Judul: HOS Tjokroaminoto
Penulis: Drs. Anhar Gonggong
Tahun Terbit: 1985
Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tebal: v + 114
ISBN:
Setelah memaparkan masa kecil Tjokroaminoto dan sekilas tentang kehidupan rumah tangganya, Anhar Gonggong membahas secara mendalam hubungan antara Sarekat Islam dengan Tjokroaminoto. Memang kehidupan politik Tjokroaminoto tak bisa dipisahkan dari kehidupan Sarekat Islam.
Dalam buku kecil ini Anhar Gonggong memberikan sekilas masa kecil Tjokroaminoto dan kehidupan keluarganya. Betapa peran istrinya begitu kuat dalam menunjang perjuangannya. Tjokroaminoto adalah sosok yang suka berganti-ganti profesi. Ia mengabaikan harapan orangtua dan mertuanya untuk berkarier di kepemerintahan. Hal tersebut menimbulkan perselisihan yang hebat dengan mertuanya. Perselisihan dengan mertuanya membuat Tjokroaminoto memilih untuk keluar rumah dan sempat menjadi kuli pelabuhan di Semarang. Perjuangannya terkuatkan oleh cinta istrinya yang tidak bersedia diceraikan oleh mertuanya. Pengalaman sebagai kuli pelabuhan tersebut sangat berguna kelak di kemudian hari dalam perannya membantu kaum buruh.
Sarekat (Dagang) Islam tak bisa dipisahkan dari tiga sosok penting, yaitu Tirtoadisuryo, Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto. Tirtoadisuryo adalah orang yang mula-mula mendirikan Sarekat Dagang Islam di Bandung. Karena tertarik dan merasa bahwa persatuan pedagang Islam bisa berguna dalam bersaing dengan pedagang Tionghoa di Solo, maka Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo. Namun Tjokroaminotolah yang mengubah perjuangan Sarekat Islam menjadi sebuah gerakan kemerdekaan. Pada era kepemimpinan Tjokroaminoto nama Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama ini membuat keanggotaan SI menjadi semakin luas. Dengan demikian peran politiknya juga semakin besar.
Dalam kiprah politiknya, SI mengalami pertentangan ideologi di dalam dan di luar. Di dalam organisasi, Semaun dan Tan Malaka membawa gerakan komunis ke dalam SI. Pertentangan ini begitu hebat sehingga akhirnya SI terpecah. Di luar organisasi, SI berdebat sengit dengan kelompok nasionalis, seperti Budi Utomo. Budi Utomo menganggap bahwa perjuangan Si bukan sekedar gerakan nasional, tetapi lebih mementingkan Islam. Meski pertentangan antara ideologi Islam, Komunis dan Nasionalis begitu kental, namun mereka tetap bisa seiring-sejalan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.
Dalam perjuangannya Tjokroaminoto bergulat dengan isu tanah, sosialisme dan nasionalisme. Ia begitu menentang praktik penyewaan tanah kepada perusahaan-perusahaan asing oleh pemerintah Hindia Belanda. Penyewaan tanah tersebut mengakibatkan rakyat kehilangan akses terhadap tanah dan menimbulkan kemiskinan. Ia menyarankan supaya pemerintah mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad, yaitu negara harus menguasai tanah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk pengusaha (kapitalisme).
Dalam hal sosialisme, pandangan Tjokroaminoto lebih dekat kepada pandangan Islam dan sosialisme ala India. Itulah sebanya ia dicurigai sebagai bagian dari Ahmadiah. Sedangkan dalam hal nasionalisme, pandangan Tjokromaninoto berbasis kepada nasionalisme Arab yang kemudian hari diikuti oleh Sukarno.
Buku ini dilengkapi dengan pandangan-pandangan para sahabat, musuh dan orang-orang yang mengenal dekat Tjokroaminoto. Kesan umum tentang beliau adalah pendiam, serius dan berkharisma.
Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.