x

Sejumlah jamaah haji melempar jumrah dalam kegiatan ibadah haji di Mina, Arab Saudi, 12 September 2016. Lempar jumrah merukan simbol mengusir setan yang dilakukan oleh jemaah haji pada pilar-pilar. REUTERS/Ahmed Jadallah

Iklan

Anggito Abimanyu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Biaya Haji Mahal, Jemaah Bayar Sebagian

Jika dihitung dengan biaya haji total adalah Rp 70 juta per jemaah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anggito Abimanyu
 
Kepala Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji 
 
Dalam wacana debat Calon Presiden RI tahun 2019, baik paslon nomor 1 dan paslon nomor 2 menaruh perrhatian pada tingginya ONH (Ongkos Naik Haji) atau sekarang namanya Biaya Penyelenggeraan Ibadah Haji (BPIH). Cawapres Sandiaga Uno setelah mendengar keluhan seorang ibu dari Jambi mengenai mahalnya ongkos naik haji berjanji merasionalkan biaya haji dan membentuk lembaga tabungan haji (DetikNews, 25 Januari 2019).
 
Presiden Jokowi sehari sebelumnya menerima ketua Parmusi Bisnis Center Wilayah (PBCW) seluruh Indonesia konon juga membahas mengenai biaya haji. Ketua Parmusi mengungkapkan kepada pers mengenai antusiasme Presiden untuk membangun Menara Haji Indonesia di Mekkah sehingga ONH bisa turun  hingga 35% (Muslim Obsession, 24 Januari 2019).
 
“Karena itu Presiden berjanji dalam waktu dekat akan segera menerbitkan Keppres sekaligus tim pembangunan Menara Haji Indonesia yang akan melibatkan sejumlah menteri, BUMN, Perbankan Sayriah dan perwakilan ormas Islam,” kata  Usamah Hisyam, ketua umum Parmusi (Persaudaraan Muslim Indonesia).
Banyak orang yang belum tahu mengenai besaran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan darimana sumber pembiayaannya.
 
BPIH adalah penjumlahan dari besaran biaya perjalanan ibadah haji dari Indonesia ke Arab Saudi pp (penerbangan), akomodasi di Arab Saudi (Mekah, Madinah, Arafah dan Mina), konsumsi di Arab Saudi, transportasi antar kota dari bandara ke penginapan dan biaya tiket bis shuttle di Mekkah dan transportasi antara Arafah-Muzdalifah-Mina (Naqobah).
 
Di luar biaya perjalananan dan biaya hidup selama di Arab Saudi, biaya haji juga memperhitungkan biaya hidup calon jemaah sebelum keberangkatan, yakni biaya dari rumah masing-masing (di luar perhitungan BPIH) dan biaya selama tinggal di asrama haji. Biaya bimbingan oleh KBIH (Kelompk Bimbingan Ibadah Haji, jika ada, dan merupakan biaya tambahan) dan bimbingan oleh Kementerian Agama di tingkat kecamatan (KUA), Kabupaten dan Propinsi.  Living cost, biaya paspor, pemvisaan, biometri, buku manasik dan dokumen-dokumen perlengkapan perhajian juga dihitung dalam komponen total biaya perjalanan ibadah haji.
Di luar itu, masih ada lagi biaya dukungan dari sumber pembiayaan pemerintah (APBN), seperti petugas kloter dan non-kloter, petugas di kantor perwakilan, kesehatan, biaya pengawasan dan biaya-biaya administratif lainnya serta biaya tak terduga (safe guarding).
 
Biaya perjalanan ibadah haji yang paling dominan adalah dari komponen penerbangan (40%), akomodasi (30%), serta p transportasi dan katering (10%), serta biaya yang lain relatif minor. Sebagian besar biaya haji dilakukan dalam mata uang asing (80%), yakni dolar AS dan Saudi Reyal.
 
Tahun 2018, total biaya penyelenggaraan ibadah haji adalah sekitar Rp 13,6 triliun atau per orang sekitar Rp. 67,5 juta, belum termasuk biaya dari APBN untuk petugas kemenag, pelayanan kesehatan dan petugas imigrasi, LN serta transportasi di Arab Saudi.
 
Dari mana biaya haji tersebut dibiayai?

Sumber pembiayaan haji berasal dari 3 sumber utama, yakni setoran awal (down payment) jemaah haji sebesar Rp 25 juta per orang, setoran lunas jemaah haji pada waktu pelunasan, dengan besaran tergantung pada keputusan DPR - pemerintah. Contohnya tahun 2018 ditetapkan sekitar Rp 10 juta. Sumber ketiga adalah hasil penempatan dan investasi setoran awal calon jemaaah haji. Besarnya total nilai manfaat setoran awal satu tahun saat ini adalah sekitar Rp 6 triliun.

Kalau dihitung jemaah yang saat ini berangkat dengan asumsi waktu tunggu rata-rata 10 tahun, maka besaran nilai manfaat per calon jemaah berangkat kurang lebih adalah sekitar Rp 10 juta, dengan asumsi imbal hasil neto rata-rata 6% per tahun. Jadi secara matematis tersedia sumber dana sebesar Rp 25 juta (setoran awal) + Rp 10 juta (setoran lunas) + Rp 10 juta (nilai manfaat Jemaah ybs) atau total sebesar Rp 45 juta.

Jika dihitung dengan biaya haji total adalah Rp 70 juta, maka terdapat kekurangan pembiayaan sebesar sekitar paling tidak Rp 25 juta/jemaah (Rp 70 juta minus Rp 45 juta). Selisih kekurangan pembiayaan tersebut diambilkan dari nilai manfaat jamaah lain (tunda) yang belum berangkat. Tindakan tersebut tidak dilarang dalam UU 13 tahun 2008, namun tidak lagi diperbolehkan dalam ketentuan UU 34 tahun 2014. Dalam ketentuan UU 34, Jemaah tunggu sudah memperoleh nilai manfaat melalui virtual account.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak terbentuknya BPKH sesuai dengan amanat UU tahun 34 tahun 2014, maka pemberlakuan system alokasi nilai manfaat bagi Jemaah tunda melalui virtual account sudah harus diberlakukan. Lepas dari ketentuan perudangan-undangan yang ada, total biaya penyelenggaraan ibadah haji terhitung cukup tinggi, dengan tingkat kenaikan setiap tahunnya lebih dari 6% pertahun, terutama dari biaya penerbangan, biaya Arafah-Mina dan akomodasi di Madinah. Kenaikan tersebut terjadi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar, serta kebijakan akomodasi di Arab Saudi. Sayangnya keputusan politik terhadap BPIH, memaksakan biaya kenaikan itu dibebankan kepada nilai manfaat jemaah tunggu, bukan jemaah haji yang berangkat.

 

Ide untuk memiki hotel di Arab Saudi di Mekkah dan Madinah sejalan dengan program BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), namun demikian di kedua kota suci tersebut WNA dilarang memiiki aset tetap seperti properti dan hotel. Kepemilikan hotel di Arab Saudi juga tidak otomatis menurunkan biaya haji. Dengan pertumbahan jumlah hotel di Mekkah yang cukup masif, memiliki hotel di Mekkah belum tentu menguntungkan, meskipun ditempat yang strategis. Lain halnya dengan di Madinah, memiliki hotel di Madinah di lokasi markaziyah (ring pertama) yang cukup strategis dan menguntungkan karena permintaannya sangat tinggi baik untuk haji dan umrah.

Mekkah dan Madinah adalah merupakan kota dengan biaya hidupnya yang paling tinggi di dunia khsususnya apabila tinggal ditempat strategis.

Memiliki hotel (join bersama WN Arab Saudi) atau sewa hotel jangka panjang di Arab Saudi, khususnya di Mekkah dan Madinah akan memperbaiki pelayanan dan kepastian pelayanan bagi Jemaah haji dan umrah Indonesia, dan tentu kebanggan tersendiri.

Sisi komersialnya harus diperhitungkan secara cermat antara manfaat dan risiko.

Untuk menurunkan total biaya haji, memang sangat memungkinkan dengan berbagai upaya investasi di Arab Saudi dan efisiensi pelayanan haji. Namun yang lebih penting adalah adanya keputusan politik antara Pemerintah dan DPR, bahwa saatnya calon Jemaah haji secara gradual mulai membayar BPIH menuju kepada tingkat harga keekonomiannya. Saat ini total biaya penyelenggaraan ibadah haji memang relatif mahal dibandingkan dengan besaran setoran yang dibayar dari jemaah haji itu sendiri.

Ikuti tulisan menarik Anggito Abimanyu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB