20 Tahun Swastanisasi Air:Solusi Palsu Salah Urus Jakarta
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBSwastanisasi pengelolaan air ini menciptakan diskriminasi dan ketidakadilan akses bagi masyarakat miskin.
20 Tahun Swastanisasi Air di Jakarta: Rakyat Terjebak Solusi Palsu Salah Urus Air Jakarta
Salah urus pengelolaan air Jakarta menyebabkan warga Jakarta kehilangan hak atas air. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) bersama warga Jakarta lainnya mengadakan Diskusi Publik pada tanggal 21 Maret 2017 dengan tema "Membongkar Solusi Palsu Salah Urus Air Jakarta".
20 tahun pengelolaan air di Jakarta saat ini dikuasai oleh pihak swasta yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) dan PT AETRA Air Jakarta (AETRA). PALYJA menguasai pengelolaan air di wilayah Barat dan Utara Jakarta sementara AETRA menguasai pengelolaan air di wilayah Timur dan Selatan Jakarta. Putusan Gugatan Warga Negara tertanggal 24 Maret 2015 lalu, secara jelas memutuskan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) privatisasi air Jakarta adalah perbuatan melawan hukum sekaligus melanggar norma hak atas air.
Arman Manila, Sekjen KIARA menegaskan "Hari ini dengan adanya privatisasi air Jakarta, masyarakatlah yang merasakan dampak langsung. Misalnya nelayan di Marunda Kepu harus menghabiskan uang sebesar Rp 500.000 untuk bisa mendapatkan air bersih. Artinya negara salah urus dalam mengelola air Jakarta, terlebih lagi pemerintah menggelontorkan solusi palsu yaitu rencana proyek raksasa pembangunan tanggul dan reklamasi pantai utara Jakarta"
Sigit Budiono, dari KRUHA menyebutkan "Pemerintah pusat justru mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi dengan mendasarkan alasan-alasan administratif tanpa melihat substansi putusan MK yang keluar satu bulan sebelumnya. Saat ini warga Jakarta masih menunggu putusan MA, yang sudah kurang lebih dari satu tahun belum juga memutuskan bagaimana pelayanan air di Jakarta seharusnya di kelola."
Swastanisasi pengelolaan air ini menciptakan diskriminasi dan ketidakadilan akses bagi masyarakat miskin. Pelayanan yang buruk dan kualitas air yang rendah sangat berdampak khususnya bagi masyarakat miskin kota, terlebih lagi bagi perempuan yang paling banyak bersinggungan dengan penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga, seperti mencuci, memasak, ataupun untuk mandi anak.
Elasari, Ketua Solidaritas Perempuan Jabotabek mengatakan, "berdasarkan hasil pemantauan yang kami lakukan bersama perempuan di 5 wilayah di Jakarta menunjukan faktanya Jakarta masih menghadapi permasalahan krisis air yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Selain dihadapkan pada kondisi air yang keruh, berwarna, berbau, kotor dan/atau berasa, warga Jakarta masih dihadapkan pada rendahnya debit pasokan air serta kontinuitas ketersediaan. Keterlibatan operator swasta tidak menunjukkan manfaat dalam pengelolaan air, justru ancaman krisis air tetap terjadi."
Menjelang 20 tahun adanya kontrak kerjasama antara Palyja & Aetra dengan PAM JAYA, kami mendesak kepada Mahkamah Agung untuk cermat dalam memeriksa perkara dan adil dalam memutuskan dengan mempertimbangkan amanat konstitusi serta pemenuhan hak asasi warga Negara, dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat" tegas Matthew Michele Lenggu, selaku Kuasa Hukum dari LBH Jakarta.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
Solidaritas Perempuan Jabotabek
KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
KIARA: Indonesia Krisis Iklim, Negara Wajib Lindungi Pesisir
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBDirut PT Garam Ditangkap, Petambak Garam Tak Dilindungi
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler