan ulah “tuna moral” pejabat negara yang seperti tak kenal malu menelan uang rakyat dengan KKN, belum lagi penyakit itu berhasil diobati, kini krisis nasonalisme melanda pejabat negara. Entah apa yang mau kita katakan dengan Bung Karno dan Bung Hatta di hari kemerdekaan yang ke 71 dengan moralitas dan nasionalisme demikian.
Hari ini kita kembali dikejutkan dengan terbongkarnya dwikewarganegaraan Menteri ESDM Archandra Tahar yang belum sebulan ini dilantik. Kejadian ini membuktikan kompleksnya masalah di negeri ini. Pengangkatan ini menunjukkan tandusnya nasionalisme Archandra Tahar, sekaligus menunjukkan kecerobohan Presiden Jokowi (beserta stafnya) dalam mengambil kebijakan. Bukannya mengakui kesalahan dan mengambil tindakan bijak, Archandra Tahar malah mencari apologi untuk membela dirinya. Akhirnya senin malam tanggal 15 Agustus kemarin, Presiden Jokowi mengeluarkan surat pemecatan atas dirinya, meskipun tidakan ini tidak mengubah kekecewaan publik terhadap presiden.
Pengangkatan Archandra Tahar ini setidaknya melanggar tiga bidang hukum sekaligus, yaitu hukum pidana, hukum tata negara, dan hukum administrasi negara. Pertama Hukum Tata Negara, dalam perspektif hukum tata negara pengangkatan seorang pejabat harus merupakan warga negara asli Indonesia, apalagi sebagai seorang menteri yang kedudukannya adalah pembantu presiden dan bertindak atas nama presiden. Kedua Hukum Administrasi Negara, dalam perspektif hukum admnistrasi negara, pengangkatan seorang pejabat harus di sadari oleh asas kehati-hatian, agar seseorang yang akan di angkat benar-benar merupakan seseorang yang layak menduduki jabatan itu. Ketiga Hukum Pidana, Negara Indonesia adalah negara yang tidak mengakui asas kewarganegaraan ganda atau dwikewarganegaraan. Oleh karena itu, pada saat seseorang memutuskan untuk menjadi warga negara lain, maka secara otomatis ia telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Maka Archandra tahar saat diangkat sebagai menteri negara telah memberikan dokumen-dokumen palsu yang membuatnya diangkat menjadi menteri.
Tindakan pidana ini harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan dihadapan pengadilan, sementara berkaitan dengan pelanggaran terhadap Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara biasanya yang diberi sanksi adalah pejabat yang mengangkatnya. Sanksi itu dapat berupa pemecatan, penurunan jabatan, denda, atau yang lain.
Kita berharap kejadian memilukan yang demikian ini tidak terjadi lagi di negeri ini. Betapa tidak memilukan, dua hari menjelang negara kita merayakan hari kemerdekaan, kita ditampar oleh peristiwan yang menyayat nurani. Kita sama sekali belum merdeka dari sifat rendah diri, kebodohan, dan minder. Sehingga perayaan hari kemerdekaan hanya terlihat seperti fatamorgana yang sama sekali tak nyata.
Oleh: Despan Heryansyah
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum UII YOGYAKARTA
Penelitipada Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII
Ikuti tulisan menarik Despan Heryansyah lainnya di sini.