x

Direktur Government & Institutional Bank Mandiri Kartini Sally (kiri) dan Senior Vice President Consumer Deposits Trilaksito Singgih menyaksikan seorang peserta menyeduh kopi saat Pesta Kopi Mandiri di Monumen Kapal Selam, Surabaya, Jawa Timur, 29 Ju

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ngopi Itu Perlu, Kata Siapa?

Di mana-mana orang merayakan hari kopi, memangnya ngopi itu perlu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Nyaris setiap minuman punya daya tarik, tapi kopi sepertinya menawarkan pesona tersendiri. Ketika air panas menyentuh bubuk kopi, aroma yang sudah tercium akan menguar lebih tajam. Aromanya yang unik terhirup oleh tarikan napas, memasuki lubang hidung, dan neurotransmitter akan mengirim pesan ke otak—di sanalah terjadi peristiwa ‘pencocokan’ yang membuat kita merasa nyaman atau tidak dengan aroma kopi yang terhirup.

Seperti halnya teh, kopi menawarkan sensasi aroma yang menggoda. Di Tanah Sunda, teh adalah bagian dari hidup keseharian bagi pria maupun perempuan, sedangkan kopi lebih lazim dinikmati kaum pria—tapi, sungguh, terkait kopi tidak ada pengklasifikasian gender sebenarnya. Siapapun dapat menikmatinya, menghirup aroma seduhannya, bahkan dari jarak relatif cukup jauh, menyesap rasanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dulu sekali, saya suka minum kopi tubruk untuk menemani makan ketan putih yang ditaburi parutan kelapa dan bubuk kedelai. Sarapan yang nikmati di pagi sebelum makan nasi pecel. Minum kopi pagi hari dipercaya dapat menstimulasi semangat perjuangan untuk menghadapi kenyataan hidup.

Bagaimana kalau minum malam hari? “Sebaiknya jangan, nanti susah tidur,” begitu nasihat yang saya terima. Ketika itu, saya mengikuti nasihat untuk tidak minum kopi malam hari. Namun ternyata kemudian, saya tahu, sekalipun saya minum kopi menjelang waktu tidur, ngantuk tetap saja tidak bisa dilawan. Barangkali karena tubuh sudah letih, sehingga secangkir kopi panas pun tidak berpengaruh. Zzzz.

Hari Kopi dirayakan dengan ngopi bareng-bareng. Di mana-mana orang bikin acara ngopi bersama, bukan hanya ngopi di kantor, tapi juga ngopi di trotoar jalan utama. Di Yogya ada ngopi sepanjang malam di Malioboro, di Solo ada ngopi gratis di Pasar Gede, di ada ngopi saraosna di kawasan Gedung Sate sekalian merayakan ulang tahun kota Bandung.

Kesadaran akan kopi rupanya tengah bangkit. Negeri kita kaya kopi, namun sayangnya kedai kopi terbanyak di negeri ini justru datang dari Amerika; dan banyak yang terpesona oleh cita rasanya. Padahal, kopi olahan sendiri tak kalah menawan. Bahkan kopi tubruk yang disangrai sendiri, ditumbuk sendiri, (dan tentu saja diseduh sendiri, bahkan tanpa perlu mesin yang mahal) tak kalah nikmat dari kopi merek terkenal. Apa lagi, jika disajikan bersama sepiring kecil ketan putih bertabur parutan kelapa dan bubuk kedelai.

Banyak orang mengutip riset tentang kopi—bahwa minum kopi itu sehat sebab kopi bernutrisi magnesium dan vitamin B, menurunkan risiko terkena kanker, melindungi liver, melindungi dari penyakit thyroid, membantu otak tetap sehat dari penyakit tertentu, dan seterusnya. Mudah-mudahan saja riset itu benar adanya, sehingga tidak ada cukup alasan kuat bagi saya untuk berhenti minum kopi. Cukup secangkir sehari, dengan sedikit saja gula atau bahkan tanpa gula sama sekali, sudah cukup untuk memulai hari dan menghadapi kenyataan hidup.

Selamat Hari Ngopi, selamat ngopi setiap hari! **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler