x

Iklan

Hasan Aspahani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 19 Oktober 2019 05:43 WIB

Kenapa di Negeri ini Sajak Liris Sedemikian Laris?

Kenapa sajak liris banyak sekali ditulis? Bagaimana menulis sajak liris dengan baik?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SAJAK LIRIS adalah sajak yang paling laris ditulis.
 
Kenapa? Karena bahannya berlimpah. Apa itu? Perasaan manusia itu sendiri.
 
Saya juga ingin mengatakan sajak liris punya akar kuat dalam tradisi pantun. Bentuk puisi asli nusantara itu sesungguhnya adalah wujud dari sajak liris yang unik, di mana perasaan, ide, gagasan disandingkan dengan gambaran alam yang diamati, yang dijadikan pembayang atau pengantar. 
 
Pantun ini, misalnya:
 
kalau ada sumur di ladang
boleh kita menumpang mandi
kalau ada umur yang panjang
boleh kita berjumpa lagi
 
Dua larik sampiran adalah gambaran hasil pengamatan alam. Dua larik isi atau pesan adalah ekspresi dari harapan, keinginan, perasaan. Jika kedua hal itu dileburkan, maka jadilah sajk liris. Pantun dengan demikian adalah prasajak liris.
 
Apabila kini sajak liris menjadi sedemikian dekat dengan masyarakat, maka saya kira salah satu penyebabnya adalah karena bentuk sajak itu, tanpa kita sadari telah tumbuh kuat, berada begitu dekat dengan kehidupan kita lewat apa yang kita kenal sebagai pantun.
 
 
 

Butir-butir berikut ini disarikan dari tulisan berjudul "Keremang-remangan Suatu Gaya", yaitu sebuah ulasan Sapardi Djoko Damono atas sajak Abdul Hadi WM. Saya kira tulisan itu adalah sebuah petunjuk yang sangat jelas dan bagus bagi penyair yang hendak menulis sajak-sajak liris yang baik.
 
Saya tak menambahkan penjelasan, karena menurut saya apa yang dipaparkan beliau sudah amat jelasnya.

1. Sebuah sajak yang buruk biasanya berusaha "meyakinkan" pembacanya dan dengan demikian memaksanya saja untuk mendengar dengan pasif.

2. Perasaan yang paling khas dalam arti: yang paling banyak melibatkan manusia dari zaman ke zaman, adalah bahan terbaik untuk sajak lirik.

3. Penyair harus menjelmakan perasaan yang klise itu sebagai bahan sajaknya --misalnya cinta-- dengan segar, menjadi sajak yang segar dengan ungkapan yang tidak klise, tetapi harus unik dan personal.

4. Untuk menuliskan sajak lirik yang baik, penyair harus cermat mengamati dan mencatat perasaan-perasaan sendiri dan peristiwa-peristiwa di alam sekitarnya.

5. Dua elemen penting dalam sajak lirik adalah menyatakan perasaan yang samar-samar dan dengan cara yang sederhana menyatukannya dengan alam sekitar.

6. Kesamar-samaran itu unik, dan dia akan menjadi tidak unik lagi, dan berhenti sebagai puisi - kalau ia digamblangkan.

7. Penyair harus sadar bahwa sebenarnya perasaan yang samar-samar itu tidak komunikatif, dan penyair harus mengkomunikasikannya, dengan bahasa, alat komunikasi.

8. Ujian bagi penyair lirik: ia mungkin tergelincir ke dalam sajak-sajak gelap, sajak-sajak yang sama sekali kehilangan kontak dengan pembaca atau ia menghasilkan sajak yang habis sekali baca bahkan tidak jarang sudah habis sebelum dibaca sampai terakhir.

9. Penyair harus meletakkan sajak liriknya tepat pada garis yang memisahkan kedua kemungkinan tersebut di atas. Itulah garis yang harus dicari, ditemukan dan dicapai oleh penyair lirik yang baik.

* Disarikan dari buku "Sihir Rendra: Permainan Makna", terbitan Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999.
 
 

Ikuti tulisan menarik Hasan Aspahani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler