Bu Yani menarik napas lega,senyum terlihat dari wajahnya. Kemudian dengan penuh haru memeluk Bunga (bukan nama sebenarnya) adalah anak yang bekerja sebagai PRT.
Malam ini (Sabtu 22 April 2017), Ibu Yani ditemani Warida Syafie dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel, Rasyidi Bakry dari ILO Promote Sulsel dan Yasmain dari Dinas Pendidikan Kota Makassar, berkunjung ke rumah haji Tahir. Selama dua jam mereka berbicara dan berdiskusi terkait dengan posisi Bungan sebagai PRTA di rumah Haji Tahir. Selama dua jam mereka berada dalam ketegangan,karena adanya pemahaman yang berbeda tentang posisi Bunga.
“kadang harus menahan emosi,karena sangat sulit untuk menjelaskan lebih rinci tentang bagaimana Bunga bisa tetap bersekolah,” ujar Bu Yani saat bertemu dengannya dalam sebuah pelatihan beberapa waktu lalu.
Bu Yani menjelaskan dalam pertemuan yang berlangsung lebih kurang 2 jam ini, akhirnya terjawab bagaimana PRT anak seperti bunga bisa tetap bersekolah. Setelah melalui penjelasan yang panjang dan diskusi yang cukup alot Haji Tahir dan Istri sebagai majikan, sangat senang jika Bunga bisa mendapat kesempatan lagi untuk melanjutkan pendidikan, karena bagaimana pun perjalanan hidup Bunga masih panjang. Bukan hanya itu Dia dan keluarga menjamin untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Bunga untuk kembali bersekolah.
Haji Tahir juga berharap agar PRT anak yang lain juga diberi kesempatan belajar yang sama seperti Bunga. Dia menduga masih banyak PRT anak yang bekerja di Makassar, hanya saja keberadaannya sulit dipantau apalagi kalau bekerja pada majikan yang cenderung menutup diri.
Bu Yani menceritakan bagaimana awalnya sehingga keberadaan Bunga bisa mereka ketahui. Tim pemantau Komunitas Kompleks Pemda Makassar, dikoordinir Ibu Andi Yani, yang awalnya mengetahui keberadaan Bunga. Ibu Yani yang juga warga di kompleks tersebut, juga bekerja sebagai PNS di Dinas Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulsel, menjadi coordinator Pemantau Berbasis Komunitas PRTA diwilayah tempat tinggalnya.
Mengetahui keberadaan Bunga yang masih di bawah umur, Yani melakukan pendekatan ke keluarga Haji Tahir. Dan setelah melakukan beberapa kali diskusi, akhirnya Yani berhasil meyakinkan majikan dan Bunga sendiri untuk mau terus mengenyam pendidikan.
“setelah saya mendapatkan informasi,tentang keberadaan Bunga, sayapun mulai melakukan pendekatan kepada pihak keluarga majikan,” ujarnya. Gayung bersambut setelah melakukan beberapa pembicaraan,pihak majikan mulai terbuka dan bisa memahami.
Hal ini dibenarkan oleh ,Warida dari LPA Sulsel. Dia menjelaskan bahwa dalam kasus yang dialami Bunga, sebagai aktivis anak, pihaknya dihadapkan dalam kondisi dilematis antara apakah ingin memulangkan si anak ke orang tua tapi mendapati kondisi yang lebih buruk atau bisa tetap bekerja sepanjang hak-haknya tetap terpenuhi. Dalam situasi seperti ini, prinsip kepentingan terbaik bagi anaklah yang harus diterapkan.
“awalnya kita merencanakan untuk mengembalikan Bunga pada orangtuanya, tapi karena melihat kondisi yang ada,maka kita memutuskan untuk agar Bunga bisa bekerja,tapi haknya sebagai seorang anak tetap terpenuhi,terutama dalam mendapatkan pendidikan,” ujarnya.
Hal senada juga ditegaskan oleh Yasmin bahwa dengan kebijakan yang ada sekarang, hampir tidak ada alasan bagi anak untuk tidak melanjutkan pendidikan. Sebab, kalau si anak tidak dapat ikut langsung di Pusat Kegiatan Belajar (PKBM), materi-materi pelajaran bahkan bisa didapat secara online.
penulis : Ahmad
berita ini sudah dimuat oleh beberapa media online.
Ikuti tulisan menarik lpasulsel lainnya di sini.