x

Ilustrasi bentuk kuku squoval. Marie Claire

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bahagia karena Memberi

Kebahagiaan karena memberi memiliki landasan ilmiah, bukan hanya keagamaan ataupun filosofis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Kemurahan hati ialah memberi lebih banyak daripada yang engkau mampu, dan kebanggaan ialah mengambil lebih sedikit daripada yang engkau perlu.”

--Kahlil Gibran (1883-1931)

 

Seorang kawan selalu melakukan hal serupa setiap hari: memberi atau bersedekah. Setahu saya, pemberian atau sedekahnya itu tidak selalu berupa uang atau materi, bisa pula berupa tenaga dengan membantu secara fisik, bisa pula menyediakan waktu untuk bertukar pikiran bagi kawan lain yang memerlukan. Intinya, ia berusaha memberi sesuatu kepada orang lain—sesuatu yang bernilai, betapapun terlihat kecil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya bertanya-tanya, apa alasan dia melakukan hal itu. Ia lebih suka melakukannya diam-diam tanpa diketahui orang lain, meski itu tidak selalu bisa. Namun, ia bukan dari jenis orang yang suka pamer—sekadar untuk menunjukkan bahwa ia dermawan ataupun berniat memberi contoh. Menariknya, ia tetap memberi, sekalipun saat itu ia tengah tidak berkelebihan atau bahkan sedang kekurangan.

Saat saya mengunjunginya di rumah, ia berbagi sedikit makanan yang ia punya. Baginya, di mata saya, berbagi adalah hobi, kegemaran, kebiasaan sehari-hari, yang dilakukan dengan suka cita. Ia terlihat bahagia dapat memberi, bukan dari jenis orang yang senang karena memperoleh hadiah. Kawan saya ini agaknya percaya bahwa altruisme membawa kebahagiaan, bukan materialisme.

Kegemaran kawan saya ini membuat saya bertanya-tanya, “Apakah karena dorongan agama atau ada dasar ilmiahnya?” Ia menjawab: “Keduanya.” Agama memang mendorong manusia untuk bersikap dermawan, berinfak, bersedekah, menolong, dan kebajikan lainnya. Bagaimana dengan kajian ilmiah? Apa yang ditemukan para ilmuwan?

Hasil penelitian yang dipublikasikan di Nature Communications dan dikutip di media internasional tahun lalu menunjukkan bahwa orang yang membeli sesuatu untuk diberikan kepada orang lain, misalnya sebagai hadiah yang tulus dan bukan suap, merasakan kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan dengan membeli sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Bahkan, menurut riset ini, ketika tindakan memberi itu belum dilakukan dan baru sebatas dipikirkan di dalam otak, rasa bahagia itu sudah mulai dirasakan.

Menarik pula apa yang diungkapkan Philippe Tobler, profesor di bidang neuroeconomics dan social neuroscience, seperti dikutip Psychology Today, bahwa jumlah uang yang dibelanjakn bukan hal pokok. “Jumlah yang sedikit sekalipun,” kata Tobler, “mempunyai efek bermanfaat, bahkan membawakan secangkir kopi untuk teman sekantor di pagi hari sudah menimbulkan rasa bahagia.”

Kedermawanan, sikap bermurah hati, senang membantu orang lain, menurut Tobler, menimbulkan efek positif pada kesehatan. “Ada tautan positif antara menolong orang lain dan usia harapan hidup,” ujar Tobler, “barangkali karena menolong orang lain itu mengurangi stres.”

Tobler menyimpulkan bahwa membantu orang lain dan bermurah hati dapat menjadi jalan untuk meningkatkan kebahagiaan. Dan langkah pertama untuk menempuh jalan itu adalah membuat komitmen untuk menolong dan membantu orang lain. Ini mengingatkan pada perkataan Jackson Brown, bahwa ‘orang yang paling bahagia bukanlah mereka yang memperoleh lebih banyak, melainkan mereka yang memberi lebih banyak.” Atau seperti kata Kahlil Gibran: “Kemurahan hati ialah memberi lebih banyak daripada yang engkau mampu, dan kebanggaan ialah mengambil lebih sedikit daripada yang engkau perlu.”

Di tingkat ini, persimpangan jalan mempertemukan pandangan filosofis, ilmiah, dan relijius sekaligus. Kebiasaan memberi yang dijalani kawan saya itu ternyata punya landasan yang kukuh. Ia mencecap kebahagiaan karena memberi. Ia memperoleh kesenangan bukan karena menerima. Barangkali, inilah rahasia di balik anjuran bersedekahlah di kala lapang maupun sempit, bersedekalah tanpa kamu merasa takut akan jatuh miskin. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB