x

Iklan

Hima Wati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 10 Desember 2019 08:58 WIB

Mengaku Umat, maka Wajib Taat dan Hormat

Keharusan seorang muslim meneladani Rasul, dasar dari itu adalah sikap penghormatan dan pengagungan kepada tauladannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Umat merupakan sebuah kata yang memiliki makna ‘penganut, pengikut, pemeluk’. Maka jika seorang mengklaim dirinya sebagai umat Muhammad saw. Maka dia adalah penganut sekaligus pengikut Nabi Muhammad. Sederhananya, seorang yang menyebut dirinya sebagai umat, selayaknya menjadikan ‘yang dianutnya’ sebagai sosok panutan yang setiap pebuatan, tutur kata dan cara hidupnya adalah perkara yang wajib diteladani.

Adalah hal yang sangat amat mendasar, sebelum meneladani seseorang, khususnya seorang Nabi yakni rasa hormat dan pengagungan kepada sosok tersebut. Mengapa harus memberikan penghormatan setinggi-setingginya kepada Nabi Muhammad? Sebab beliau adalah Istimewa. Memang beliau adalah manusia biasa, tapi dengan jabatan yang sangat amat Istimewa, yakni utusan Allah, Rasulullah. Allah, Tuhan pencipta, pemilik, dan pengatur semesta alam. Itu adalah konsekuensi keimanan seorang muslim.

Tentu kita tidak bisa membicarakan sosok beliau Nabi Muhammad sebagaimana kita membicarakan orang pada umumnya. Membandingkan beliau dengan orang biasa adalah bentuk peremehan akan keagungan Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan. Begitupun dengan menyamakan kehormatan Nabi Muhammad dengan umumnya manusia. Itu merupakan tindakan yang sangat kurang ajar, cermin dari rendahnya akal dan iman. Lebih-lebih lagi menghinanya, itu merupakan simbol dari pembangkangan sekaligus menantang Allah. Mengapa demikian, sebab Rasulullah Muhammad adalah utusan Allah, membawa Islam dan menyampaikannya kepada seluruh manusia. Maka barang siapa yang menghina ‘pembawa agama’ ini, maka dia berurusan dengan ‘pemilik urusan agama’ ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika yang menjatuhkan kehormatan Nabi Muhammad adalah orang-orang di luar Islam, entah itu dengan ucapan, tulisan atau bentuk lain seperti gambar dan lain sebagainya, maka itu adalah penghinaan terhadap agama lain, yang secara norma hukum maupun agama terlarang. Siapapun yang melakukan wajib mendapatkan sanksi tegas dari negara, supaya tidak ada peristiwa yang berulang.

Bagaimana jika yang melakukannya dari kalangan muslim sendiri? Tentu itu adalah peristiwa anomali yang ironi. Sebuah kegilaan yang bersumber dari keringnya iman dan dangkalnya pengetahuan. Ada dalil yang menyebutkan bahwa menghina Rasulullah adalah pengakuan kekafiran. Sebagai seorang muslim, wajib bagi kita untuk ekstra berhati-hati ketika menyebut sosok Nabi Muhammad, jangan sampai ada kesan merendahkan, menghina atau menjadikannya sebagai olok-olokan. Terlepas dari apapun niatnya. Meski tidak ada niat menghina, atau bermaksud menyampaikan risalah Nabi dengan bahasa yang membumi dan masa kini, atau membuat guyonan yang membuat umat tertarik datang ke pengajian, dan/atau berbagai niatan lainnya. Jangan sampai dari lisan atau tulisan kita terlontar kalimat yang terkesan merendahkan. Meski niatnya baik, Demi Allah itu adalah salah.

Kepada sosok kyai, umumnya para santri memberikan penghormatan dan pengagungan yang luar biasa. ‘Unggah-ungguh-nya’ tinggi luar biasa. Tidak mungkin berani membuat guyonan yang melecehkan, atau lelucon yang tidak sopan. Itu, hanya sebatas kyai atau ulama. Tentu kepada Rasulullah Muhammad harus lebih tinggi lagi bentuk penghormatannya. Karena entah diukur dengan neraca apapun, Nabi Muhammad level kemuliaanya lebih tinggi dari kyai, ulama, pahlawan, ilmuan, pejabat atau siapapun itu manusia yang pernah berjasa di muka bumi ini. Jadi, berhati-hatilah! Sekali lagi berhati-hatilah dalam setiap ucapan ataupun perbuatan. Di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan bahwa yang suka membuat olok-olokan tentang Allah dan Rasulullah, hanyalah orang-orang munafik.

Bila menghormati saja belum mampu, bagaimana dengan meneladaninya? Adalah perkara yang mustahil dilakukan, ketika  tak mampu mengagungkan tapi menerima risalah yang dibawanya. Bilamana masih dalam kondisi demikian, maka masih cacat Islam yang kita pegang. Cintailah Rasulullah, cintailah apa yang Beliau bawa, cintailah Syariah Islam. (Uhiwa_red)

Ikuti tulisan menarik Hima Wati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu