x

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jalan Trans Papua Wujud Etika Pemerintah ~ Abi Falah

Dengan pembangunan jalan Trans Papua tersebut, pemerintah mencoba untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Abi Falah Maharseto

Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat ini sedang membangun jalan Trans Papua dengan panjang 4.330 kilometer lebih. Jalan ini akan menghubungkan Kota Sorong di Provinsi Papua Barat dengan Kota Merauke di Provinsi Papua. Hingga akhir 2016, total panjang jalan yang selesai adalah 3.851 km lebih. Seluruh jalan Trans Papua ditargetkan selesai pada 2019.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dana untuk pembangunan jalan ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sepanjang 2016, anggaran yang dialokasikan untuk Trans Papua mencapai Rp 2,15 triliun, yang terdiri atas Rp 739 miliar untuk perawatan atau preservasi jalan sepanjang 1.719,46 km, Rp 834,8 miliar untuk pembangunan jalan baru 151,34 km, dan pembangunan jembatan Rp 579,4 miliar.

Pembangunan jalan Trans Papua ini bukan tanpa kendala dan risiko. Pembangunannya harus menembus pegunungan dan sungai yang menyebabkan mobilisasi peralatan berat terhambat. Risiko yang harus dihadapi adalah ancaman penculikan atau penyanderaan pekerja oleh warga setempat yang sempat terjadi dalam masa pembangunan tersebut. Selain itu, terdapat potensi kerusakan lingkungan akibat pembuatan jalan baru.

Dengan anggaran yang besar dan risiko tinggi, mengapa pemerintah berkeras untuk menyelesaikan proyek infrastruktur tersebut? Untuk menjawabnya, saya berupaya melihat kebijakan pembangunan jalan Trans Papua dari sudut pandang prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu utilitarianisme, keadilan, dan hak.

Utilitarianisme adalah pandangan bahwa setiap tindakan atau kebijakan harus dievaluasi berdasarkan manfaat dan biaya yang ditimbulkan untuk masyarakat. Dari sisi utilitarianisme, sepertinya pemerintah sudah memperhitungkan bahwa manfaat yang dihasilkan dari pembangunan ini lebih besar dibanding biaya dan risiko yang harus ditanggung.

Meskipun anggaran yang dialokasikan cukup besar, pembangunan jalan tersebut diharapkan mampu menimbulkan dampak berganda. Jalan tersebut dapat menghubungkan antarkota atau kabupaten sehingga menurunkan biaya distribusi barang kebutuhan masyarakat dan pada akhirnya dapat menurunkan harga barang tersebut. Jalan tersebut dapat mempermudah pemerintah membangun infrastruktur baru lainnya dan menumbuhkan sumber-sumber perekonomian baru untuk masyarakat. Selain itu, jalan tersebut dapat menarik investor untuk berinvestasi di Papua.

Dari sisi keadilan, data peringkat indeks pembangunan inklusif atauInclusive Development Index 2017 yang dirilis World Economic Forum memperlihatkan bahwa, dari 79 negara berkembang, Indonesia menduduki peringkat ke-22 dalam hal pemerataan pembangunan. Peringkat tersebut masih di bawah Thailand dan Malaysia yang menduduki peringkat ke-12 dan 16.

Data tersebut menggambarkan bahwa pemerintah belum adil dalam hal pemerataan pembangunan. Selama ini pemerintah dianggap lebih memprioritaskan pembangunan di Pulau Jawa. Hal ini bisa dilihat dari masih minimnya infrastruktur dan fasilitas yang telah dibangun di wilayah Indonesia timur, terutama Papua dan Papua Barat.

Dengan pembangunan jalan Trans Papua tersebut, pemerintah mencoba untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Selain itu, pemerintah berupaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Papua sebagai wujud kewajiban pemerintah menyediakan hak atas penghidupan yang layak sehingga mengurangi tingkat kemiskinan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada September 2016, Provinsi Papua memiliki persentase penduduk miskin terbesar, yaitu 28,40 persen, dan Provinsi Papua Barat di urutan ke-2 dengan 24,88 persen. Dilihat dari rasio Gini (tingkat ketimpangan pengeluaran), Provinsi Papua menduduki peringkat ke-5 dengan nilai 0,401 dan Provinsi Papua Barat menduduki peringkat ke-7 dengan nilai 0,399.

Namun, dalam menerapkan prinsip-prinsip etika dalam pembangunan jalan Trans Papua, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan pemerintah. Pertama, pemerintah harus menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan agar jangan sampai pembangunan tersebut menimbulkan masalah lingkungan, seperti banjir atau tanah longsor, dan merusak keanekaragaman hayati.

Kedua, pemerintah juga harus memperhatikan ke-amanan para pekerja de-ngan menempatkan anggota TNI atau Polri pada titik-titik rawan. Jangan sampai pembangunan ini menimbulkan korban karena adanya perlawanan dari masyarakat sekitar. Ketiga, pemerintah harus melindungi proyek pembangunan jalan ini agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri atau kelompok.

Semoga pembangunan jalan Trans Papua ini dapat selesai tepat waktu dan benar-benar bermanfaat bagi Indonesia, khususnya bagi masyarakat Papua.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu