Kendeng dan Tantangan Pengelolaan SDA
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBPersoalan Kendeng selayaknya menjadi momentum bagi kita semua dalam usaha pemanfaatan SDA secara berkeadilan.
Kendeng, nama pegunungan di Jawa Tengah yang membentang dari Pati, Grobogan, Rembang, Blora hingga Tuban (JawaTimur) tersebut mendadak menjadi tenar ketika aksi cor kaki petani dan penduduk lokal wilayah Pegunungan Kendeng dari Rembang menjadi headline beberapa media cetak dan online akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan, aksi dramatis cor kaki yang akhirnya diikuti oleh sekelompok aktivis dan mahasiswa di depan istana negara-Jakarta, merupakan bentuk protes dan jeritan ketidaksetujuan warga di sekitar Pegunungan Kendeng atas terbitnya ijin lingkungan baru dari Gubernur Jawa Tengah atas rencana PT Semen Indonesia melakukan penambangan di area pegunungan kapur (karst) Kendeng di Rembang sebagai bagian dari pengoperasian pabrik semen yang rencananya akan dimulai pada tahun ini. Dan persoalan Kendeng ini semakin meluas dan menjadi perhatian publik di samping karena belum adanya penyelesaian sebagai mana yang diharapkan oleh masyarakat Kendeng, juga akibat meninggalnya salah satu peserta aksi cor kaki, yaitu Ibu Patmi dikarenakan serangan jantung.
Pegunungan Kendeng adalah pegunungan kapur yang merupakan potensi kekayaan alam luar biasa, dan dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produksi semen utamanya senyawa CaO (kalsium oksida) yang merupakan bagian terbesar dari suatu pegunungan kapur. Dengan luas area yang relatif besar, maka menjadi wajar ketika Pegunungan Kendeng ini telah lama dimanfaatkan oleh banyak pihak (ditambang) untuk kepentingan ekonomi dan sekaligus sebagai sumber pemasukan daerah. Namun, sudah sekian lama pula terjadi silang sengketa terkait pemanfaatan Pegunungan Kendeng, semisal yang pernah terjadi antara masyarakat Sukolilo, Kayen dan Tambakrono (Pati) dengan beberapa perusahaan semen nasional di rentang tahun 2006-2010. Persoalan yang mengemuka saat itu, dan sekarang juga menjadi isu utama penolakan warga Kendeng dari daerah Rembang terhadap rencana penambangan oleh PT Semen Indonesia adalah terkait potensi rusaknya ekosistem sekitar lokasi penambangan yang nantinya akan berdampak negatif pada penghidupan masyarakat sekitar Pegunungan Kendeng. Diterbitkannya ijin lingkungan baru oleh Gubernur Jawa Tengah kepada PT Semen Indonesia menjadi pertanyaan besar warga sekitar mengingat daerah Kendeng merupakan lokasi dari banyak jalur sungai bawah tanah dan sumber air yang selama ini menghidupi pertanian, peternakan dan juga perekonomian warga lainnya.
Eksploitasi SDA vs Lingkungan
Rusaknya ekosistem dan lingkungan seringkali menjadi pangkal masalah dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang seharusnya dimaksudkan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 33 (ayat ke-3). Sejatinya, kondisi ini bisa dicegah mana kala kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) telah dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab sebelum aktivitas dilakukan. Mengacu pada UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) pasal 1 tentang pengertian KLHS yang di dalamnya mencakup kajian menyeluruh, sistematis dan partisipatif serta menganut prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai dasar suatu pembangunan/kebijakan wilayah, maka idealnya ketika suatu ijin operasional/lingkungan semisal pada industri semen sudah dikeluarkan, dapat bermakna suatu kajian menyeluruh dan partisipatif telah dilakukan terhadap suatu wilayah tersebut. Menyeluruh dari sisi lingkungan dan dampak ke depan mana kala suatu industri dioperasikan, maupun secara sosial kultural karena bisa jadi keberadaaan suatu industri akan merubah kultur sosial masyarakat di sekitarnya. Kemudian partisipatif juga menjadi aspek yang penting dalam KLHS, agar tafsiran nilai penting dari keberadaan suatu industri tidak hanya menjadi monopoli pemodal industri dan pemerintah saja yang dapat mengambil manfaat semisal dari pajak perusahaan, namun juga menjadi tafsir bersama masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung harusnya mendapat manfaat dari keberadaan suatu industri.
