x

Gubernur Anies Baswedan mengunjungi Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara yang termasuk dalam penataan kampung tematik sketsa, Selasa, 31 Juli 2018. Tempo/M Yusuf Manurung

Iklan

Anung Suharyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Oktober 2019

Kamis, 31 Oktober 2019 12:51 WIB

Silat Lidah Lem Aibon Rp 82,8 M: Anies Gagal Manfaatkan Warisan Ahok?

Cara Gubernur Anies menanggapi pengisian anggaran yang kacau itu juga kurang tepat. Ia semestinya tidak menyalahkan sistem e-bugeting yang dibuat oleh Ahok. Jika menganggap sistem ini masih mengandung kelemahan, ia seharusnya memperbaikinya sejak dini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisruh anggaran  Daerah Khusus Ibu  Kota Jakarta  memperlihatkan kelemahan  Gubernur  Anies Baswedan dalam mengawasi  proses pembuatan anggaran.  Ia tidak menggunakan secara maksimal  sistem e-bugeting yang dirintis oleh gubernur  Basuki Tjahaja Purnama.

Gubernur Anies bahkan tidak menampilkan rancangan anggaran DKI di situs resmi provinisi ini.  Ia juga tak berupaya membenahi sistem  itu jika memang masih mengandung kelemahan. Akibatnya, meletuplah kritik dari banyak kalangan begitu muncul angka-angka aneh dalam  rancangan anggaran DKI yang kini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Modus Asal Isi Anggaran
Anggaran janggal  yang kini diributkan itu antara lain pembelian lem aibon yang mencapai Rp 82,8 miliar dan anggaran pulpen  Rp 123 miliar dalam APBD DKI 2020. Nilai anggaran untuk dua kegiatan itu memang sulit diterima akal sehat.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gubernur Anies dan pejabat yang membikin anggaran itu telah menjelaskan soal tersebut. Intinya, Anies mengatakan bahwa  ada kelemahan sistem e-budgeting sehingga angka yang tak wajar itu lolos dari penginputan data.  Adapun si pejabat yang  membikin anggaran mengatakan bahwa item itu sebetulnya bukan  untuk lem dan pulpen.  Pejabat itu mengaku hanya asal mengisi item yang nanti akan diganti dengan  item anggaran yang sebenarnya.

Mengisi  item anggaran secara sembangan atau sengaja menaruh  angka yang keliru  sebetulnya  bukan masalah sepele. Pengisian anggaran yang tidak tertib menunjukkan bahwa pejabat DKI tidak merencanakan anggaran secara akurat sejak awal.   Cara-cara  seperti itu bahkan  bisa dicurigai sebagai langkah awal untuk merencanakan korupsi, atau setidaknya  menghambur-hamburkan duit negara  dan daerah untuk kegiatan yang kurang penting.

Mengkambingkan sistem
Cara  Gubernur Anies menanggapi  pengisian anggaran yang kacau itu juga kurang tepat.  Ia semestinya tidak menyalahkan sistem e-bugeting yang dibuat oleh Ahok.  Jika menganggap  sistem ini masih mengandung  kelemahan, ia seharusnya memperbaikinya sejak  dini.

Sistem e-bugeting yang diikuti dengan  penayangan rancangan anggaran  di situs resmi DKI sebetulnya lebih bertujuan  untuk melibatkan publik dalam pengawasan anggaran. Kalau ada anggaran yang aneh, masyarakat bisa  berteriak.   Perencanaan anggaran secara transparan itulah  yang tidak dilakukan oleh Anies.  

Gubernur Anies semestinya paham, sehebat-hebatnya sebuah  sistem e-bugeting, tetap mengandung kelemahan.  Artinya tetap harus dilakukan pengawasan secara manual.  Inilah yang dulu dilakukan oleh Gubernur Ahok, yakni memangkas anggaran yang aneh.  Langkah ini tampaknya juga diabaikan oleh Anies sehingga  ada pejabat yang mengisi rancangan anggaran secara serampangan.

Gubernur Anies  sebaiknya pula  tidak menggunakan  “retorika”  dalam membela diri.   Menutup kelemahan  pemerintah DKI dengan menyalahkan sistem atau menyerang pihak lain  tidak menyelesaikan masalah. Cara ini  hanya akan mengundang sinisme publik. ***

Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu