x

FPC. Remaja VS Rokok. Shutterstock

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

596,61 Triliun, Kerugian Setahun Akibat Rokok di Indonesia

Rokok jelas lebih banyak kerugian daripada manfaatnya. Laporan Kemenkes menegaskan itu dalam bentuk angka yang riil berdasarkan survei selama 2015.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

INDONESIA IALAH SALAH satu negara di dunia yang memiliki jumlah perokok terbanyak di dunia. Tingkat prevalensi merokok di negara ini tergolong tinggi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Siswanto, Dirjen Litbangkes dalam Laporan Litbangkes Kemenkes RI tahun 2017.  

Dan akibat dari tingginya angka perokok di sekitar kita, jumlah insiden penyakit yang berkaitan dengan rokok dan biasanya dikategorikan pada penyakit tidak menular yang memakan biaya pengobatan tinggi ini juga terbilang tinggi. Dengan kata lain, Indonesia termasuk bangsa yang gemar merokok sehingga manusia-manusianya KURANG PRODUKTIF dan MISKIN. Apakah klaim ini berlebihan? Teruslah membaca.

Sebagai faktor risiko, dikatakan bahwa tembakau menjadi pencetus lebih dari 30 penyakit yang sebagian besar tidak menular. Berdasarkan data BPJS, tingginya beban pengeluaran biaya kesehatan akibat penyakit tidak menular yang berkaitan dengan tembakau ini memengaruhi kapasitas keuangannya dalam menanggung biaya kesehatan rakyat secara umum. Tidak heran kita dengar kabar defisit yang terjadi dalam keuangan BPJS akhir-akhir ini. Meski tidak menjadi satu-satunya faktor, konsumsi tembakau yang tinggi berkaitan erat dengan hal itu. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walaupun di Indonesia masih dilegalkan, tembakau menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2004 termasuk dalam pemicu gangguan mental dan perilaku karena adanya zat psikoaktif. Pernyataan ini dimasukkan dalam “International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems” (revisi kesepuluh, edisi kedua).

Meski sudah diperingatkan akan bahayanya, masyarakat tetap tidak bisa meninggalkan sepenuhnya kebiasaan merokok. Sebab itu, yang paling realistis  dilakukan pemerintah ialah menerapkan upaya pengendalian tembakau agar konsumsinya tidak semakin ‘gila-gilaan’ sampai menggembosi produktivitas bangsa. 

Ongkos kesehatan dan ekonomi akibat konsumsi tembakau bangsa yang terus meninggi ini menyedot banyak biaya padahal kita sebagai bangsa berkembang masih sangat membutuhkan sumber daya manusia yang sehat dan dana yang banyak untuk pembangunan nasional. Kerugian total dalam sektor ekonomi akibat tembakau dinyatakan lebih tinggi dibandingkan manfaat ekonominya (yang diperoleh dari cukai), terlebih dalam hal kualitas SDM dan pengeluaran kesehatan. Berdasarkan hasil kalkulasi dari Kemenkes yang dimuat dalam laporan tahun 2017 tersebut, dinyatakan jumlah total tahun produktif bangsa Indonesia yang sudah hilang selama 2015 saja akibat konsumsi tembakau (dalam bentuk kematian, cacat dan kelahiran prematur) mencapai Rp374 ,06 triliun. Sementara itu, kerugian makroekonomi yang diderita akibat konsumsi tembakau selama tahun 2015 saja mencapai Rp596,61 triliun (setara dengan 45,9 miliar dollar AS). Bila dirinci lagi, jumlah sebesar itu adalah akumulasi dari pengeluaran untuk membeli rokok (Rp208,83 triliun), kerugian masa produktif akibat kematian dan cacat serta kelahiran prematur (Rp374,06 triliun), dan pengeluaran medis untuk mengobati penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tembakau (Rp13,67 triliun untuk pasien rawat inap dan Rp53,44 miliar untuk pasien rawat jalan). 

Yang perlu diketahui mayoritas perokok aktif ini ialah mereka yang hidupnya secara ekonomi masih di bawah garis kemiskinan. Pendapatan mereka rendah, pendidikan mereka kurang, dan mereka juga lebih banyak bertempat tinggal di perdesaan di seluruh Indonesia.  

Menjadi sebuah keprihatinan hebat tatkala kita menyaksikan masyarakat ekonomi lemah memprioritaskan pengeluaran tembakau dibandingkan pengeluaran lain yang jauh lebih penting demi peningkatan kualitas hidup jangka panjang mereka dan anak-anak mereka, seperti biaya pendidikan dan makanan bergizi. Anda mungkin pernah menemukan orang yang pekerjaannya tidak menghasilkan banyak pemasukan namun setiap hari masih bisa menyisihkan uang untuk membeli sebatang dua batang rokok. Jelas sudah, tembakau menciptakan masalah ekonomi dan kesehatan yang nyata di sekitar kita.

Tren perokok aktif muda juga harus menjadi perhatian bagi kita semua. Anak-anak usia sekolah yang merokok semakin banyak dan ini tidak bisa diremehkan begitu saja mengingat dampak kesehatan dan ekonominya dalam jangka panjang.   

Pemerintah telah menempuh berbagai cara untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Salah satunya dengan mengeluarkan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang mengatur penggunaan zat adiktif termasuk tembakau dan produk lain yang mengandung tembakau. UU itu dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah No. 109. 212 mengenai keamanan zat adiktif produk tembakau untuk kesehatan.

Jadi, jika Anda merasa kurang yakin dengan dampak destruktif konsumsi tembakau (baca: merokok) terhadap kehidupan kita, saatnya kita membuka mata hati agar dapat berpikir lebih jernih. Sadari benar-benar hal-hal yang kita gadaikan untuk memuaskan keranjingan kita terhadap nikotin. (*/)

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

6 jam lalu

Terpopuler