Dalam kasus yang dialami warga Kendeng, masyarakat secara jelas menolak aktivitas penambangan karena dikhawatirkan akan merusak ekosistem baik yang berada di bawah batuan kapur yaitu kelestarian sungai bawah tanah dan sumber air lainnya, maupun ekosistem sekitar lokasi tambang yang akan mengganggu kegiatan sektor pertanian maupun peternakan mereka. Tentu jawaban paling objektif dari kecemasan warga adalah data KLHS yang menunjukkan bahwa misalnya di bawah lokasi penambangan tidak ditemukan adanya sungai bawah tanah/sumber air bawah tanah; atau misalnya keberadaan sungai bawah tanah adalah sangat dalam dan tidak akan tersentuh oleh aktifitas penambangan. Hasil kajian lainnya juga harus dipaparkan secara gamblang ke warga misalnya terkait pengaruh aktivitas penambangan terhadap kualitas lingkungan sekitar termasuk di dalamnya kualitas udara, air dan tanah dan apa rencana yang dilakukan pihak industry untuk mencegah kerusakan lingkungan tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa mana kala pegunungan karst Kendeng mulai dipadati oleh aktivitas mesin industri dan transportasi penambangan, maka saat itu pula kualitas lingkungan hidup akan menurun.
Aspek lain yang harus disampaikan industri dan dibicarakan bersama adalah bagaimana keberadaan industri semen dapat memberi dampak kemakmuran dan kesejahteraan warga sekitar, karena telah terjadi banyak ironi adanya suatu industri yang telah sekian lama melakukan eksploitasi SDA, namun faktanya warga di sekitar lokasi industri tersebut tetap berada di tingkat ekonomi dan kesejahteraan yang memprihatinkan. Yang terjadi di banyak tempat tersebut justru kualitas hidup masyarakat menjadi memburuk akibat semakin buruknya kualitas lingkungan tempat mereka selama ini menggantungkan hidupnya.
Win-Win Solution
Persoalan warga Pegunungan Kendeng selayaknya menjadi momentum bagi kita semua dalam usaha pemanfaatan SDA secara berkeadilan. Keinginan pemerintah untuk mempercepat pembangunan dengan menggenjot pertumbuhan industri dan pemanfaatan SDA harus bertemu dengan harapan warga untuk tetap terjamin masa depan ekonominya serta kelestarian lingkungan hidup di mana mereka tinggal, yang kelak akan diwariskan bagi generasi mendatang. Penolakan warga Kendeng selayaknya dimaknai sebagai proses mencari titik temu antara kepentingan pemerintah dan industri nasional dengan kepentingan warga. Sehingga menjadi bijaksana ketika pemerintah berinisiatif untuk menjembatani keinginan warga Kendeng misalnya dengan tidak tergesa-gesa memberikan ijin operasional penambangan hingga KLHS dari area tersebut dapat diterima oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Pemerintah perlu pula memastikan bahwa KLHS diproses dengan melibatkan warga sekitar Pegunungan Kendeng sehingga kualitas dan akuntabilitas hasil kajian bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.
Pihak industri dalam hal ini perlu berkomitmen bahwa kegiatan penambangan hanya akan dijalankan berdasar aturan main yang berlaku, yaitu misalnya apapun hasil KLHS yang keluar, mereka akan patuh dan konsekwen dalam melaksanakannya. Perusahaan penambang juga sejauh mungkin dapat merespon tuntutan dan kegelisahan warga dengan melakukan komunikasi kepada simpul dan kelompok masyarakat sekitar secara persuasif dan kekeluargaan mengenai rencana aktifitas penambangan di masa depan yang ramah terhadap warga dan lingkungan.
Bagaimana dengan warga sekitar Pegunungan Kendeng? Sebagai pihak yang secara langsung terdampak aktivitas penambangan, maka perjuangan warga untuk menjaga lingkungan dari dampak buruk keberadaan penambangan batu kapur perlu dilanjutkan secara damai sebagaimana yang selama ini telah dilakukan. Masyarakat sekitar lokasi industri perlu memantau dan terlibat aktif dalam penyusunan KLHS karena hal ini menjadi dasar penting terbitnya ijin penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Sehingga apapun hasil dari KLHS yang terbit, bisa diterima oleh seluruh pihak termasuk warga masyarakat Pegunungan Kendeng karena masyarakat telah meyakini semua proses dilakukan dengan mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku. Kita semua berharap, kekayaan SDA yang melimpah ini dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia dengan berdasar pada proses pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan sebagaimana cita-cita kita bersama; Semoga.
Oleh: Suherman
Dosen dan Peneliti Minat Lingkungan FMIPA UGM

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Kendeng dan Tantangan Pengelolaan SDA
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler