x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merespon Tantangan Pendidikan Abad 21

Berbagai artikel yang membahas peluang dan tantangan Pendidikan Abad 21

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Peluang & Tantangan Pendidikan Abad 21

Penulis: J. Rosalina Kristyanti, dkk.

Penyunting: Hatim Gazali

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2017

Penerbit: Sampoerna School of Education

Tebal:

ISBN:

Banyak pihak menyebut-sebut Pendidikan Abad 21. Tapi apa sebenarnya pendidikan Abad 21? Ternyata dari banyak orang yang menyebut istilah tersebut, tidak banyak yang bisa memberi penjelasan apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah Pendidikan Abad 21.

Ada dua buku yang saya baca yang berhubungan dengan tema pendidikan abad 21 ini. Pertama adalah buku “Curriculum Models of 21st Century” yang diedit oleh Maree Gosper dan Dirk Ifenthaler. Kedua adalah buku “Peluang &Tantangan Pendidikan Abad 21” yang disunting oleh Hatim Gazali. Meski kedua buku ini tidak memberi definisi Pendidikan Abad 21, kedua buku ini memberikan gambaran tentang apa itu pendidikan abad 21. Setidaknya gambaran dari sisi kurikulum dan dari sisi penerapan dalam proses pembelajaran. Saya hanya akan menyinggung sedikit saja tentang buku yang pertama dan akan membahas lebih dalam buku yang kedua.

Buku “Curriculum Models of 21st Century” memberikan tiga tema yang harus digeluti dalam menyusun kurikulum pendidikan abad 21. Ketiga tema tersebut adalah changing student profiles, the pervasive influence of technologies and the pressure to produce work-ready graduates with more than discipline knowledge (Gosper and Ifenhaler, p. 1). Selanjutnya, buku yang membagikan gagasan dan pengalaman para praktisi dan para pemikir kurikulum.  Para praktisi dan pemikir kurikulum  menjelaskan pendidikan abad 21 adalah pendidikan dengan siswa yang tak terbatas umur, tak terbatas tempat dan tak terbatas waktu. Siapa saja, dimana saja dan kapan saja seseorang bisa menjadi siswa/mahasiswa. Pendidikan abad 21 ditandai oleh masifnya penggunaan teknologi informasi. Oleh sebab itu kurikulum harus dirancang sesuai dengan mempertimbangkan masifnya penggunaan teknologi informasi, misalnya terntang perubahan peran guru dan tempat belajar. Sedangkan tuntutan output yang harus dihasilkan adalah lulusan yang siap kerja lebih dari disiplin ilmu yang dipelajarinya. Akibatnya, kurikulum abad 21 harus menyiapkan para lulusannya kemampuan untuk belajar secara terus-menerus daripada hanya mempelajari disiplin ilmu yang sedang dipelajarinya.

Buku “Curriculum Models of 21st Century” membahas pendidikan abad 21 dari sisi (mendisain) kurikulum. Buku ini tidak membahas bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran. Sedangkan buku “Peluang & Tantangan Pendidikan Abad 21” (PTPA 21) yang diterbitkan oleh Sampoerna School of Education (SSE) ini bisa menjadi referensi tentang bagaimana dan hal apa saja yang menjadi tantangan dalam proses belajar di abad 21.

Dalam pengantarnya Paulina Panen menyebutkan tiga tantangan pendidikan abad 21. Tantangan tersebut adalah (1) globalisasi, (2) keberpihakan kepada siswa dan belajar, dan (3) perkembangan teknologi yang pesat dan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia (hal. 8). Ketiga hal yang disebutkan oleh Panen di atas menunjukkan bahwa pendidikan tradisional yang bertumpu kepada memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa di dalam kelas sudah harus dibuang jauh-jauh. Isi dan materi belajar harus disusun untuk menyiapkan siswa/mahasiswa mampu hidup dalam era globalisasi dimana perjumpaan antarbudaya dan nilai-nilai terjadi sedemikian masif. Pendidikan harus diarahkan untuk memfasilitasi siswa daripada sekedar mengukur kemajuan akademik. Artinya metode belajar klasikan dengan ketuntasan kompetensi seragam dalam satu kelas/angkatan menjadi ketinggalan jaman. Perkembangan teknologi menjadi tantangan bagi dunia pendidikan. Panen menyoroti “digital gap” antara siswa dengan guru/dosen. Perbendaan pemahaman dan keterampilan digital ini menyebabkan dunia pendidikan, khususnya para pendidik untuk berupaya keras menyesuaikan diri (hal. 9).

Iwan Syahril, dalam artikelnya berjudul “Pendidikan dan Kebangkitan Nasional” menyoroti pentingnya memperhatikan standar input dan jangan hanya memperhatikan standar output. Apalagi dalam abad 21, dimana perkembangan teknologi berjalan demikian pesat. Tentu perkembangan teknologi ini menyebabkan pendidikan membutuhkan input yang lebih besar supaya bisa menyesuaikan dengan asupan teknologinya. Selanjutnya Syahril memberikan lima prinsip pendidikan untuk kebangkitan nasional abad ke-21. Kelima prinsip tersebut adalah (1) tidak boleh menjadi penjara yang membelenggu potensi siswa, (2) tidak boleh membungkam rasa ingin tahu, (3) tidak boleh memodelkan berbuat curang, (4) tidak boleh lagi mengenal diskriminasi dan (5) mengupayakan terciptanya budaya belajar (hal. 21).

Nisa Felicia dan Steven Money dalam artikelnya berjudul “Knowing Our Students: Raising Awareness on Students’ Cultural Background” membahas tentang pentingnya para pendidik untuk mengenali perbedaan latar belakang budaya siswanya. Pendidik biasanya hanya menggunakan nilai-nilai dan budayanya sendiri dalam berinteraksi dengan siswa. Pengetahuan dan keterampilan bagi para pendidik untuk mengetahui latar belakang budaya siswa dan bagaimana harus bersikap dan berperilaku akan membuat siswa lebih sukses dalam belajar. Apresiasi dan respek terhadap keberagaman menjadi sangat penting dalam pendidikan abad 21 (hal. 28), karena siswa abad 21 sangatlah beragam, seperti telah disampaikan oleh Gosper dan Ifenthaler di atas.

Tiga artikel dalam buku ini menyoroti pentingnya perubahan pandangan, perilaku dan cara berkomunikasi guru dengan siswa. J. Rosalina Kristyanti dalam artikelnya berjudul “Stressors, Coping Stress and Percieved Social Support of First Year Students” menunjukkan bahwa dukungan kepada siswa/mahasiswa di tahun pertama, khususnya mereka yang mengalami perbedaan budaya sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan belajar (hal 31). Sedangkan Nisa Felicia dan Fisianty Harahap menyoroti perubahan peran dan cara kerja guru dalam artikelnya berjudul “Change in Teachers’ Work: The Implementation of Curriculum Mapping” (hal. 41). Maryam Mursidi membagikan pengalamannya dalam pentingnya memberi instruksi yang berbeda dari pendidik untuk memfasilitasi perbedaan cara belajar tersebut dalam tulisannya berjudul “Differentiated Instruction to Meet Diverse Learning Needs Course: Best Practice in Inclusive Education” (hal. 63).

Stien Johanna Matakupan dalam artikelnya berjudul “Action Based Innitiative of Teacher Developmeny in Communities of Practices: A Case Study of Teacher learning Center in Indonesia” membahas pengalamannya memfasilitasi Pusat Belajar Guru (MGMP) untuk mengembangkan profesi guru secara berkelanjutan. Matakupan juga menyampaikan tantangan-tantangan yang dihadapi untuk melanggengkan teacher learning center ini (hal. 73).

Vera Syamsi membahas penilaian berbasis performance dalam artikelnya “Performance-Based Assessment: Between Content Knowledge and Presentation Skill”. Syamsi menyampaikan bahwa pembelajaran yang berpusan pada siswa, hendaknya memiliki sistem penilaian yang lebih dari sekedar pencapaian kognitif. Itulah sebabnya diperlukan suastu sistem asesmen yang bisa lebih menggambarkan pencapaian belajar siswa. Sistem penilaian tersebut haruslah dirancang menjadi bagian dari proses belajar, dan tidak hanya menjadi tahap akhir dari sebuah proses belajar (hal. 85).

Di artikel terakhir berjudul “Upaya Perancangan Pembelajaran Matakuliah Humanistic Studies yang Relevan di STKIP Kebangkitan Nasional” Nisa Felicia membahas pentingnya matakuliah Humanistic Studies untuk para calon guru.  Matakuliah ini akan membuat calon guru peduli dengan budaya, kemajemukan, konflik sosial dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan (hal. 93).

 

Buku yang merupakan kumpulan hasil penelitian dan makalah para dosen di STKIP Kebangkitan Bangsa ini memberikan rujukan yang sangat baik tentang pendidikan abad 21. Buku ini memberi gambaran bagaimana pendidikan menyiapkan diri, setidaknya untuk dua tema yang diangkat dalam buku “Curriculum Models of 21st Century.” Kedua tema tersebut adalah tentang profil siswa yang beragam dan menyiapkan siswa untuk bisa bekerja lebih luas dari sekedar disiplin ilmunya. Tema perubahan teknologi informasi yang sangat masif tidak dibahas dalam buku ini. Buku ini memberikan pengalaman-pengalaman praktis dalam mengatasi tantangan dan mereguk peluang pendidikan abad 21. Oleh sebab itu sangatlah penting bagi para pendidik dan para praktisi pendidikan untuk membaca dan mendiskusikan pengalaman-pengalaman baik yang telah dimulai oleh para staf pengajar di STKIP Kebangkitan Nasional ini.

 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu