x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Konvergensi Sains

Beragam ilmu pengetahuan semakin saling membutuhkan untuk mendukung upaya manusia memahami alam semesta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sanggupkah sains berjalan terus sendiri-sendiri dengan masing-masing membangun tapal batas yang tegas satu sama lain? Tampaknya tidak. Kecenderungan yang selama ini berlangsung justru memperlihatkan bahwa masing-masing ilmu pengetahuan saling membutuhkan. Fisika dan matematika menopang astronomi. Dalam upaya memahami kerja tubuh manusia dan menyembuhkan dari berbagai penyakit, ilmu kedokteran memerlukan dukungan ilmu kimia dan biologi.

Apakah ilmu pengetahuan akan semakin konvergen?

Dalam buku mashurnya, Dreams of a Final Theory, fisikawan Steven Weinberg menulis: “Para ilmuwan telah menemukan banyak hal yang ganjil dan banyak hal yang indah. Tapi barangkali yang paling indah dan paling ganjil ialah bahwa mereka menemukan pola sainsnya.” Weinberg mengatakan lagi, “Penemuan ilmiah kita bukan fakta-fakta yang terisolasi dan mandiri; satu generalisasi ilmiah menemukan penjelasannya dalam generalisasi yang lain...” Dengan melacak arah penjelasan ini kembali ke sumbernya, kata Weinberg, kita menemukan pola konvergen yang mengejutkan. Boleh jadi, inilah hal terdalam yang belum kita pelajari mengenai alam semesta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk memahami alam semesta, bila meminjam pikiran Weinberg, ilmu pengetahuan mesti bekerja sama karena satu sama saling saling memerlukan. Dalam bukunya yang baru terbit, Convergence: The Idea at the Heart of Science, Peter Watson berusaha menunjukkan koneksi yang intim antara fisika dan kimia, kimia kuantum dan biologi molekuler, fisika partikel dan astronomi, pediatrik yang makin diperkaya oleh wawasan etologi, lalu botani dan arkeologi, dan seterusnya.

Melalui penelusuran historis, koneksi-koneksi ini ditunjukkan oleh Watson dengan memaparkan eksperimen Michael Faraday, James Prescott Joule, Julius Lothar Meyer, William Thomson, maupun Lord Kelvin mengenai panas, listrik, dan magnet yang kemudian diringkas sebagai ‘hukum termodinamika’ dalam tulisan Hermann von Helmholtz pada 1847. Selanjutnya, James Clerk Maxwell dan Ludwig Boltzmann memperkenalkan statistik ke dalam termodinamika, yang memungkinkan kecepatan, distribusi ruang, dan probabilitas tumbukan molekul dalam gas dihitunng. Dari sini muncul konsep entropi sebagai ukuran keteraturan suatu sistem.

Dalam lingkup pengetahuan yang lebih terbatas, upaya Watson untuk memahami kencenderunngan konvergensi itu sudah dimulai oleh Mary Somerville—seorang matematikawan otodidak. Dalam bukunya yang terbit pada 1834, On the Connexion of the Physical Sciences, ia melacak pola penyatuan dan penyederhanaan dalam penemuan hukum-hukum fisika. Karya ini dipuji oleh James Maxwell, yang menyatukan teori listrik dan magnet ke dalam satu pemahaman, karena dianggap berhasil menangkap esensi perkembangan sains.

Watson menyebut unifikasi besar berikutnya terjadi antara fisika dan kimia dengan merujuk pada penemuan tabel periodik unsur-unsur pada akhir 1860an. Penemuan tabel ini, menurut Watosn, menempatkan kimia sebagai gagasan utama di samping fisika Newton dan biologi Darwin saat itu. Pada tahap berikutnya, unifikasi berlangsung pada jenjang yang lebih detail melalui eksperimen elektromagnetik Becquerel, Hertz, Rontgen, serta fisikawan lain yang mengarah pada penemuan radioaktif. Sinar-X kemudian dimanfaatkan di dunia kedokteran, sedangan penemuan bahan-bahan radioaktif ditambahkan pada tabel periodik. Pamahaman yang semakin dalam terhadap struktur molekul juga memberi kontribusi bagi perkembangan biologi molekuler, dengan Linus Pauling sebagai sosok yang berperan penting di dalamnya.

Kecenderungan menarik yang juga diungkap Watson terkait dengan saling-topang antara mitos, artefak arkeologis, paleogenetik, linguistik, dan astronomi untuk menyingkap asal-usul dan migrasi awal Homo sapiens. Sekat-sekat yang sebelum sempat tegak, kini mulai saling bersentuhan dalam upaya mencapai tujuan yang sama: pemahaman mengenai alam semesta. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, sudah tersedia mata kuliah yang memadukan ilmu-ilmu yang semula dianggap tak terlihat tautannya, misalnya fisika kedokteran dan matematika biologi. Di negara lain, berkembang misalnya bidang sosiogenetika—pemanfaatan ilmu genetika oleh sosiolog untuk memahami masyarakat.

Kecenderungan sains yang mengarah kepada konvergensi ini bukan berarti bahwa para ilmuwan harus menguasai bidang yang menjadi sangat luas, melainkan lebih kepada semangat bahwa di antara mereka harus lebih bersedia bekerja bersama. Di masa sekarang, tidak mudah menjadi ahli di sejumlah bidang, seperti dilakukan Ibn al-Haytham yang menguasai fisika, optika, hingga psikologi. Namun setidaknya para ilmuwan dapat lebih terbuka terhadap kecenderungan konvergensi ini dan mau mengunjungi wilayah-wilayah pengetahuan di luar yang sangat ia kuasai. (sumber foto: news.mit.edu) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu