Berkat Integritas, 3 Kades Ini Sukses Menjadikan Desanya Berpendapatan Miliaran Rupiah
Selasa, 3 Maret 2020 07:59 WIB
Oretan prestasi emas para Kades di artikel ini tentu berbanding terbalik dengan banyaknya endapan dana daerah yang tertimbun di bank-bank daerah. Antara dana daerah nganggur yang berbanding terbalik dengan dana desa yang sukses membangun. Inilah kisah sukses Kades di Desa Ponggok (Klaten), Pujon Kidul (Malang), dan Serang (Blitar).
Ada kejadian menarik di sela bergulirnya Rapat Koordinasi Nasional Investasi tahun 2020 pada 20 Februari 2020 kemarin, yakni ketika Presiden Jokowi kembali menyinggung seputar banyaknya dana daerah yang mengendap di bank-bank daerah. Tidak tanggung-tanggung, endapan dana dikabarkan menyentuh angka Rp. 220 Triliun.
Pernyataan itu setidaknya kembali menyiratkan bahwa dana pengelolaan daerah memang belum sepenuhnya tersalurkan dengan baik. Padahal pemberian kewenangan daerah pasca diluncurkannya rezim Otonomi Daerah ialah untuk memberikan kebebasan bagi daerah dalam mengatur tata pemerintahannya.
Konsep Otonomi Daerah mengamanahkan kepada para pimpinannya untuk bisa mandiri dalam mengelola keuangannya, harapannya agar kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan jalan penerapan kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat daerah, yakni kebijakan berbasis klaster kewilayahan.
Melihat fenomena ini, saya teringat tentang mozaik kehidupan para kepala desa (Kades) yang terbilang piawai dalam mengelola dan memanfaatkan dana desa. Bahkan beberapa Kades tersebut mampu menyulap desanya menjadi desa mandiri dengan penghasilan di atas Rp. 4 Miliar pertahunnya.
Oretan prestasi emas para Kades ini tentu berbanding terbalik dengan banyaknya endapan dana daerah sebagaimana disampaikan presiden di atas. Antara dana daerah nganggur yang berbanding terbalik dengan dana desa yang sukses membangun.
Ada banyak catatan menarik terkait suksesnya para kepala desa dalam memajukan desanya, menjadikan desa sebagai rumah yang nyaman bagi para warganya. Kenyamanan dan keramahan desa jelas berpengaruh pada minimnya warga desa untuk sekedar memimpikan kehidupan (penat) alam kota, pun juga kehidupan keras mancanegara.
Dimulai dari aksi menakjubkan yang dipertontonkan oleh Junaedi Mulyono, Kades Ponggok, Kabupaten Klaten, yang sukses mencatatkan pendapatan desa hingga menembus angka di kisaran Rp. 4 Miliar per-tahun. Pencapaian ini bahkan mengangkat derajat Desa Ponggok yang sebelumnya terdampar dengan status desa miskin dan tertinggal menjadi desa mandiri dan maju.
Sentuhan tangan dinginnya dimulai dari usaha mengoptimalkan potensi air yang cukup melimpah. Junaidi memoles wahana pemandian yang kumuh menjadi wisata pemandian dan wisata air modern lengkap dengan alat selamnya. Konsep ini sukses memancing para wisatawan lokal, regional, hingga nasional.
Sukses dengan wisata air, Junaedi mengepakkan sayap bisnis desanya pada ranah budidaya ikan air tawar dan pembukaan toko desa. Menariknya, kesemuanya investornya berasal dari warga lokal desa Ponggok. Barangkali model invesatsi inilah yang perlu dilirik dan digalakkan oleh para pemangku kebijakan negara.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, Junaedi hanya bersandar pada prinsip sederhana, “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”. Masyarakat sebagai pemilik modal tentu akan semakin bersemangat dalam memajukan usahanya, karena ketika usaha-usaha itu sukses cipratan berkah dan rejeki akan mengalir ke warga desa.
Salah-satu inovasi yang menarik lainnya ialah keberhasilannya mencetak banyak sarjana desa dengan program Satu Rumah Satu Sarjana. Dan yang lebih menarik, sumber pendanaan untuk membiayai para sarjana ini berasal dari kas desa. Suatu kebijakan pengelolaan dana desa yang sukses membangun mental warga.
Berikutny: Kisah Sukses Kades di Blitar dan Kabupaten Malang
<--more-->
Kisah sukses berikutnya disuguhkan oleh Dwi Handoko, Kades Serang, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, ini sukses menyulap warganya menjadi pengusaha-pengusaha mandiri. Sebelum ia menjabat Kades, 80 persen warga Serang menggantungkan nasibnya dari berladang musiman akibat kondisi alam yang tidak mendukung. Tak menentunya musim ini membuat masyarakatnya banyak yang memilih jalur pintas menjadi TKI.
Gebrakan mulai dilakukan oleh Handoko dengan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjadi pengusaha dan tidak menggantungkan nasib pada kondisi alam pertanian yang memang kurang bersahabat, dimulai dari pembukaan Wisata Pantai Serang yang menjadi pelecut awal warganya dalam menggeluti dunia bisnis.
Prestasi tak sampai di sini, Handoko Juga merintis program “Sentra Kambing Rakyat” dengan bermodalkan dana desa. Program ini sukses menelurkan peternak-peternak baru yang tata kelolanya disuplai langsung oleh BUMDes. Lagi-lagi program inipun semakin meneguhkan status Serang sebagai desa wirausaha.
Potongan kisah berikutnya datang dari pelosok Malang, sebuah desa yang dinahkodai oleh Udi Hartoko ini sukses melambungkan nama Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang sebagai ‘desa wisata’. Udi Sukses melambungkan aset desa yang sebelumnya hanya di kisaran Rp. 40-50 Juta Pertahun menjadi 2.5 Miliar pertahun.
Inovasi Udi dimulai dari menggerakkan ekonomi masyarakat melalui pembukaan Kafe Sawah, Udi memasrahkan secara penuh konsep dan pengembangan kafe ini kepada para pemuda desa. Gayung pun bersambut, dari awal hanya ada 60 karyawan kini melonjak drastis berjumlah 265 karyawan yang kesemuanya merupakan warga setempat.
Kesuksesan kafe sawah menginspirasi Udi untuk kembali menggagas konsep wisata menarik lainnya. Tercatat ada beberapa spot selfi yang berhasil memikat para penikmat keindahan alam. Selain itu, kehadiran pusat-pusat edukasi, budidaya dan peternakan masyarakat semakin melengkapi rasa takjub atas kemandirian desa ini.
Keseluruhan inovasi yang digagas oleh Udi Hartoko ini berakibat drastis pada pengembangan taraf kehidupan masyarakat dan menurunkan tingkat kemiskinan warganya. Saat ini, rata-rata pendapatan warga berada di kisaran 1.5 Juta perbulan, dan sukses mengubah stigma warganya untuk tidak lagi bekerja di luar kota dan luar negeri.
Percikan inovasi para Kades ini setidaknya mampu menggugah selera kita, tentang pentingnya integritas dalam menata kepemimpinan. Mereka telah membuktikan bahwa kepemimpinan yang dijalankan dengan integritas dan profesionalisme kerja akan melahirkan ragam inovasi dan sangat mendukung bagi usaha kemandirian generasi.
Arah kebijakan yang ditempuh oleh para Kades tersebut dapat dibilang sebagai kebijakan anti-mainstream. Di saat dana desa dijadikan bancakan baru dengan hanya menyalurkannya pada pembangunan infrastruktur, para Kades itu justru memilih membangun mental dan karakter warganya menjadi pribadi-pribadi yang haus karya.
Penggalan kisah ini juga seakan menjadi “pecut” bagi pemerintah untuk kembali mengoreksi kebijakan penggunaan anggaran negara. Para Kades itu telah memberikan bukti nyata bahwa arah pembangunan yang menyasar aspek mental dan karakter warganya telah mampu melahirkan sistem pemerintahan yang energik, maju, mandiri, berbasis kreativitas masyarakat.
Membangun karakter dan mental warga akan menelurkan pribadi-pribadi yang memiliki semangat dalam berkarya dan berwirausaha, sementara kebijakan membangun infrastruktur hanya akan meneguhkan kultur koruptif yang hingga kini masih melanda negara.
Mengutip sepenggal pesan dari Prof. Qurais Shihab, tentang kewajiban manusia untuk selalu belajar tentang ritme semesta serta lautan aksara agar rasa dan mata ini peka terhadap potensi kesadaran manusia, yakni kesadaran untuk mengelolanya dengan sempurna. Namun banyak diantara kita yang tak sepenuh hati menyadarinya. Karenanya, sudah saatnya kita belajar kepada siapa saja, termasuk belajar integritas kepada para kepala desa!

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Corona untuk Koruptor
Kamis, 19 Maret 2020 06:28 WIB
Dunia Artis dan Lingkaran Korupsi
Senin, 16 Maret 2020 05:55 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler