Kasus Wahyu Setiawan Diduga Hanya Gunung Es Perkara Korupsi di KPU
Senin, 13 Januari 2020 09:21 WIB
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, mengatakan kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan hanyalah gunung es dari banyaknya kasus rasuah di lembaga itu.
Jakarta, 12/1 (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menduga kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan hanyalah gunung es dari banyaknya kasus rasuah di lembaga itu.
Kepada laman Antaranews.com Emrus mengatakan dia yakin praktik korupsi di KPU tak hanya terjadi di tingkat pusat seperti dalam kasus Wahyu Setiawan ini, melainkan juga di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dia mendorong agar KPU daerah juga diselidiki untuk mengungkap "borok" di lembaga penyelenggara pemilu tersebut. “Ini semata-mata dilakukan untuk memperbaiki kinerja KPU ke depan,” kata dia, di Jakarta, Ahad, 12/01.
Pada Rabu 8 Januari 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan yang diduga meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat pengganti antar-waktu (PAW). KPK telah mengumumkan empat tersangka terkait kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 itu. Selain Wahyu, tiga lainnya adalah anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF), lalu kader PDIP Harun Masiku (HAR) dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.
Untuk membongkar kasus serupa ini secara menyeluruh di KPU, Emrus menyarankan agar aparat meng-interview kepala daerah yang sudah habis masa jabatan. Juga anggota DPRD dan KPUD yang sudah habis masa jabatan. “Akan terbuka itu," ujar dia.
Menurut Emrus, tindak pidana dugaan korupsi yang dilakukan Wahyu dapat terjadi lantaran pengawasan yang lemah di internal KPU. Faktor tersebut kemudian menjadi celah bagi para pegawai "nakal" untuk melancarkan aksi rasuah.
Berikutnya: Dugaan Keterlibatan Hasto Kristiyanto
<--more-->
Saran Emrus itu layak diperhatikan, tentu saja seraya tetap membongkar kasus penyuapan Wahyu Setiwan ini sampai tuntas. KPK saat ini terus menelusuri peran Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap terhadap Wahyu ini. Kepada Koran Tempo, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya membuka peluang untuk memeriksa elite partai berlambang banteng moncong putih itu. “Tentu siapa saja dari temuan yang ada, yang relevan, kami pastikan akan dipanggil,” kata Nawawi, Ahad, 13/01.
Dugaan peranan Hasto dalam kasus Wahyu ini diungkap seorang penegak hukum di KPK setelah lembaga itu melakukan gelar perkara hasil operasi tangkap tangan membahas peran Hasto dalam dugaan suap komisioner KPU. Menurut sumber ini, Hasto diduga sebagai orang yang memerintahkan Saeful Bahri untuk melobi KPU. Saeful lantas menghubungi Agustiani, mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Hasto Kristiyanto mengakui meneken surat permintaan pergantian antarwaktu anggota DPR yang dikirimkan ke KPU. Namun ia mengatakan partainya tak bertanggung jawab jika ada pihak-pihak yang menegosiasikan proses pergantian antarwaktu Nazarudin Kiemas dengan Harun Masiku. “(Jika) kemudian ada pihak-pihak yang melakukan negosiasi (proses pergantian), itu di luar tanggung jawab PDI Perjuangan,” kata dia di Jakarta, Ahad, JIexpo Kemayoran, kemarin.
Hasto mengatakan siap memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan mengenai kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR di KPU. “Ketika kami mengundang KPK, KPK datang, di dalam membahas bagaimana membangun sebuah keuangan yang transparan, yang baik. Ketika KPK undang kami pun, saya akan datang,” ujar Hasto Kristiyanto di sela-sela Rakernas PDIP di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, hari ini, Ahad, 12 Januari 2020.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Yuk, Ngobrol-ngobrol di Acara Temu Penulis Indonesiana
Rabu, 29 Mei 2024 08:35 WIB
Yang Lain-lain Ramai-ramai Menaikan UKT, Unair Tetap dengan Angka Lama
Selasa, 21 Mei 2024 10:59 WIBArtikel Terpopuler