x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Biarkan Pilkada Langsung Direnggut dari Rakyat

Bila pilkada oleh DPRD, partai politik, para elite khususnya, akan memainkan peran terbesar dalam menentukan siapa yang jadi kepala daerah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sebagian politikus rupanya tak puas juga menghimpun kekuasaan ke dalam diri mereka. Setelah menyepakati revisi UU MD3 yang dilengkapi kewenangan mempidanakan siapapun yang dianggap menghina kehormatan institusi DPR maupun anggotanya, kini politikus mengembuskan wacana untuk mengembalikan proses pemilihan kepala daerah kepada DPR-Daerah.

Alasan mereka, pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat telah memakan biaya tinggi dan mendorong para calon dan pihak terkait untuk mencari dukungan dana dari sumber-sumber yang tidak legal. Menurut mereka, pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan mengurangi kasus-kasus korupsi terkait dengan praktik politik uang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jalan pikiran seperti itu tampak aneh. Mengapa?

Pertama, menyalahkan proses pemilihan kepala daerah secara langsung sebagai penyebab banyaknya kasus korupsi kepala daerah hasil pemilihan sungguh tidak dapat diterima akal. Bila biaya kontestasi politik yang tinggi yang jadi masalah, masalah inilah yang mesti diselesaikan, dan bukan mengembalikan proses pemilihan kepala daerah seperti di masa lalu.

Ketika biaya politik tinggi disebabkan oleh mahar politik dan perilaku calon kepala daerah sendiri, mengapa kedaulatan rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya yang direnggut? Mengubah sistem pemilihan tidak akan mengatasi korupsi dan praktik politik uang.

Kedua, mengembalikan proses pemilihan kepala daerah kepada DPRD jelas melanggar prinsip demokrasi yang menghargai hak politik rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung, bukan melalui perwakilan. Pemilihan tidak langsung akan meniadakan hak partisipasi rakyat dalam proses politik yang penting. Pemilihan melalui DPRD akan menjadikan kepala daerah terpilih tampak asing di tengah rakyatnya.

Ketiga, mengembalikan kewenangan pemilihan kepala daerah kepada DPRD tidak relevan jika tujuannya untuk mengurangi politik uang. Apakah ada jaminan bahwa praktik politik uang tidak akan berjalan bila pemilihan dilakukan oleh anggota DPRD? Pemilihan melalui DPRD hanya akan mendorong orang-orang yang ingin jadi kepala daerah untuk bermesraan dengan para anggota DPRD. Apakah biaya politiknya akan lebih rendah? Tidak ada jaminan.

Keempat, mengembalikan kewenangan pemilihan kepala daerah kepada DPRD akan memperkuat praktik oligarki partai politik dalam menentukan kepemimpinan daerah. Saat pemilihan langsung pun, para calon yang berhak maju dalam kontestasi pilkada adalah orang-orang yang sudah dipilih dan disaring partai politik lalu disodorkan kepada rakyat. Apa lagi jika pemilihan dilakukan oleh anggota DPRD.

Partai politik, para elite khususnya, akan memainkan peran terbesar dalam menentukan siapa yang jadi kepala daerah. Anggota DPRD akan lebih menyuarakan kepentingan partai ketimbang kepentingan rakyat. Kecondongan oligarki akan semakin kuat. Dalam situasi seperti itu, rakyat hanya menyediakan panggung bermain bagi politikus. Rakyat tinggal jadi penonton yang tidak punya hak bersuara. (Foto Pilkada Jabar 2018/tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB