Bapak Presiden Jokowi, Inilah 10 Poin Penghancur KPK
Sabtu, 7 September 2019 19:42 WIBDalam menyikapi revisi UU KPK seharusnya Bapak Presiden Jokowi lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir pejabat dan para politikus.
Bapak Presiden Joko Widodo Yth,
Sesuai pemberitaan media, Bapak Presiden telah berbicara mengenai rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Bapak berharap Dewan Perwakilan Rayat mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK. Pak Jokowi yang sedang sibuk melawat ke daerah, juga berjanji akan melihat dulu revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disiapkan oleh politikus Senayan.
Sebagai warga negara biasa, kami justru berharap Bapak segera mengambil sikap yang tegas demi menyelamatkan KPK -- lembaga yang didirikan di era Presiden Megawati dan berperan besar dalam memerangi korupsi. Komisi Antikorupsi telah menjebloskan ratusan pejabat dan politikus ke penjara. Berbagai modus korupsi pun sudah dibongkar seperti penggelembungan anggaran, suap perizinan proyek dan usaha, suap terhadap penegak hukum, pat gulipat tender, permainan kouta impor, dan jual beli jabatan.
Apakah semua praktek kotor itu lenyap? Ternyata belum. Itu sebabnya, upaya melemahkan wewenang KPK, justru akan menyebabkan korupsi semakin merajalela. Korupsi membuat penggunaan anggaran negara tidak efisien dan kegiatan ekonomi berbiaya tinggi. Keadilan sosial-ekonomi pun terkoyak karena para pejabat dan elite politik mudah mengeruk duit negara , sementara sebagian besar rakyat hidup melarat.
Menjadikan KPK sebagai lembaga biasa saja, bukan lagi super body, tentu didambakan oleh para politikus dan pejabat. Dengan melempennya kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi, mereka bakal leluasa menerapkan berbagai modus korupsi. Melemahnya KPK akan menjadi kemenangan besar bagi oligarki politik.
Sekarang saja, kalangan penggiat antikorupsi amat cemas terhadap hasil kerja panitia seleksi calon pemimpin KPK yang Bapak Presiden bentuk. Ada figur yang kurang berintegritas yang lolos. Jika Bapak Presiden merestui revisi UU KPK, lembaga ini akan semakin hancur atau setidaknya akan melempen juga seperti lembaga penegak hukum lainnya.
Dalam menyikapi revisi UU KPK seharusnya Bapak Presiden Jokowi lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir pejabat dan para politikus.
Salam,
Seorang warga negara Indonesia
NB: berikut lampiran 10 Poin dalam draf revisi UU KPK yang bisa menghancurkan Komisi Pemberantaskan Korupsi seperti yang dirilis resmi oleh lembaga ini:
1.Independensi KPK terancam
- KPK tidak disebut lagi sebagai lembaga Independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun;
- KPK dijadikan lembaga Pemerintah Pusat
- Pegawai KPK dimasukan dalam kategori ASN sehingga hal ini akan beresiko terhadap independensi pegawai yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan;
2.Penyadapan dipersulit dan dibatasi
- Penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas. Sementara itu, Dewan Pengawas dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya pada DPR setiap tahunnya;
- Selama ini penyadapan seringkali menjadi sasaran yang ingin diperlemah melalui berbagai upaya, mulai dari jalur pengujian UU hingga upaya revisi UU KPK
- Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa dan dilakukan secara tertutup. Sehingga bukti-bukti dari Penyadapan sangat berpengaruh signifikan dalam membongkar skandal korupsi;
- Penyadapan diberikan batas waktu 3 bulan. Padahal dari pengalaman KPK menangani kasus korupsi, proses korupsi yang canggih akan membutuhkan waktu yang lama dengan persiapan yang matang. Aturan ini tidak melihat kecanggihan dan kerumitan kasus korupsi yang terus berkembang;
- Polemik tentang Penyadapan ini semestinya dibahas secara komprehensif karena tidak hanya KPK yang memiliki kewenangan melakukan Penyadapan;
3.Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
- DPR memperbesar kekuasaannya yang tidak hanya memilih Pimpinan KPK tetapi juga memilih Dewan Pengawas.
- Dewan pengawas menambah panjang birokrasi penanganan perkara karena sejumlah kebutuhan penanganan perkara harus izin Dewan Pengawas, seperti: penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.
4.Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
- Penyelidik KPK hanya berasal dari Polri, sedangkan Penyidik KPK berasal dari Polri dan PPNS;
- Hal ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bagi KPK dapat mengangkat Penyelidik dan Penyidik sendiri;
- Lembaga-lembaga KPK di beberapa negara di dunia telah menerapkan sumber terbuka Penyidik yang tidak harus dari kepolisian, seperti: CPIB di Singapura, ICAC di Hongkong, MACC di Malaysia, Anticorruption Commision di Timor Leste, dan lembaga antikorupsi di Sierra Lone.
- Selama ini proses Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan KPK sudah berjalan efektif dengan proses rekruitmen yang terbuka yang dapat berasal dari berbagai sumber;
5.Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
- KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan Penuntutan Korupsi;
- Hal ini beresiko mereduksi independensi KPK dalam menangani perkara dan akan berdampak pada semakin banyaknya prosedur yang harus ditempuh sehingga akan memperlambat penanganan perkara
6.Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
- Ketentuan yang sebelumnya diatur di Pasal 11 huruf b UU KPK tidak lagi tercantum, yaitu: mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat;
- Padahal pemberantasan korupsi dilakukan karena korupsi merugikan dan meresahkan masyarakat dan diperlukan peran masyarakat jika ingin pemberantasan korupsi berhasil;
7.Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
- Pengambilalihan perkara hanya bisa dilakukan untuk proses Penyelidikan;
- KPK tidak lagi bisa mengambil alih Penuntutan sebagaimana sekarang diatur di Pasal 9 UU KPK
8.Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
- Pelarangan ke luar negeri
- Meminta keterangan perbankan
- Menghentikan transaksi keuangan yang terkait korupsi
- Meminta bantuan Polri dan Interpol
9.KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
- KPK menetapkan suatu kasus penyidikan melalui proses yang sangat hati-hati karena tidak adanya penghentian penyidikan dan penuntutan. Melalui ketentuan tersebut akan menurunkan strandar KPK dalam penanganan kasus.
- Penghentian penyidikan dan penuntutan yang belum selesai selama 1 (satu) tahun akan membuat potensi intervensi kasus menjadi rawan. Terlebih pada kasus yang besar serta menyangkut internasional proses penanganan akan sangat sulit menyelesaikan selama satu tahun. Selain itu, berpotensi juga dilakukan penghambatan kasus secara administrasi sehingga lebih dari 1 (satu) tahun.
- Tingkat kesulitan penanganan perkara dari satu perkara ke perkara lain bermacam-macam, sehingga mungkin saja ada perkara yang amat rumit sehingga membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk menanganinya.
- Tidak pernah ada aturan dalam sistem hukum acara pidana nasional yang mengatur bahwa suatu penyidikan/penuntutan harus dihentikan jika selama jangka waktu tertentu proses penyidikan/penuntutannya belum selesai, jadi aturan ini adalah aturan anomali yang sama sekali tidak mendukung pelaksanaan tugas penegakan hukum KPK.
10.Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
- Pelaporan LHKPN dilakukan di masing-masing instansi, sehingga hal ini akan mempersulit melihat data kepatuhan pelaporan dan kewajaran kekayaan Penyelenggara Negara;
- Posisi KPK direduksi hanya melakukan kooordinasi dan supervisi;
- Selama ini KPK telah membangun sistem dan KPK juga menemukan sejumlah ketidakpatuhan pelaporan LHKPN di sejumlah institusi;
***
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Bapak Presiden Jokowi, Inilah 10 Poin Penghancur KPK
Sabtu, 7 September 2019 19:42 WIBGojek buat Orang Miskin di Jakarta? Ini Sesat Pikir Ucapan Bos Taksi Malaysia
Kamis, 29 Agustus 2019 12:20 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler