x

Foto profile kampus UAD

Iklan

Bunk ham

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Januari 2020

Selasa, 7 Januari 2020 13:50 WIB

Demokrasi Sedang Mandul

Krisis Kemanusian, diskrimitif Pembangunan dan Pendidikan politik "Tricke down Effect"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Engkau berbicara Indonesia tetapi yang ada dalam pikiranmu, tentara, lumbung pangan, industri  yang dipaksa, kerja melebihi kemampuan serta penghisap nurani dan hak-hak manusia. Distorsi dan kekejian ini bagi mereka adalah pencuri kejernihan saat kerancuan. Akhirnya pendidikan moral, kemanusiaan dan hati nurani bangsa tidak pernah ada dan tercetak.

Kenapa di negara-negara maju mampu bertahan dan berkompetisi di kancah global?

Pertanyaan ini tentu pada intinya menggaung bahwa memori kita harus fokus pada sejarah yang baru. Terutama orientasi pasar, politik, pendidikan dan ekonomi kapitalisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tahun 1688 revolusi Inggris sudah dikenalkan oleh Crane Brinton bahwa pentingnya otonom, pendidikan dan sikap akademis sangat diperlukan bagi Bangsa dan Negara. Amerika baru mengenal itu tahun 1776, Perancis tahun 1789, Rusia pada tahun 1917, baru Indonesia setelah 28 tahun menggelar kemerdekaan menelan industri dan revolusi pasar.

Namun karena ada kecacatan psikologis politik dan krisis pendidikan, munculnya revolusi mental yang dipelopori oleh Bung Karno sebelum proklamasi kemerdekaan pada tanggal 1 juni.

Soal-soal ini Wan Francois Furet menggulingkan kata lagi "segala kebisingan dan keributan itu tak satupun ide dan logika yang sengit muncul dari Eropa timur tahun 1989." Artinya revolusi Eropa tengah bagian timur tidak pernah ditemukan demokrasi dan sikap pluralisme di tahun 1989 mengenai pembangunan manusia, politik dan demokrasi.

Karena pada saat itu Timothy Garton Ask menunjukkan tidak bisa meracuni warga negara sipil. Oleh karena itu kewarganegaraan dan masyarakat sipil menjadi obor untuk mendaki jalan kebebasan.

Bagi Indonesia ketiadaan demokrasi dan masalah kebebasan bukan berarti lari dari kenyataan tetapi memastikan kekuasaan dibawah kendati kemakmuran dan keadaban.

Sebetulnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tidak akan tumbuh, aktif dan hidup bila kegelapan moralitas dibasmi dan dibantai secara terbuka. Dan itu soalnya yang membuat negeri ini berubah jadi miskin bukan karena soal industri kapital dan revolusi 4.0 (four point ziro) yang menakar dan mendasar. Akan tetapi keanehan penyakit dan tubuh kekuasaan memberantas hukum yang mati.

Di India, kalau rakyat ingin bebas, maju, adil, dan makmur yang di utamakan pendidikan keilmuan dan sosial kemanusiaan. Sehingga peran hati nurani sadar, mutlak pada keadaan dan keadilan.

"Kalau Kekayaan tanpa kerja, keilmuan tanpa kemanusiaan dan kenikmatan tanpa nurani" adalah hak perampasan Manusia (Mahatma Gandi).

Secara psikologis kekeringan dan kapasitas instan itu logika materialis "membunuh" akal sehat. Penguasa tidak pernah tahu kematian kebebasan, hukum dan moralitas kemanusiaan di bawah kendali kesadaran manusia.

Dan itu wajar industri kepuasaan dan pembangunan keserakahan disentral Ekonomi mencakar dan membumi di Negara-negara maju, Timur, Barat dan Asia. Terutama lebih tepatnya ''Indonesia". Negara yang dianggap makmur dan memenangkan Asian Games kini lebih bersifat memburuk dan lebih memburuk lagi.  

Di Indonesia timur katanya bahwa indeks prestasi pembangunan manusia, (IPM)  mencakar langit dan sudah mengalami kemajuan pesat dibandingkan di Indonesia tengah dan pusat.

Lalu kenapa Papua terus bergolak, konflik dan menuai pemberontakan publik? Dan kenapa Lukas Enembes sebagai selaku gubernur Papua terus menggaung soal separatis dan konflik Papua berdarah?

Bukankah ini bagian daripada rendahnya dan minimnya invasi dan dalang politik kekuasaan dan Ekonomi Pengembangan atau Pembangunan. Soal infrastruktur tentunya bukan output kualitas kemakmuran dan keadilan Negara, tetapi Kuantitas Pengembangan Fasilitas Penguasa, (KPFP).

Sehingga tidak heran BUMN, APBD dan biaya Kompensasi Daerah dan Swasta terus dilakukan dan diupayakan oleh pemerintah untuk mengambil hak-hak ekonomi dan politiknya.

Dan itu sudah terbiasa dan terus terjadi di Negara Indonesia subur dan berkembang. secara sadar drama, polemik dan sinema yang dimainkan oleh penguasa mengisap ambisi dan amunisi kemanusiaan.

Patut diakui peristiwa yang mematikan 1.400  masyarakat Timor-Timur ditahun 1999, seusai pergolakan dan percekcokan berdarah, yang diakibatkan lemahnya pengambilan keputusan negara dan penguasa, katanya Penulis Yudhy Cahyana.

Namun pada tahun 2008, pelanggaran HAM,  kebenaran dan rekonsiliasi di Timor-Timur menemukan pelanggaran yang sangat buruk. Ini tentunya berarti, krisis pendidikan,  ekonomi dan politik di Indonesia terus melanda di Negeri ini.

Di bangunkan industri sebagai simbol pembangunan, pasar sebagai fase perekonomian, universitas/instansi sebagai bukti pernah sekolah dan serta dihidupkan hukum sebagai tangkis, dan rangkai untuk dikawal membentengi dan mengamankan diri.

Bagi mereka tidak ada penjara yang dikemas oleh kebebasan dan kekuasaan. Melainkan distorsi keamanan akal, mental dan emosional pemberontakan. Saya percaya sinema kekuasaan adalah medium yang bisa menangkap kegelisahan manusia.

Taktik atau drama yang diperankan oleh mereka adalah polemik yang menjebak bahwa misi pilitik dan demokrasi tidak pernah menyelesaikan soal masalah rakyat. Janji-janji politik hanya sekedar pilar untuk memastikan bahwa yang dimainkan oleh mereka harus tersampaikan ke hati publik. 

Bagi saya politik dan demokrasi adalah tipu muslihat, dusta dan nista bagi rakyat. 

Ikuti tulisan menarik Bunk ham lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler