Asuransi syariah saat ini memang sudah tidak seheboh beberapa tahun lalu ketika terjadi tarik ulur dan berbagai pro dan kontra serta sempat tidak mempunyai kejelasan terhadap wanaca pembuatannya. Pada akhirnya, asuransi syariah hadir dan resmi ditetapkan di Indonesia setelah terdapat kesepakatan antar para ulama.
Asuransi syariah secara umum dapat diartikan sebagai sebuah sistem dimana para peserta atau nasabahnya menghibahkan (menginfaqkan) sebagian atau seluruh kontribusi yang nanti akan dipergunakan untuk membeyar klaim ketika ada peserta lain yang mengalami musibah dan peranan perusahaan asuransi syariah hanya sebagai pengelola operasional dari seluruh dana (kontribusi) yang diterima.
Asuransi syariah memiliki 3 (tiga) pedoman yang dijunjung tinggi, antara lain; al-ta’min yang berarti saling memberikan kepercayaan (jaminan) dalam berbagai hal positif antar sesama anggota (peserta), al-takaful yang berarti upaya saling mencukupi antara anggota (peserta) ketika salah satu anggotanya terkena sebuah musibah, dan al-tadhammun yang berarti saling menanggung dan menutupi kerugian atas suatu musibah yang di alami oleh anggota atau peserta.
Asuransi syariah mempunyai perbedaan dengan asuransi konvensional. Didalam asuransi syariah terdapat Dewan Syariah Nasional (DPS). Hal ini sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menyebutkan bahwa perseroan yang dalam kegiatannya berbasis syariah harus (wajib) mempunyai DPS yang di angkat oleh RUPS berdasarkan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dalam asuransi konvensional, keberadaan DPS tidak dapat di temui.
Selain itu dilihat dari sisi pendanaannya, asuransi konvensional akan ditemukan sistem bunga yang fungsinya sebagai penempatan investasi dan system tersebut adalah riba. Hal tersebut bertetangan dengan Islam yang melarang perbuatan riba. Sedangkan dalam asuransi syariah, investasi yang dilakukan di dasarkan pada Wakalah bil Ujrah dan terhindar dari unsur riba.
Bukan hanya itu, perbedaan lain juga muncul dalam hal kepemilikan dana. Kepemilikan dana dalam asuransi syariah adalah hak peserta (anggota) dan perusahaan asuransi hanya berperan sebagai pengelolanya saja, namun hal tersebut tidak dapat di temukan pada asuransi konvensional, dimana dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari peserta (yang disebut premi) menjadi milik perusahaan yang dapat dipergunakan oleh perusahaan bersangkutan kapan saja dan dalam bentuk apapun.
Perbedaan lain yang cukup menonjol antara dua jenis asuransi ini yaitu terdapat dalam hal pembagian keuntungannya. Pembagian keuntungan dalam asuransi syariah akan dibagi dan dapat dinikmati oleh perusahaan dengan anggota berdasarkan proporsi dan perhitungan yang sudah ditetapkan di awal, sedangkan keuntungan pada suransi syariah akan mutlak menjadi milik perusahaan seluruhnya.
Untuk mempermudah dalam pemahaman, dibawah ini akan di jelaskan secara rinci perbedaan yang terjadi antara asuransi syariah dan asuransi konvensional, yaitu:
No |
Asuransi |
|
Syariah |
Konvensional |
|
01 |
Memiliki Dewan Pengawas Syariah yang mempunyai tugas mengawasi produk yang di pasarkan dan pengelolaan dana investasi |
Tidak ditemukan Dewan Pengawas Syariah |
02 |
Akan yang di gunakan akad tabarru’ (sesama peserta) dan akad tijarah, mudharabah, mudharabah musytarakah, wakalah bil ujrah, wadiah, syirkah (antara peserta dengan perusahaan) |
Menggunakan akad tabadduli |
03 |
Perhitungan dana investasi berdasarkan bagi hasil sehingga terbebas dari gharar, riba maysir |
Menggunakan system bunga sebagai perhitungan investasinya |
04 |
Kepemilikan dana adalah hak peserta, perusahaan hanya pengelola |
Dana yang tekumpul dari peserta (nasabah) menjadi hak perusahaan sepenuhnya |
05 |
Tidak mengenal dana hangus |
Mengenal dana hangus |
06 |
Pembayaran klaim di ambil dari dana tabarru’ |
Pembayaran klaim di ambil dari rekening dana perusahaan |
07 |
Pembagian keuntungan di bagi antara peserta dengan perusahaan sesuai bagi hasil yang telah di tentukan di awal |
Seluruh keuntungan adalah hak perusahaan sepenuhnya |
08 |
Menggunakan system risk sharing |
Menggunakan system risk transferring |
09 |
Menggunakan konsep akuntansi cash basis |
Menggunakan konsep akuntansi accrual basis |
10 |
Adanya kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang di dapatkan |
Tidak di bebankan membayar zakat |
Sekarang ini, asuransi syariah sedikit banyak telah di terapkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi konvensional. Setiap perusahaan yang mempunyai produk asuransi syariah terus berlomba-lomba dalam menjaring (mendapatkan) anggota dengan cara memberikan penawaran dalam berbagai jenis manfaat, mulai dari perlindungan finansial untuk masa yang akan dating, sarana untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga atau karyawan, ber investasi untuk waktu yang panjang sampai dalam hal perlindungan kesehatan dan kematian.
Namun sayangnya, seperti halnya produk asuransi konvensional lainnya, meskipun Indonesia adalah Negara yang meyoritas penduduknya adalah muslim namun belum banyak yang tertarik untuk memilki produk asuransi syariah. Bahkan berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pangsa pasar asuransi syariah di Indonesia hanya mencapai 3,96% saja. Padahal jika di lihat dari segi benefitnya (manfaatnya), asuransi syariah mempunyai manfaat seperti asuransi konvensional pada umumnya, dan manfaat plus nya adalah asuransi syariah sejalan dengan apa yang telah di atur dalam syariah.
Ikuti tulisan menarik Labib Nubahai lainnya di sini.