x

Iklan

Dzulfikar Alala

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Siapa Bilang Generasi Milenial Tak Bisa Berkarya?

Dua sosok pemuda ini dinobatkan menjadi pemenang Satu Indonesia Awards 2017. Apa karya mereka bagi bangsa ini?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tahun baru sebentar lagi, coba cek deh resolusi kamu. Jangan jangan resolusi kamu enggak pernah tercapai karena kamu terlalu fokus untuk diri sendiri. Mungkin gak ada salahnya kalau resolusi tahun depan kamu bisa lebih proporsional menyusun resolusi hidup supaya hidup kamu lebih bermakna dengan cara memberikan banyak manfaat untuk orang lain.

Berteman dengan Orang Gila, Triana Malah Diundang ke Jepang

Triana Rahmawati (komunita.id)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teman-temannya memanggil perempuan kelahiran tahun 1991 ini dengan sebutan Tria. Ia membuat sebuah aksi kemanusiaan yang dinamai dengan Griya Schizofren sekitar tahun 2013 saat ia masih duduk di bangku kuliah. Gerakan inilah yang membuat pemilik nama lengkap Triana Rahnawati ini bisa berkenalan dan berteman akrab dengan orang gila atau Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

Dengan mendirikan komunitas ini, Tria mengumpulkan beberapa anak muda di Solo untuk menghibur beberapa orang gangguan jiwa di PMI Solo secara sukarela tanpa dibayar sepeser pun. Oh iya, kata Schizofren meskipun seperti nama penyakit langka ternyata adalah akronim dari Social, Humanity dan Zone Friendship.

Pendampingan tersebut akhirnya berbuah hasil. Beberapa penderita gangguan jiwa sembuh dan bisa hidup normal kembali. Meski masa kuliahnya sudah berakhir, Tria tetap melanjutkan program yang dibuatnya tersebut.

Untuk pendanaan Griya Schizofren, Tria memutar otak dengan berwirausaha diantaranya dengan menjual aneka jilbab dan juga boneka wisuda. Dari bisnis kecil-kecilan itulah Tria bersama kawan-kawannya masih bisa terus mendampingi beberapa penderita gangguan jiwa dan menjadikan mereka layaknya seperti sahabat.

"Mereka sebetulnya sama saja dengan manusia pada umumnya. Bahkan, bila sedang tenang, mereka juga bisa bercerita kenapa bisa mengalami gangguan jiwa. Umumnya karena tidak kuat menghadapi tekanan ekonomi atau ditinggal pasangannya. Memang ada masanya mereka mengamuk, tetapi sejauh ini kami tidak pernah mengalami hal-hal yang membahayakan," tuturnya seperti dikutip dari Beritasatu.com.

"Kami ingin memuliakan sekaligus membantu penyembuhan penderita gangguan jiwa yang selama ini dianggap sebagai aib dan terpinggirkan," tambah perempuan berhijab ini.

Komunitas Griya Schizofren, bahkan memberikan inspirasi bagi Tria untuk mengangkatnya menjadi bahan skripsinya. Bahkan dengan berani Tria melakukan terobosan dengan melalui pendekatan langsung, sesuatu hal yang jarang dilakukan para akademisi dalam tataran perguruan tinggi. Tria justru menerobos dinding dan sekat tersebut dengan berinteraksi langsung tanpa merasa jijik ataupun takut dengan para penderita gangguan jiwa.

Tria merasa kasihan dan juga merasa memiliki beban moral jika mengabaikan mereka. Itulah yang membuat hati Tria tergerak sehingga mendirikan komunitas Griya Schizofren demi membantu dan menemani para penderita gangguan jiwa yang selama ini dianggap sebagai “sampah masyarakat” oleh orang awam. Bahkan terkadang mereka (penderita gangguan jiwa) menjadi objek bullying oleh anak-anak yang belum mengerti.

Langkah Tria ternyata belum berhenti sampai di situ. Ia pun mengirimkan skripsinya ke jurnal internasional. Walhasil ia malah ditawari untuk menjadi pembicara dalam Forum Psikologi Internasional di Kobe Jepang, pada Maret 2016. Apa yang dilakukan Tria dianggap sebuah terobosan baru dalam membantu para penderita gangguan jiwa. Bahkan Tria mendapatkan perhatian dari para peserta yang berasal dari negara maju seperti Amerika, Meksiko dan juga negeri tetangga Filipina.

Modal Usaha Rp100 ribu, Sekarang Dapat Hibah 1 Miliar dari Pemerintah

Ritno Kurniawan (Twitter.com)

Siapa sih orang tua yang tak kecewa jika sudah menguliahkan anaknya jauh jauh ke Universitas ternama di Yogyakarta, tapi kemudian malah kembali ke kampung halamannya dan memilih sebagai pemandu wisata?

Itulah yang dialami Ritno Kurniawan saat pulang kampung. Orang tuanya berharap Ritno menjadi pegawai di kota besar. Tapi, Ritno malah memiliki mimpi lain yang awalnya tak disetujui oleh orang tuanya.

Pemuda berusia 31 tahun ini melihat fenomena sosial yang amat memprihatinkan. Hampir setiap hari, warga menebang pohon di Hutan Gamaran Padang Pariaman. Bukan hanya satu, tapi hampir 15 kayu gelondongan keluar dari Hutan Gamaran untuk dijual sebagai sumber mata pencaharian warga.

Ritno akhirnya memutar otak bagaimana caranya agar ia bisa mengubah mindset warga untuk menjaga lingkungan dan merawat alam tanpa harus menebang hutan. Dampak negatif dari penebangan hutan benar-benar merugikan, itulah yang mulai dirasakan Ritno dan warga dengan semakin gundulnya area tanah adat Hutan Gamaran di Padang Pariaman.

Melihat potensi wisata yang cukup menjanjikan, akhirnya Ritno berhasil menyajak 25 warga untuk membuka jasa wisata. Paket yang ditawarkan adalah trekking dan hiking menyusuri hutan. Pengunjung pertama dimulai dengan 5 orang yang hanya membayar Rp 20 ribu perkepala.

Awalnya, usaha Ritno mendapat tentangan warga bahkan preman-preman yang terganggu mata pencahariannya. Agar programnya berhasil, ia menggandeng para tokoh adat yang dituakan agar bisa sama-sama mendukung mimpinya menjaga kelestarian hutan Gamaran.

Usahanya setelah 3 tahun berbuah hasil. Komunitas lingkungan yang didirikannya bertambah anggota. Hingga saat ini tercatat sudah ada 170 anggota yang bergabung. Bahkan para pemandu wisata yang dulunya berprofesi sebagai penebang hutan ini mendapatkan pelatihan dari berbagai lembaga Internasional seperti National Geographic.

Nah, kedua sosok muda inspiratif tersebut membuktikan bahwa mereka bisa sukses dengan membantu orang lain dan bermanfaat bagi orang lain. Mungkin dari kedua kisah tersebut kamu bisa menyusun kembali resolusi hidup kamu.

Kabar baiknya, keduanya mendapatkan apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 yang berhak mendapatkan uang pembinaan dan pengembangan sejumlah Rp 60 juta untuk membantu keberlanjutan komunitas yang mereka bangun dari nol.

Sosok-sosok mutiara seperti Triana dan Ritno di berbagai daerah pasti cukup banyak ditemui namun kurang mendapatakan publikasi dari media apalagi menjadi perhatian kaum milenial. Kamu juga bisa membantu kok dengan menuliskan sosok inspiratif di sekitar kamu. Apalagi saat ini sedang berlangsung lomba Anugerah Pewarta Astra. Kamu bisa menuliskan fenomena sosial di sekitar kamu agar lebih banyak lagi kaum muda yang terinspirasi dengan jejak langkah mereka. Selain itu juga kamu bebas menuliskan peran Astra bagi bangsa dalam rangka ulang tahunnya yang ke 60 tahun.

Ikuti tulisan menarik Dzulfikar Alala lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler