x

Iklan

Rifqi Qowiyul Iman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Urgensi Manajemen Risiko Islami

Sebagai sistem yang mengutamakan "risk-sharing" Ekonomi Islam belum memiliki kajian yang mendalam tentang risiko.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam dunia bisnis selalu terjadi perubahan dinamis yang pada akhirnya melahirkan sebuah ketidakpastian. Dari ketidakpastian inilah timbul risiko yang berbuntut pada konsekuensi yang tidak menguntungkan. Ketidakmampuan manusia memprediksikan hal-hal yang terjadi di masa yang akan datang membuat aktivitas manusia senantiasa mengandung risiko. Ketidakpastian ini (seperti halnya risiko) tentu saja tak dapat ditiadakan meskipun dengan manajemen terbaik sekalipun. Namun, manusia paling tidak dapat berusaha meminimalisir hal-hal tersebut agar akibat buruk yang lahir dapat dihilangkan atau paling tidak diminimumkan.

Islam sebagai agama universal telah secara tersirat maupun tersurat menyatakan pentingnya pengelolaan risiko sebagaimana yang tertera dalam kisah Nabi Yusuf AS sebagai mana yang diabadikan di dalam Al-Qur'an surat Yusuf ayat 46-49. Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang ditakwilkan oleh Nabi Yusuf, dilakukanlah pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun tersebut. Dengan demikian, maka terhindarlah bahaya kelaparan yang mengancam negeri tersebut. Proses manajemen risiko yang diterapkan Nabi Yusuf AS melalui pemahaman risiko, evaluasi, dan pengukuran serta pengelolaan risiko merupakan salah satu dari sekian permisalan Islam dalam hal pengelolaan risiko yang pastinya di hadapi oleh manusia pada kehidupannya.

Secara umum, risiko yang dihadapi lembaga keuangan Islam bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu risiko yang sama dengan yang dihadapi oleh lembaga keuangan konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip Islam. Risiko ini muncul karena isi neraca yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. Seperti misalkan, pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain seperti withdrawal risk (risiko penarikan dana), fiduciary risk[1], dan displaced commercial risk[2]. Sebagai konsekuensinya, teknik-teknik yang digunakan untuk melakukan identifikasi, pengukuran, dan pengelolaan risiko pada bank Islam dibedakan menjadi dua jenis, antara lain sebagai berikut:

  1. Teknik-teknik standar yang digunakan bank konvensional, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Islam seperti gap analysis, maturity matching, internal rating system, dan Risk Adjusted Return On Capital (RAROC).
  2. Teknik baru yang harus konsisten dengan prinsip-prinsip Islam dengan harapan mampu mengantisipasi risiko-risiko lain yang sifatnya unik tersebut.

Risiko yang diterapkan oleh bank syariah sejatinya datang dari penerapan metode profit and loss sharing yang dalam hal ini bank-bank konvensional juga mengalaminya hingga batas-batas tertentu. Bank syariah, sudah tentu harus menerima tambahan risiko tersebut paling tidak karena dua alasan:

  1. Kewajiban moral untuk menghindari bunga (interest) sebagaimana firman Allah SWT pada surat Al-Baqarah ayat 279.
  2. Adanya kepuasan bahwa ketentuan ilahiyah tersebut didasarkan pada upaya membantu mewujudkan tujuan-tujuan kemanusiaan diantaranya adalah keadilan. Hal ini sebagaimana yang termaktub pada firman Allah SWT pada surat Al-Hadid ayat 25.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Zamir dan Mirakhor, ada tiga risiko lembaga keuangan Islam terkhusus bank syariah yang tidak dialami oleh bank konvensional:

  1. Displace Commercial Risk, yaitu transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas atau pada saat return investasi di bank syariah lebih rendah dari suku bunga bank konvensional, bank syariah menjadi rentan terhadap penarikan dana investasi oleh nasabah dimaksud (displacement risk).
  2. Shariah Risk, yang menuntut performa optimal dari Dewan Pengawas Syariah (DPS).
  3. Rate of return risk, yang umumnya terkait dengan eksposur neraca secara keseluruhan di mana timbul ketidaksesuaian antara aset dan saldo dari penyedia dana. 

Dalam Islam, risiko dipandang sebagai suatu hal yang positif karena kitannya dengan konsep keadilan dimana setiap hasil kuntungan usaha harus dihasilkan dari keterlibatan dalam menghadapi risiko usaha. Selain itu, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia.

Namun, sebagai sistem yang mengutamakan "risk-sharing" Ekonomi Islam belum memiliki kajian yang mendalam tentang risiko. Konsep risiko yang ada di Islam hanya tentang "gharar" dan "maysir".

Sejatinya, dalam konteks penerapan manajemen risiko, pedoman yang dijalankan selama ini dibuat hanya untuk lembaga keuangan konvensional. Padahal, tumbuh menjamurnya lembaga-lembaga keuangan Islam menunjukkan bahwa pemain bisnis nasioanal maupun internasional bukan hanya lembaga keuangan konvensional saja, namun juga lembaga-lembaga keuangan syariah.

Bank Indonesia, dalam hal penerapan manajemen risiko pada bank baru saja dimulai pada 1992, dengan penerapan aturan perhitungn Capital Adequacy Ratio (CAR). Di tahun yang sama, sebut saja bank dengan prinsip Islam lahir sehingga tantangan yang dirasa akan cukup berat. Di satu sisi bank atau pun lembaga keuangan syariah lainnya akan kesulitan mengikuti sistem manajemen risiko konvensional mengingat lembaga-lembaga konvensional sendiri membutuhkan proses yang tidak sebentar membangun sistem dan mengembangkan teknik manajemen risiko. Permasalahan lainnya adalah lembaga keuangan Islam sendiri memiliki perbedaaan yang sangat mendasar dengan lembaga keuangan konvensional, sementara penerapan manajemen risiko adalah sebuah keniscayaan sehingga harus diimplementasikan jika lembaga keuangan Islam tidak ingin dihantam risiko. Lalu, bagaimana penerapan manajemen risiko pada lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah? Cara yang paling cepat dan efektif adalah mengadopsi sistem manajemen risiko konvensional yang disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan Islam sebagaimana yang diutarakan oleh Veithzal Rivai dan Rifki Ismall, (2013).

Dalam hal ini, Islamic Financial Services Board (IFSB) telah merumuskan prinsip-prinsip manajemen risiko bagi bank dan lembaga keuangan dengan prinsip Islam. Pada 15 Maret 2005 yang lalu, exposure draft yang pertama telah dipublikasikan. Dalam executive summary draft tersebut disebutkan bahwa risiko lembaga keuangan Islam mengacu pada Basel Accord II (yang juga diterapkan di perbankan konvensional) dan disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan dengan prinsip Islam. Sehingga, pemahaman yang matang mengenai manajemen risiko konvensional akan sangat membantu penerapan manajemen risiko pada lembaga keuangan Islam. 

Dari pemaparan di atas, setidaknya ada beberapa hal yang bisa disimpulkan bahwasanya, manajemen risiko pada lembaga keuangan Islam sejatinya punya karakteristik berbeda. Karenanya, kajian mendalam tentang hal tersebut menjadi tugas para akademisi serta siapapun pihak yang memiliki tanggung jawab akan kemajuan dari pada lembaga keuangan Islam tersebut. Selain itu, sistem manajemen risiko Islam yang sedikit banyak masih mengadopsi dari pada sistem manajemen risiko konvensional setidaknya terus mengalami rekonstruksi yang pada akhirnya, nilai-nilai hakiki yang sejak awal telah menjadi asas dari pada ekonomi dalam Islam dapat diimplementasikan dengan kaaffah. Wallahu a'lam



[1] Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak investasi baik  ketidaksesuaiannya dengan ketentuan Islam atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor

[2] Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini muncul ketika bank berada di bawah tekanan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return

Ikuti tulisan menarik Rifqi Qowiyul Iman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler