x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kejahatan Korporasi yang Merusak

Perusahaan mestinya ikut dibawa ke meja hijau, ini mengingat dampak buruk yang ditimbulkan korporasi lebih menjangkau banyak hal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Mungkinkah seorang direktur sebuah perusahaan menyuap pihak otoritas yang punya kewenangan dalam hal tertentu atas nama diri sendiri? Mungkinkah ia menyuap, misalnya, agar proek perusahaannya dapat berjalan sehingga ia—sebagai direktur—dianggap berhasil menjalankan tanggung jawabnya? Mungkinkah ia menyuap atas inisiatif sendiri tanpa pengetahuan jajaran direksi  dan manejemen lainnya?

Sungguh sukar diterima akal bila jawaban atas pertanyaan itu adalah ‘ya’. Mengapa? Secara sederhana, dari mana uang yang ia gunakan untuk menyuap itu berasal? Dari kantong sendiri? Rasnya muskil seorang direksi mau mengeluarkan uang besar, sedangkan perusahaan yang memetik keuntungan atau manfaat. Jika uang berasal dari kas perusahaan, tentu harus ada pelaporannya untuk apa uang itu dikeluarkan. Karena ini uang besar, dalam satuan miliar, mustahil bila jajaran puncak lainnya tidak tahu-menahu pengeluarannya. Bagaimana mungkin pengeluaran puluhan miliar hanya disetujui satu orang direktur, misalnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantaran itu, suap terhadap otoritas atau siapapun yang memiliki wewenang tertentu terkait dengan aturan tertentu, di mana perusahaan itu punya kepentingan, pastilah dilandasi niat korporasi. Suap diberikan karena perusahaan ingin mencapai tujuan tertentu, misalnya terbitnya izin lokasi, izin penebangan hutan, izin impor, maupun beragam izin lain yang memerlukan persetujuan otoritas. Perusahaan melakukan suap karena berniat memperoleh keuntungan atau manfaat tertentu. Jadi bukan kepentingan individu seorang atau dua orang direktur atau manajer keuangan.

Sayangnya, seringkali yang dijerat ke meja hijau hanya individu-individu, padahal mereka hanyalah orang yang menjalankan keputusan yang diambil jajaran manajemen yang notabene mewakili atau merupakan representasi perusahaan. Maknanya, perusahaan mestinya ikut dibawa ke meja hijau, ini mengingat dampak buruk yang ditimbulkan korporasi lebih menjangkau banyak hal bila dibandingkan jika sebuah kasus dibatasi pada individu semata.

Lagi pula, seperti dikutip dalam Tajuk Koran Tempo, Selasa 30 Oktober 2018, Bambang Widjojanto—mantan pimpinan KPK—mengatakan bahwa 90 persen kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan korporasi, bagi sebagai pelaku, orang yang bersama-sama melakukan, maupun pihak yang membantu memberi sarana dan prasarana kejahatan. Sayangnya, seperti dikutip Koran Tempo, data Anti-Corruption Clearing House KPK menyebutkan bahwa dari 867 tindak pidana korupsi berdasarkan jabatan/profesi di sepanjang tahun 2004-2018, baru empat korporasi saja yang ditangani oleh KPK.

Dampak buruk yang ditimbulkan suap/korupsi oleh korporasi menjangkau segi-segi lebih luas dari sekedar material uang. Praktik ini jelas mengingkari prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik, yang membuat perusahaan tumbuh tidak sewajarnya karena mengandalkan pada aksi-aksi suap untuk mempercepat jalannya bisnis. Banyak perusahaan yang tumbuh besar dengan cepat karena bisnisnya melesat tapi sesungguhnya keropos di dalam karena secara manajerial maupun kemampuan profesionalnya belum mencapai tingkat kematangan yang diperlukan.

Praktik suap korporasi ini merusak iklim kompetisi bisnis dan ekonomi yang fair, sebab perusahaan yang berani melakukan suap terhadap pemegang otoritas akan memperoleh perlakuan istimewa dibandingan pemain lain di bidang yang sama. Asas keadilan ditabrak. Perusahaan yang berusahaa taat mengikuti aturan malah tertinggal dalam kompetisi bisnis.

Praktik suap korporasi juga merusak tata dan institusi pemerintahan. Betapa banyak pejabat pemerintah yang terseret ke meja hijau karena tidak tahan terhadap suap yang diberikan oleh perusahaan. Upaya kita bersama untuk membangun institusi pemerintahan yang kredibel dan berintegritas jelas dirusak oleh praktik perusahaan ini. Jalannya roda pemerintah jelas terganggu ketika sejumlah pejabat di sebuah tingkat pemerintahan terpaksa dicokok oleh KPK karena diduga menerima suap atau tertangkap tangan.

Dan bahkan praktik demokrasi yang sedang kita bangun pun terganggu setiap kali praktik suap terjadi. Negara telah menghabiskan banyak anggaran untuk menyelenggarakan pemilihan wakil rakyat maupun bupati/walikota/gubernur. Rakyat pun telah mengerahkan kepercayaannya kepada mereka yang terpilih. Namun, suap korporasi telah menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap institusi demokrasi maupun praktiknya.

Karena itu, jika praktik suap/korupsi terjadi, bukan hanya individu seorang direktur, misalnya, yang perlu dimejahijaukan, tapi juga perusahaan sebagai badan hukum. Dampaknya akan lebih membuat banyak para eksekutif perusahaan untuk lebih berhati-hati dan mematuhi dengan lebih taat prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Jika korporasi yang menjadi tersangka, para eksekutif dan pemegang saham akan berpikir ulang untuk menyuap mengingat masa depan perusahaan dipertaruhkan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu