Gagal Tes CPNS Bukan Berarti Bodoh, Bisa Jadi Karena Langit-langit Bangunan Tempat Tesmu!

Jumat, 12 Juli 2024 08:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernah menjalani tes tertulis apapun termasuk CPNS yang bersifat skolastik/akademik di bangunan dengan langit-langit yang tinggi dan gagal? Jangan khawatir, itu bukan karena Anda bodoh tapi memang ada kaitan antara bangunan berlangit-langit tinggi dengan hasil skor yang lebih rendah. Sains membuktikannya.

Bertahun-tahun lalu saya pernah mengikuti serentetan tes CPNS, dari Departemen Luar Negeri hingga Departemen Pertanian saya pernah ikuti. Hasilnya tak ada yang lolos. Saya pikir saya yang kurang belajar, kurang pintar, kurang beruntung, kurang kencang berdoa siang malam, dan banyak lagi alasan lain.

Saya masih ingat tes-tes tersebut diadakan di sebuah gedung yang besar, dengan langit-langit yang tinggi. Bukan gedung sekolah atau kampus untuk kuliah memang tapi lebih mirip aula olahraga atau hall basket atau auditorium untuk seremoni wisuda. Suasana hening tapi banyak orang ada di sekitar saya. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Tak peduli dengan yang lain.

Kemudian saya tak sengaja membaca sebuah temuan studi ilmiah dari Universitas Australia Selatan dan Universitas Deakin yang mengungkapkan adanya hubungan antara ruangan dengan langit-langit tinggi dan hasil ujian yang lebih buruk. "Aha! Apakah ini bisa menjelaskan kegagalan saya untuk menembus tes CPNS dulu?" Tanya saya dalam hati.

Saya baca lebih lanjut. Studi yang diterbitkan dalam Jurnal Psikologi Lingkungan ini dipimpin oleh Dr. Isabella Bower, seorang peneliti UniSA yang berlatar belakang arsitektur dan psikologi, bekerja sama dengan Profesor Madya Jaclyn Broadbent dari Universitas Deakin yang ahli dalam bidang psikologi pendidikan.

Singkatnya, tim peneliti menganalisis data dari 15.400 mahasiswa S1 antara tahun 2011-2019 di tiga kampus di sebuah universitas Australia. Mereka membandingkan hasil ujian mahasiswa dengan tinggi langit-langit ruangan tempat mereka mengikuti ujian. Setelah mempertimbangkan perbedaan individual mahasiswa dan kinerja sebelumnya dalam tugas-tugas perkuliahan, mereka menemukan bahwa mahasiswa memperoleh nilai lebih rendah dari yang diharapkan ketika mengikuti ujian di ruangan dengan langit-langit tinggi.

Peneliti juga memperhitungkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, waktu pelaksanaan ujian, dan pengalaman ujian sebelumnya dalam mata kuliah yang diteliti. Dr. Bower mengatakan sulit untuk menentukan apakah hal ini disebabkan oleh skala ruangan itu sendiri, atau faktor-faktor lain seperti kepadatan mahasiswa atau isolasi yang buruk, yang pada gilirannya menyebabkan fluktuasi suhu dan kualitas udara - semua faktor yang dapat mempengaruhi otak dan tubuh.

"Ruang-ruang ini sering dirancang untuk tujuan selain ujian, seperti tempat berolahraga, pameran, acara, dan pertunjukan," kata Dr. Bower. "Poin utamanya adalah bahwa ruangan besar dengan langit-langit tinggi tampaknya merugikan mahasiswa, dan kita perlu memahami mekanisme otak apa yang berperan, serta apakah hal ini mempengaruhi semua mahasiswa dengan tingkat yang sama."

Hasil penelitian ini mendukung eksperimen yang dilakukan Dr. Bower menggunakan realitas virtual (VR), yang mengukur aktivitas otak peserta yang dipaparkan pada ruangan berbeda, sambil mengendalikan faktor-faktor lain seperti suhu, pencahayaan, dan kebisingan. Menggunakan teknik elektroensefalografi (EEG), di mana elektroda dipasang di kulit kepala untuk mengukur komunikasi sel otak, tim peneliti mengubah ukuran ruangan sambil merekam respons otak. Mereka juga mengukur detak jantung, pernapasan, dan keringat yang dikeluarkan badan, yang mengungkapkan apakah seseorang dapat secara tidak sadar mendeteksi perubahan lingkungan.

Dalam eksperimen VR ini, mereka menemukan bahwa hanya dengan duduk di ruangan yang lebih besar saja sudah menghasilkan aktivitas otak yang terkait dengan konsentrasi pada tugas yang sulit. Hal ini membuat mereka mempertanyakan apakah kinerja tugas di ruang besar menjadi berkurang.

"Berdasarkan hasil ini, kami penasaran untuk menerapkan temuan laboratorium kami pada dataset dunia nyata dan melihat apakah berada di ruang besar seperti aula olahraga sambil harus berkonsentrasi pada tugas penting akan menghasilkan kinerja yang lebih buruk," kata Dr. Bower.

Profesor Madya Jaclyn Broadbent menambahkan, "Ujian telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan kita selama lebih dari 1300 tahun, membentuk jalur karier dan kehidupan siswa. Di Australia, banyak universitas dan sekolah menggunakan ruang dalam yang besar untuk ujian guna mengefisienkan logistik dan biaya. Sangat penting untuk mengenali potensi dampak lingkungan fisik terhadap kinerja siswa dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil."

Temuan ini akan memungkinkan kita untuk merancang bangunan tempat kita tinggal dan bekerja dengan lebih baik, sehingga kita dapat tampil dengan kemampuan terbaik kita. Penelitian ini membuka wawasan baru tentang pentingnya mempertimbangkan aspek arsitektur dalam merancang ruang pendidikan, khususnya ruang ujian, untuk mendukung keberhasilan kandidat maupun mahasiswa yang ikut ujian.

Dari sini saya yakin bahwa saya memang tidak ditakdirkan untuk menjadi PNS atau ASN karena mungkin saya tak bisa bekerja di bawah tekanan seperti diharuskan berpikir di ruangan yang sama sekali tak mendukung. Hahaha. 

Tapi saya bersyukur saya tak lolos tes CPNS karena sekarang saya lebih memahami diri dan justru tak bisa membayangkan betapa menyesakkannya hidup saya kalau mengabdi jadi PNS. Karena saya perlahan tahu saya bukan tipe orang yang "asal bapak senang" atau mengerjakan sesuatu tanpa tahu faedahnya atau sekadar untuk mengikuti tradisi pendahulu. (*/)

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler