x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nilailah Buku dari Aromanya!

Aroma buku membantu para ahli memahami ‘perjalanan hidup’ sebuah buku dan nilai historisnya bagi masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pepatah lama berbunyi: “Jangan menilai buku dari sampulnya.” Bagaimana dengan yang ini: “Nilailah buku dari aromanya!” Aroma menjadi salah satu pengalaman menarik yang didapat saat membaca buku cetak—sesuatu yang tidak kita peroleh ketika membaca buku digital.

Buku yang berbeda menawarkan aroma yang berbeda. Ini dapat dimengerti, karena buku mungkin dicetak dengan materi kertas yang berbeda, tinta yang tidak sama, proses cetak yang lain. Belum lagi cara dan tempat buku itu disimpan, baik ketika masih di penerbit maupun setelah berada di toko, dibeli konsumen, maupun disimpan di perpustakaan pribadi dan umum.

Saya menyukai aroma buku yang sudah tersimpan cukup lama. Menyesap aroma itu menawarkan sesuatu yang khas, yang membuat saya lebih bersemangat membacanya. Kadang-kadang ada satu dua halaman yang terlipat, atau coretan-coretan tinta yang tentu saja juga bereaksi dengan kertasnya. Saat saya menyentuh sebuah buku, aromanya menguar dan memasuki lubang-lubang pernapasan saya. Ada sensasi yang khas. Dan ini bukan sekedar bahan kimia yang menyusun aroma, tapi juga emosi dan ingatan yang tersimpan di dalamnya.

Aroma buku bukan hanya disukai oleh pembaca, tapi juga dianggap penting oleh sedikit orang di dunia ini yang punya keahlian mengendus asal usul buku itu. Dari aromanya yang khas, para ahli yang memang pecinta buku (bibliophile) berusaha mencari tahu kapan buku itu dibuat, di mana buku itu disimpan, dan bagaimana kira-kira perawatannya. Sebuah spesialisasi yang khas dan unik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka, para konservator, sejarawan, maupun pustakawan tertentu, mampu menaksir ‘nilai historis’ sebuah buku dari aromanya dan kemudian mengusulkan cara perawatan buku itu selanjutnya. Perlakuan tertentu diperlukan untuk menjaga agar koleksi buku dan manuskrip bersejarah serta langka dapat dijalankan dengan benar. Banyak buku berjamur, disantap ngengat, ataupun berubah warna karena penyimpanan yang kurang diperhatikan.

Perihal aroma buku, dalam tulisan yang diterbitkan di jurnal Heritage Science, Cecilia Bebimbre dan Prof. Matija Strlic dari UCL Institute for Sustainable Heritage menceritakan bagaimana mereka menganalisis buku-buku tua yang diperoleh dari tokoh buku bekas dengan mengidentifikasi aromanya. Dari identifikasi ini, mereka dapat mengetahui kapan buku itu dicetak, memakai bahan apa saja, serta sebelumnya disimpan di tempat seperti apa.

Di bawah bimbingan Prof Strlic, Bebimbre mencoba mencari tahu respon awam terhadap aroma buku yang mereka dapatkan. Para tamu diminta mencium novel Les Chardons du Baragan karya Bernard Gasset yang terbit pada 1928. Aroma yang paling banyak disebut para tamu adalah chocolate, cocoa, dan chocolatery; diikuti kemudian dengan kata kopi, tua, kayu, dan terbakar.

Bebimbre menyebutkan, buku-buku yang diproduksi sebelum 1850 mempunyai aroma yang berbeda bila dibandingkan dengan buku-buku terbitan antara 1850 dan 1990. Sebab, proses cetaknya berbeda, materi kertas yang digunakan berbeda, begitu pula dengan tintanya. Bagi bibliophile seperti mereka, aroma buku bersejarah sungguh penting sebagai alat diagnosis untuk menilai kondisi buku.

‘Perjalanan hidup’ sebuah buku juga memengaruhi aroma yang diuarkan: sejauh mana buku itu melalang buana, apakah buku disimpan di tempat kering atau lembab, apakah buku kerap dibuka atau tidak, sering terkena cahaya dan panas atau tidak. Jika kamu mencium aroma tertentu dari buku yang berusia sudah cukup tua, maka itulah hexanol yang dilepas ke udara. Aroma hexanol sering digambarkan mirip ‘daerah pertanian’, ‘pakaian tua’, atau ‘kamar tua’ yang jarang dibuka.

Selain material bukunya, aroma ini, menurut peneliti lain, dipengaruhi oleh lingkungan dan material lain yang ‘bersentuhan’ dengan buku. Misalnya, buku yang terkena asap rokok akan punya aroma yang berbeda dengan buku yang tidak pernah terkena asap rokok. Asap kopi panas yang menemani pembaca juga bisa menempel di kertas dan dalam perjalanan waktu akan menguarkan aroma yang khas.

Metoda untuk memelajari senyawa-senyawa apa saja yang dihasilkan oleh material yang mengalami penurunan kualitas ini lazim disebut ‘material degradomics’. Metoda ini diharapkan dapat membantu petugas perpustakaan, museum, maupun lembaga arsip memantau kesehatan koleksi mereka. Jadi, mereka bisa memelihara koleksi berharga dengan cara yang tepat.

Ngomong-ngomong, bagaimana bukumu? Apakah menguarkan aroma seperti pakaian tua yang khas atau membuatmu bersin-bersin karena diselimuti debu? (Sumber foto: buzzfeed.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler