Mungkin ini kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dialami Mbk D yang bekerja dengan salah satu staf kedutaan AZ, Mbk D bekerja selama 6bulan lamanya dan semenjak bekerja tidak ada surat kontrak kerja tertulis antara majikan dan dia. Dia bekerja tanpa ada kejelasan jam kerja dan uraian tugas yang jelas. Mbk D sudah pernah cerita kalau tidak sanggup lagi bekerja dengan jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berlebihan. Tapi Mbk D masih bertahan karena mau menjelang lebaran.
Minggu kemaren Mbk D curhat kalau dia belum mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya) dan saya menginfokan agar mengingatkan ke majikan untuk membayar THR PRT nya 2 Minggu sebelum lebaran. Mbk D mendapatkan info dari staf cleaning sevice kalau pihak kantor kedutaan AZ tidak akan memberikan THR ke semua karyawannya, dari kabar itu Mbk D mulai bingung. Dan saya menganjurkan untuk memastikan ke kantornya langsung.
Hari ini Mbk D datang ke kantor pagi jam 8 dan bertemu dengan pihak kantor kedutaan AZ,dan ternyata benar dari pihak kantor bilang tidak ada anggaran untuk membayar THR ke karyawan. Itu yang Mbk D dengar langsung dari pihak kantor. Dia pun kecewa dan meninggalkan kantor menuju ke tempat kerja dengan harapan majikan mau memberikan THR yang seharusnya menjadi hak nya dan kewajiban majikan memberikanya. Sesampainya di rumah majikan dia pun menemui majikanya dan mengutarakan keinginannya meminta THR .
Majikan tidak menanyakan THR itu untuk apa dan berapa harus kasih? Dan dijelaskan oleh Mbk D bahwa THR itu diberikan sesuai masa/waktu PRT bekerja. Contoh 1 Tahun 1bulan gaji, dan jika Mbk D baru 6 bulan maka THR yang harus diterima minimal 1.750.000 dengan rincian gaji 1bln di bagi 12bulan(1,thn ) dan di kali masa dia bekerja. Gaji Mbk D Rp 3.5jta, setelah majikan mendengar semua penjelasan dari Mbk D tentang THR , majikan bilang akan memberikan THR 300.000 karena tidak ada anggaran untuk itu.
Majikan staf kedutaan, yang ada di Indonesia seharusnya tau peraturan yang diterapkan di Indonesia, bukan malah mengelak dari kewajiban terhadap PRT (Pekerja Rumah Tangga) THR merupakan hak Pekerja dan sudah diatur dalam Peraturan Mentri Tenaga Kerja No 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja. Tapi masih belum maksimal aturan tersebut, karena masih banyak majikan yang enggan memberikan THR terhadap PRTnya, Menghindari kewajiban dengan berbagai alesan.
Mendengar jawaban dari majikan Mbk D langsung bergegas menuju LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta, untuk melaporkan kasus THR yang tidak dibayarkan oleh majikannya. Pihak LBH pun memproses dan akan memberikan surat peringatan kepada majikanya melalui kantor kedutaan AZ, Mbk D sedikit lega karena THR yang sudah jadi haknya akan di perjuangkan. Dia dan staf karyawan kantor semua bingung dan merasa kecewa karena mereka sudah berencana ingin lebaran mudik ,beli baju buat anak istri dan suami serta berkumpul dengan keluarga.
Bisa kita bayangkan betapa sedihnya jika posisi kita sama dengan mereka.???? Padahal THR diberikan 1x dalam satu tahun, itu pun susah apalagi untuk mendapatkan Jaminan sosial untuk PRT, ini akan lebih sulit lagi. Tapi kita tetap berusaha nego, setelah selesai dari LBH Mbk D bergegas pulang dan sesampainya di rumah majikan dia sudah disambut dengan ocegan2 yang tidak menyenangkan. Mbk D pun bilang ke majikan bahwa dia telah mengadukan ke posko pengaduan THR di LBH Jakarta. Seketika itu majikan marah dan bilang " Ok you finish and i Will looking for other"
Demi memperjuangkan THR Mbk D malah mendapatkan PHK, PHK menjelang lebaran menjadi tradisi para majikan untuk menghindari THR dan pesangon ini juga terjadi pada Jawa kita Lingling Suryani yg di PHK sepihak tanpa alesan yang jelas dan tanpa pesangon. Lebaran kalau bisa memilih, mereka pilih ditunda.
Tapi mereja tetap semangat dan kasus tetap berjalan sampai haknya terpenuhi. Semoga ada keadilan untuk PRT (Pekerja Rumah Tangga)
#konvensiiLO189 tentang situasi Kerja kayak prt.
Ikuti tulisan menarik Leny Suryani lainnya di sini.