x

Iklan

Susi Alawiyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lima Alasan Dodi Bakal Tumbang di Pilkada Sumsel 2018

Apabila Dodi Reza berani maju di Pilkada 2018, hal itu disebut spekulasi politik. Sebab kemungkinan besar Dodi bakal tumbang di akhir pertandingan atau sebelum pertindangan dimulai, dan hal ini berarti tidak jadi mencalon.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pesta demokrasi sudah memasuki tahapan yang bakal dilaksanakan di Sumatera Selatan (Sumsel) mempunyai 4 pasangan yakni Herman Deru-Mawardi Yahya, Aswari Rifai-Irwansyah, Ishak Mekki-Yudha Pranomo, dan Dodi Reza-Giri Ramadhan yang sebagai peserta Pilkada Sumsel tahun 2018 ini.

Kabar yang tidak mengejutkan Dodi akan maju dan berdampingan dengan Giri adalah isu sudah lama mencuat. Posisinya sebagai anak dari Gubernur Sumsel sebagai modal politik yang luar biasa.

Tetapi sebagian pengamat, modal politik secara keturunan dianggap belum cukup. Modal politik Dodi belum cukup jika tidak disertai dengan dukungan masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh M Amin dari Lembaga Survei dan Konsultan Politik Lipra Sumsel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut M Amin, Dodi sebagai anak Gubenur memang memiliki kekuatan yang dominan, tetapi masyarakat tidak memandang seperti itu. Banyak alasan masyarakat yang belum menginginkan Dodi untuk maju sebagai calon Gubernur Sumsel. 

Amin mengungkapkan, jika Dodi berani maju di Pilkada 2018, hal itu disebut spekulasi politik. Kemungkinan besar Dodi bakal tumbang di akhir pertandingan atau sebelum pertindangan dimulai yang berarti tidak jadi mencalon. Amin mengungkapkan ada lima alasan Dodi bakal tumbang.

1. Muba Masih Butuh dan Percaya Dodi

Dodi yang menjadi tumpuhan masyarakat Muba. Muba masih sangat berharap Dodi mau mendahulukan kepentingan Muba, bukan kepentingan pribadi untuk menaikkan karir politiknya. Bahkan dalam twitternya Dodi menulis: "Ini bukan kemenangan, tetapi ini adalah amanah dan amanat. Ini bukan kebanggaan, tetapi ini adalah kepercayaan". Jika kepercayaan yang diamanahkan masyarakat Muba tidak terpenuhi, maka Dodi akan menuai kekecewaan masyarakat Muba.

2. Belum Berpengalaman Sebagai Kepala Daerah

Walaupun sudah malang melintang sebagai pejabat publik sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Selatan, tetapi pengalamannya sebagai kepala daerah belum memadai. Masyarakat menanti kesuksesan Dodi sebagai Bupati Muba, bukan Bupati dijadikan batu loncatan.

Amin mengatakan,"Jika Jokowi bisa, mengapa Dodi tidak? Itu beda kasus. Kalau Jokowi sudah teruji menjadi Walikota Solo dan terobosan sebagai Gubenur DKI juga terlihat jelas, maka lompatnya menjadi Presiden". Karena, itu masyarakat tidak mau dikecewakan dengan majunya Dodi sebagai calon Gubernur Sumsel.

3. Rendahnya Dukungan Dodi Sebagai Kepala Daerah

Dukungan Dodi menjadi anggota DPR RI memang cukup signifikan, tetapi untuk kepala daerah, masyarakat belum membutuhkan Dodi. Lemahnya dukungan itu bisa dilihat ketika Dodi maju pada periode 2011 lalu yang mana hampir kalah telak melawan Pahri  Azhari.

Kondisi Muba yang terbelah masih berlangsung sampai sekarang. Karena ketakutan kalah seperti periode lalu, maka ayahnya sebagai motor "membeli" partai sehingga "hampir" Dodi pada Pilkada 2017 lalu hampir melawan kotak kosong. Itu pun tingkat partisipasi masyarakat rendah, dan perlawanan calon independen cukup signifikan.  

4. Program Dodi di Muba Belum Terbukti

Pembangunan di Muba masih sebatas wacana, perjanjian tertulis, dan konsep di dalam kerta kerja. Pembangunan sampai sekarang belum menyentuh dan menyeluruh. Apalagi, Muba masuk dalam wilayah yang miskin di Sumsel. Walaupun ada penghargaan, semua terkesan dipaksakan, Masyarakat masih diberikan janji-janji, sehingga sampai sekarang seolah masyarakat masih "dijanjikan dan didekati" oleh Dodi agar percaya dan mendukungnya untuk maju sebagai Calon Gubernur Sumsel.

5. Majunya Dodi, Terkesan Politik Dinasti

Politik dinasti sudah mulai dibenci oleh masyarakat. Selain, survei yang masih rendah menyebabkan Dodi masih sulit untuk melakukan pergerakan secara leluasa. Permintaan dari "politik dinasti" menyebabkan Dodi berada dalam dilema. Padahal Calon Wakil Gubernur dari Golkar ada yang tampil misalnya Mawardi Yahya yang memiliki peluang cukup signifikan untuk dimajukan dari Partai Golkar. Mawardi Yahya memiliki pengalaman sebagai kepala daerah dan survei mereka tidak jauh berbeda dengan Dodi. Bedanya, Dodi membawa nama orang tuanya, dan mereka belum sosialisasi lebih luas.

Berdasarkan lima alasan itu, menurut Amin untuk sementara perjalanan Dodi menjadi Gubernur menemui kesulitan dan berliku, karena ia tidak dapat dijadikan teladan dalam komitmen oleh masyarakat Muba. Walaupun, jika dipaksakan oleh Alex Noerdin tentu kalkulasi politik akan mengalami perubahan.

 

Ikuti tulisan menarik Susi Alawiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini