x

Iklan

Wida Semito

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dimsum Terakhir: Seksualitas Mengugat Lewat Sastra

sastra novel

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“....Beri aku definisi normal. Apakah normal itu? Sesuatu yang tidak aneh? Hanya karena sebagian berperilaku demikian apakah itu langsung dicap normal? Dengarkan baik-baik, kamu tidak sakit jiwa. Homoseksualitas dan transeksual telah dihapuskan dalam kategori penyakit kejiwaan sejak tahun 1980-an...” ujar Dharma (seorang wanita muda) kepada kekasihnya Rosi (Roni).

Penggalan kalimat diatas terdapat dalam novel “Dimsum Terakhir” karya Clara Ng, seorang penulis Indonesia keturunan Tionghoa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak seperti novel sejenis yang mengambil tema tentang kehidupan masyarakat keturunan Tionghoa Indonesia yang biasanya membahas isu politik, diskriminasi dan pribumi-nonpribumi, Dimsum Terakhir lebih berkisah tentang being part of a family dan menyentil isu seksualitas dan homoseksualitas dengan gaya bahasa gaul  dan sangat pop.

Adalah kakak-beradik kembar empat: Siska, Indah, Rosi dan Novera yang terpaksa harus pulang dari perantauan masing-masing, kembali ke rumah untuk merawat ayah mereka yang sakit. Siska Yuanita si sulung yang berkarir cemerlang di Singapura, Indah Prati, penulis yang mempunyai hubungan dengan seorang pastor, Rosi yang merasa dirinya adalah seorang lelaki yang terjebak di dalam tubuh perempuan dan si bungsu Novera yang merasa bukan wanita sempurna karena tidak memiliki rahim.

Kondisi kesehatan ayah mereka, Nung Atasana (Tan Tjin Yun) yang menderita sakit serius dan tipis harapannya untuk sembuh, memaksa keempat bersaudara kembar ini bersama-sama lagi tinggal di rumah orang tua mereka seperti ketika mereka kecil dulu. Satu persatu konflik batin yang dihadapi keempat perempuan kembar ini perlahan-lahan terbuka satu sama lainnya, dan malah semakin menguatkan ikatan mereka yang selama ini sempat merenggang karena saling berjauhan, termasuk konflik batin Rosi.

Rosi (Roni) adalah kembar ke-tiga dari pasangan Anas dan Nung Atasana. Nung adalah Tionghoa perantauan (hokiau) generasi pertama yang lahir di Indonesia. Ayah Nung (kakek Rosi) berasal dari Propinsi Fujian, China, dia meninggalkan desanya untuk merantau ke Singapura tetapi kapal yang ditumpanginya malah berlabuh di Tanjung Priok.

Sejak kecil Rosi sudah merasa bahwa dirinya berbeda dengan ketiga kembaran perempuannya: Siska, Indah dan Novera, meski secara fisik dan secara hukum (baca: Akta Kelahiran), Rosi diidentifikasikan sebagai perempuan oleh lingkungan dan orang tuanya, Rosi merasanya dirinya adalah seratus persen lelaki tapi terjebak di dalam tubuh perempuan, dan fisiknya sebagai perempuan juga tidak tumbuh sempurna. Dadanya hampir rata, pinggulnya lurus seperti pinggul anak lelaki, wajahnya tampan, siklus bulannannya juga tidak teratur. Ini menimbulkan konflik batin bagi Rosi hampir seumur hidupnya, bahkan ketika usia SMP, Rosi sudah berniat mengakhiri hidupnya dengan menelan pil sakit kepala Bodrex tapi usahanya tersebut gagal dengan mulus dan sejak saat itu Rosi tidak pernah percaya lagi pada kegiatan extrakurikuler bunuh diri dan sebagai pelampiasan kemarahan atas kondisi dirinya, Rosi berkenalan dengan dunia malam; diskotik dan alkohol bersama teman-teman lelakinya.

Clara Ng meramu konflik batin Rosi tentang seksualitas dirinya dengan kalimat yang mampu mengaduk-aduk emosi pembaca, pilihan katanya sederhana tetapi informatif, lengkap dengan data-data empiris bahwa homoseksualitas sejak tahun 1980-an sudah dihapuskan dari daftar penyakit jiwa, dan juga bahwa homoseksualitas juga bisa terjadi akibat kekacauan genetika dan mutasi kromosom.

 

Terminologi dan Etimologi Homoseksualitas

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual antara individu yang berjenis kelamin sama atau gender yang sama. Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas.

Sedangkan kata homoseksual berasal dari penggabungan bahasa Yunani dan Latin, yaitu homos[1]  (artinya: sama) atau bisa diartikan sebagai tindakan seksual dan kasih sayang antara individu yang berjenis kelamin sama.

 

Ragam Orientasi Seksual

Orientasi seksual adalah pola ketertarikan seseorang baik secara seksual, fisik dan emosional kepada lawan jenis atau kepada jenis kelamin yang sama.[2]

Ragam Orientasi Seksual antara lain:

  1. Lesbian, adalah perempuan yang memiliki ketertarikan secara seksual, fisik dan emosional terhadap perempuan lainnya.
  2. Gay, adalah lelaki yang memiliki ketertarikan secara seksual, fisik dan emosional terhadap lelaki lainnya.
  3. Biseksual, adalah orang yang memiliki ketertarikan secara seksual, fisik dan emosional terhadap lelaki dan perempuan.
  4. Heteroseksual, adalah lelaki atau perempuan yang hanya tertarik secara seksual, fisik dan emosional kepada lawan jenisnya saja.
  5. Panseksual, adalah lelaki atau perempuan yang memiliki ketertarikan secara seksual, fisik dan emosional yang lebih luas termasuk kepada transgender baik Female To Male (FTM) atau Male To Female (MTF).
  6. Polysexual, adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan secara seksual, fisik dan emosional terhadap pria dan wanita secara bersamaan tetapi mereka menolak disebut bisexual.
  7. Asexual, adalah orang-orang yang tidak memiliki gairah sexual sama sekali. Aseksual berbeda dengan impotensi ataupun frigidinitas yang biasanya dikaitkan dengan matinya gairah seksual seseorang.
  8. Transgender, adalah istilah untuk orang yang identitas, ekspresi atau perilaku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya saar lahir. Dalam masyarakat umum transgender merujuk kepada waria.
  9. Transgender Man, adalah istilah untuk orang transgender yang mengidentifikasi dirinya sebagai pria, atau disebut juga FTM (Female To Man) yaitu seseorang yang bertransisi dari perempuan ke laki-laki.
  10. Transgender Women, adalah istilah untuk orang trasgender yang mengidentifikasi dirinya sebagai wanita, atau disebut juga MTF (Male To Female) yaitu seseorang yang bertransisi menjadi wanita.
  11. Queer, adalah istilah alternatif untuk LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual) dalam upaya untuk menjadi lebih inklusif.
  12. Genderqueer, adalah istilah untuk beberapa individu yang menolak disebut sebagai laki-laki atau perempuan.
  13. Gender Non-conforming, adalah istilah untuk seseorang yang ekspresi gendernya berbeda dari harapan masyarakat alias bukan laki-laki dan bukan perempuan. Biasanya orang-orang yang ekspresi penampilannya berbeda dari  laki-laki atau perempuan pada umumnya.
  14. Bi-Gender, adalah orang yang memiliki dua indentitas gender yang signifikan yaitu laki-laki dan perempuan. Pada beberapa orang mungkin merasa bahwa satu sisi lebih kuat, atau merasa kedua jenis kelamina sama kuatnya.
  15. Interseks, adalah istilah untuk orang-orang yang lahir dengan reproduksi atau anatomi seksual dan atau pola kromosom yang tidak sesuai dengan definisi laki-laki dan perempuan, istilah lain dari kondisi ini disebut Differences of Sex Development (DSD).

Jika merujuk pada ragam orientasi seksual diatas dan melihat ciri-ciri fisik tokoh Rosi pada novel Dimsum Terakhir, saya menyimpulkan Rosi masuk kategori Transgender Man atau Female To Male (FTM) yaitu seseorang yang bertransisi dari perempuan ke laki-laki.

 

Homoseksualitas di Indonesia

Homoseksualitas dalam masyarakat nusantara bukanlah barang baru. Mereka sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan dalam berbagai tradisi, orang-orang “istimewa” ini mendapat kedudukan sejajar dengan dewa/Tuhan. Bissu dalam kebudayaan Bugis, misalnya. Bissu adalah pria yang “berdandan” menyerupai wanita. Bissu bagi suku Bugis dianggap sebagai orang suci yang bisa menjadi penghubung antara dunia manusia dengan dunia Keilahian.

Meski pada tahun 1983 Indonesia menghapus homoseksualitas dari Pedoman Panduan Diagnosis Ganguan Jiwa (PPDGJ) ke-2 dan pada revisi PPDGJ ke-3 tahun 1993, faktanya, persekusi dan labeling bahwa LGBT adalah penyakit menular dan penyakit kejiwaan terus saja terjadi hingga hari ini. Bahkan LGBT di Indonesia dianggap berpotensi “mengganggu keamanan dan stabilitas nasional” dan oleh karenanya perlu diwaspadai bersama-sama dengan faham seperti Neo-Liberalisme, Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Sungguh saya tak habis pikir, dimana letak ‘mengancam keamanan nasional” nya, seseorang yang orientasi seksualnya berbeda dari kebanyakan masyarakat Indonesia?!

 

Sastra Sebagai Pelita

Ketika membaca novel ini sebelas tahun yang lalu, Dimsum Terakhir membawa saya berkenalan untuk pertama kalinya dalam hidup saya dengan seksualitas diluar yang saya tahu selama ini. Dan mungkin Clara Ng adalah penulis Indonesia pertama yang berani memasukkan isu (yang bisa dikatakan sensitif di negri ini) homoseksulitas didalam karyanya sebagai sebuah “perlawanan” pada realita yang terjadi, tidak salah jika Putu Fajar Arcana dalam kata pengantar untuk novel ini menuliskan: “Dimsum Terakhir melakukan gugatan tidak dengan maksud menjadi hero, tetapi menyalakan lampu kuning, bahwa ada hal yang harus diperbaiki dalam perikehidupan kita”.

Sastra memang harus menjadi pelita; menjadi inspirasi perubahan dalam perikehidupan kita jika kita mendaku sebagai manusia yang beradab dan Clara Ng sudah menyalakan “lampu kuning tanda bahaya” tersebut sejak sebelas tahun yang lalu ketika novel ini pertama kali diterbitkan dan perdebatan tentang isu seksualitas tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bangsa kita hingga hari ini.

Kita memang harus rendah hati melihat kedalam diri dan bertanya, sudahkah kita mau menerima perbedaan orientasi seksual sebagai sesuatu yang alami, sealami kita melihat matahari yang terbit dari Timur pada pagi hari dan tenggelam di Barat pada sore hari? sealami kita menikmati terangnya siang dan gelapnya malam? Sudahkah kita?... []



[1] University of Waterloo : Etymology of Homosexuality

[2] Sexual orientation, homosexuality and bisexuality – American Psychological Association

Ikuti tulisan menarik Wida Semito lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu