x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bos Hebat Menginspirasi Anak Buahnya

Diperlukan keberanian untuk mengambil langkah berbeda bila ingin jadi pemimpin hebat, bukan sekedar pemimpin bagus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
 
“Faktor-X kepemimpinan yang hebat bukanlah sekedar kepribadian, tapi terutama kerendah-hatian.”
--Jim Collins

 

Chris Morling, pemilik bisnis money.co.uk, baru-baru ini dinobatkan sebagai ‘bos terbaik Inggris’ (tempo.co, 19 Januari, 06.10 WIB). Apa yang secara kasat mata dilakukan oleh Morling cukup lazim dipraktekkan oleh para ‘bos edan’: menyediakan tempat kerja karyawan yang menyenangkan (ruangannya ditata penuh gaya, bukan terkotak-kotak oleh sekat), makan siang gratis, fasilitas ‘pelepas ketegangan’ di kantor—bioskop, tempat berolahraga, bermain game, di antaranya.

Tindakan Morling itu dilandasi oleh visi yang jelas bahwa karyawan adalah aset organisasi yang paling berharga—lebih dari kapital finansial sekalipun. Mereka adalah human capital yang menjadi ‘otak’ organisasi, sedangkan uang, mesin, gedung adalah faktor produksi yang nilainya tidak sebanding dengan manusia. Sebagai business leader, Morling menempatkan human capital sebagaimana mestinya, memanusiakan karyawan dan tidak memberi atribusi pada mereka sebagai ‘faktor produksi’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagian penting dari manajemen kepemimpinan Morling ialah membangun komunikasi terbuka dengan siapapun yang ada dalam organisasi. Ia membuka diri kepada karyawan, bertanya tentang apa yang mereka inginkan, mendengarkan apa yang mereka perlukan, dan merasakan apa yang ada di hati mereka. Inilah komunikasi yang dilandasi oleh rasa empatetik pemimpin kepada anggota timnya, karyawannya.

Ruang komunikasi yang terbuka ini krusial demi tersampaikannya visi dan ide-ide pemimpin kepada timnya dengan lancar dan dipahami. Langkah ini merupakan bagian dari ikhtiar membangun ‘satu tim, satu visi’—sebagian pemimpin akan berkata ‘Ini visi saya, mau ikut atau tidak’. Dengan bertanya dan mendengarkan, karyawan akan merasa dilibatkan di dalam menyusun masa depan perusahaan, yang notabene berkaitan erat pula dengan masa depan masing-masing inidividu karyawan.

Dengan ikut terlibat, karyawan merasa bahwa tujuan hidupnya sebagai individu seiring dengan tujuan perusahaan, misalnya memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Kemauan Morling untuk mendengarkan suara karyawan sekaligus menunjukkan kerendah-hatiannya (humility) sebagai business leader—sebagaian leader cenderung bersikap 100% instruktif. Morling telah menunjukkan pula apa yang ia rasakan bahwa tanpa kerjasama dengan karyawan, ia seorang diri tidak akan mampu melakukan hal-hal yang hebat.

Menciptakan tempat menakjubkan sehingga produktivitas karyawan meningkat merupakan bentuk komitmen kepemimpinan. Sebagai pemimpin, ia memikirkan lingkungan kerja terbaik bagi timnya, dan lingkungan kerja yang menyenangkan sangat berpotensi menjadi stimulan bagi kerja kreatif dan produktif. Bagi karyawan, ini merupakan bentuk komitmen sekaligus kepercayaan pemimpin kepada mereka, dan karena itu mereka pun memercayai komitmen pemimpin dan merasa diberdayakan. Langkah ini lebih bagus dan impresif ketimbang yang instruktif.

Morling juga memberi bonus hingga lebih dari 45 persen dari gaji tahunan karyawan maupun liburan ke luar negeri. Memberikan insentif semacam ini memerlukan keberanian bertindak, sebab terkait dengan kondisi finansial perusahaan ke depan. Para pemimpin hebat—bukan hanya bagus—menempuh cara-cara yang berbeda dibandingkan sejawatnya.

Tindakan berbagi bonus bukan sekedar cara untuk memacu produktivitas karyawan, melainkan memperlihatkan kemauan Morling untuk berbagi keuntungan perusahaan. Sebagai pemilik bisnis, ia tidak mau ‘makan kenyang sendirian’. Terlebih lagi, bukan hanya para eksekutif yang menikmati bonus tahunan yang wah, tapi siapa saja yang memberi kontribusi terbaik bagi organisasi. Ia tidak mau bersikap seperti sering dijumpai di mana para eksekutif menentukan sendiri besaran bonus tahunannya.

Morling tampak memercayai karyawannya, memberi yang terbaik bagi timnya, berani dan berkomitmen, senang berbagi kebahagiaan dan nasib baik, dan memberdayakan anak buahnya. Di mata karyawan, tindakan pemimpin ini begitu inspiratif, dan dampaknya kepercayaan karyawan kepada pemimpin pun meningkat—ini intangible asset yang tidak kalah bernilai. Sebuah timbal balik yang kondusif bagi perkembangan bersama—organisasi maupun individu. (Sumber foto ilustrasi: roxanejoffe.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu