x

Iklan

PARDOSI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

In Memoriam: 50 Tahun Sintua Alusan Pardosi

Alusan Pardosi lahir di Parsoburan, 16 November 1921, anak pertama dari lima bersaudara, buah hati Sintua Levi Pardosi dan Ibunda Anit br Sianipar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Genap sudah 50 tahun Sintua Alusan Pardosi menghadap Sang Kuasa. Masih dalam usia muda, 45 tahun, ia meninggal dunia pada 31 Oktober 1966 di Sidamanik, di perumahan karyawan perkebunan teh milik PTP IV. Sintua Alusan Pardosi meninggalkan seorang istri, Ortilia Sabenna br Sianipar, 5 orang anak laki-laki serta 3 orang anak perempuan. Kendati meninggal dunia di Sidamanik, ia dikebumikan di pekuburan umum yang terletak di Jalan Laguboti, di Pematang Siantar, tak jauh dari rumah pribadinya di Jalan Toba.

Alusan Pardosi lahir di Parsoburan, 16 November 1921, anak pertama dari lima bersaudara, buah hati Sintua Levi Pardosi dan Ibunda Anit br Sianipar. Pada umur 24 tahun, ia menikah pada 16 November 1945, di kampung halaman istrinya, Sakkar Ni Huta, Balige. Sebagai anak seorang petani di masa penjajahan Belanda, Alusan termasuk beruntung karena mampu menempuh pendidikan hingga ke jenjang Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau setingkat SMP sekarang. Niat mau belajar dan cepat beradaptasi merupakan modal baginya sehingga diterima bekerja di PTP IV, Sidamanik, yang kala itu pejabatnya masih didominasi orang Belanda. Tidak ada lagi catatan sejak kapan Alusan tepatnya bergabung dengan PTP IV. Namun, sepak terjangnya masa itu masih terekam jelas dalam banyak koleksi foto yang masih tersimpan rapi di rumah pribadinya di Siantar.

Lantaran dipercaya menempati posisi cukup mentereng di Perkebunan, Alusan juga mendapat fasilitas kendaraan berupa mobil jeep bermerek Willys. Menurut cerita, mobil Willys itu selalu menghebohkan warga di Parsoburan, lantaran belum akrab dengan kendaraan roda empat secara langsung. Maklum saja, Parsoburan di era 1960-an masih sangat terisolir, yang untuk menempuh perjalanan darat sejauh 40 kilometer saja membutuhkan waktu dua hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam masa mudanya, Alusan Pardosi juga dikenal memiliki rasa kepedulian sosial yang cukup tinggi. Tak sedikit pemuda asal Parsoburan yang pernah merasakan perhatian Alusan Pardosi ketika mengadu nasib di Sidamanik. Perlakuan serupa juga ditunjukkannya kepada anak-anak Parsoburan yang menempuh pendidikan atau mencari pekerjaan di Siantar. Di kehidupan gerejawi juga begitu. Ia meneruskan gelar Sintua dalam tiga generasi berturut-turut, dimulai dari kakek hingga ayahnya, yang secara kebetulan pula ketiganya mempersunting boru Sianipar. Bahkan, dua anak laki-lakinya juga ikut mempersunting boru Sianipar.

Alusan Pardosi ditahbiskan sebagai Sintua di HKBP Sarimatondang, Emplacement Sidamanik, Resort Bahalgadjah, pada 9 September 1962. “Molo Mian Hamu di Bagasan Hatangku, Sintong Ma Hamu Siseanku/Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku (Johannes 8:31)”, begitu bunyi nats Alkitab yang tercatat dalam buku penahbisannya sebagai Sintua. Selain aktif sebagai pengajar sekaligus dirijen koor di gereja, Alusan bahkan tercatat sebagai pencetus berdirinya HKBP Sidamanik dan HKBP Bah Birong Ulu. Sayang, ia belum sempat merampungkan pembangunan HKBP Bah Birong Ulu, menyusul kepergiannya menghadap Yang Kuasa.

Kepergiannya memang tergolong mendadak, sebab sebelumnya ia tak pernah mengeluh sakit. Hanya dalam hitungan jam sepulang kerja, Alusan Pardosi menghembuskan nafas terakhirnya menjelang tengah malam. Sebuah kabar dukacita yang sangat mendalam bagi keluarga, terutama istri tercinta yang harus berjuang menghidupi kedelapan anaknya. Puji syukur, istri tercinta sukses melewati tantangan itu.

Sejak 1982, istri tercinta hijrah ke Depok, Jawa Barat, oleh ajakan anak-anaknya. Patut pula disyukuri, Ortilia Sabenna br Sianipar juga diberkati umur yang panjang hingga dipanggil Yang Kuasa pada Kamis, 26 April 2012, dengan usia 89 tahun. Ia dimakamkan di TPU Kalimulya, Depok, didahului prosesi adat saur matua dengan gelar Ompu Marojahan Boru. Suatu saat nanti, tempat peristirahatan terakhir bagi keduanya akan disatukan. In memoriam, Sang Legenda.

Ikuti tulisan menarik PARDOSI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu