x

Iklan

Flo K Sapto W

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Manajemen Buka Tutup Sevel

Kebijakan lintas kementerian yang permisif di satu sisi dengan kementerian lain yang protektif di sisi yang lain dianggap menjadikan operasi bisnis Sevel terganjal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Flo. K. Sapto W.

 

            Penutupan seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia pada Jumat (30/06/17) cukup mencengangkan dunia bisnis. Beberapa analisa menyebutkan bahwa pemberhentian operasi convenience stores itu karena kesalahan manajemen. Konsep tempat nongkrong dengan fasilitas wifi menjadikan operational cost tinggi sementara penjualan rendah. Kenyamanan itu hanya menjadikan pelanggan cenderung betah berlama-lama tapi  dengan pembelian minimal. Apalagi penerapan margin 1 – 3 persen dianggap tidak sesuai dengan biaya sewa toko dan listrik yang dikeluarkan (liputan6.com, 27/06).

            Sementara itu, ada juga faktor eksternal yang dianggap turut mempengaruhi. Hal itu misalnya seperti dituturkan oleh Rhenald Kasali yang mengarah pada regulasi. Kebijakan lintas kementerian yang permisif di satu sisi dengan kementerian lain yang protektif di sisi yang lain dianggap menjadikan operasi bisnis 7-Eleven terganjal.

            Faktor eksternal lain yang normatif adalah ketatnya persaingan di bisnis minimarket. Sebelumnya 7-Eleven masih memiliki segmen pasar lumayan bagus. Namun sejak dua gerai minimarket lain juga merambah daerah pinggiran dan kota kecamatan, plus dengan duplikasi sebagai tempat nongkrong juga- posisi 7-Eleven mulai tergeser.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Bisa jadi kondisi-kondisi di atas benar adanya. Namun publik tetap saja mempertanyakan beberapa hal terkait tutupnya gerai yang mulai beroperasi di Indonesia sejak 2009 itu. Misalnya, (1) mengapa PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPI) mengurungkan niatnya mengakuisisi 7-Eleven? Padahal PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk melalui anak perusahaannya yaitu CPRI (PT. Charoen Pokphand Restu Indonesia Tbk) adalah operator terbesar 7-Eleven di Thailand, dan bahkan menargetkan pembukaan gerai 10.000 buah pada 2018. Dengan kata lain, CPI adalah pemain lapangan yang semestinya sangat memahami bisnis ini. Sehingga cukup aneh jika pada akhirnya membatalkannya. Sedemikian burukkah potensi bisnis 7-Eleven? Pertanyaan (2), apakah regulasi -misalnya Permendag No. 06/M-DAG/PER/I/2015 tentang pembatasan peredaran minuman beralkohol- menjadi salah satu penyebab utama menurunnya penjualan 7-Eleven? Sebab di negara asalnya, yaitu Irving, Texas, AS -yang notabene pengonsumsi minuman beralkohol- bisnis utama 7-Eleven bukanlah miras tetapi justru makanan segar dan minuman soda (corp.7-eleven.com). Awalnya pada 1927 Southland Ice Company -cikal bakal 7-Eleven- semata-mata hanya spesifik menjual susu, telur dan roti. Namun pada 1933 memang mulai menjual bir dan minuman beralkohol serta terbukti meningkatkan penjualannya. Jadi jika di sini 7-Eleven justru hendak mengandalkan penjualannya pada jenis minuman beralkohol lagi apakah berarti hendak mengulangi sejarah bisnis atau malah bisa diartikan menyalahi core business item-nya terkini?

            Pertanyaan-pertanyaan di atas agaknya hanya bisa dijawab dengan tepat oleh internal menejemen 7-Eleven di Indonesisa sendiri. Selebihnya publik hanya bisa menduga-duga. Namun demikian, ada beberapa hal yang publik bisa juga mengasumsikannya dengan logika. Sebagai contoh (1) kebrangkutan 7-Eleven -jika penutupan gerai memang identik dengan terminologi ini- bukanlah kali pertama. Di dalam perjalanan bisnisnya, 7-Eleven setidaknya sudah beberapa kali mengalami isu kebangkrutan. Misalnya pada 1931, sebagai dampak dari Great Depression, gerai yang didirikan antara lain oleh Johnny Jefferson ini harus mengatasi krisis bisnisnya dengan melakukan penjualan saham seharga 7 sen per lembar. Langkah ini mampu mengembalikan operasi perusahaan. Lalu pada akhir tahun 1980-an, 7-Eleven sempat diberitakan akan diambil alih. Kondisi ini diatasi oleh keluarga Thompson -pendiri 7-Eleven yang lain- dengan membeli sendiri saham perusahaan (nytimes.com, 06/07/87). Seterusnya pada 1987 dan 1990 beberapa aset perusahaan, yaitu divisi suku cadang mobil terpaksa dijual kepada Shearson Lehman Brothers Holdings Inc. (nytimes.com, 25/12/87). Begitu pula dengan divisi es yang dijual kepada Kaminski-Engles Capital Corporation (nytimes.com, 05/03/88). Sampai pada akhir 1990 perusahaan induk 7-Eleven harus merelakan 70 persen penguasaannya kepada perusahaan Jepang Ito Yokado Co (articles.latimes.com, 06/03/91).

Artinya, perjalanan bisnis sudah mengajarkan banyak pengalaman bagi menejemen 7-Eleven untuk bertahan dan kembali survive. Hanya saja, apakah menejemen 7-Eleven di Indonesia memiliki passion dan daya tahan yang sama dengan menejemen 7-Eleven induknya? Sementara itu, di dalam kajian pemasaran, PT. Modern International Tbk, perusahaan yang membawahi operasional 7-Eleven di Indonesia, bisa dikatakan melakukan diversifikasi bisnis. Sebab core business-nya bukanlah convinience stores, melainkan foto film, peralatan medis, grafis, dan dokumen solusi (moderninternasional.co.id). Seturut penelitan Porter yang dimuat dalam Harvard Business Review (1987) terhadap 33 perusahaan ternama yang melakukan diversifikasi (unrelated acquisition), 74 persennya melakukan penarikan kembali investasinya (hbr.org). Sekelas General Electric pun memiliki catatan persentase tinggi dalam divestasi terhadap kebijakan diversifikasi. 

Sehingga tidak terlalu mengejutkan jika PT. Modern Internasional Tbk pun akhirnya melakukan divestasi. Maka penutupan 7-Eleven inilah yang dilakukan oleh korporasi sebagai sebuah keputusan strategis. Terutama ketika berada dalam situasi krisis sebagai upaya untuk tetap mempertahankan core business-nya dan mengorbankan unrelated business unit-nya.

Penulis adalah praktisi pemasaran. 

Ikuti tulisan menarik Flo K Sapto W lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB