x

Iklan

Mario Plasidius Manalu

JP Group Reporter
Bergabung Sejak: 20 Agustus 2019

Sabtu, 21 Maret 2020 13:18 WIB

Pembangunan Nias Membutuhkan Para Pemuda Sebagai Agen Perubahan

Para pemuda mesti menjadi pelaku perubahan dalam pembangunan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Foto: Wakil Bupati Nias Selatan, Sozanolo Ndruru (Dok. Menkominfo)

 

Jakarta,- Otonomi daerah, sebagai salah satu produk Reformasi, sempat melambungkan harapan tinggi bahwa daerah-daerah di Indonesia akan lebih berkembang berkat rancangan-rancangan pembangunan yang lebih sesuai dengan potensi, tantangan, situasi dan kondisi masing-masing daerah. Karena itu para Kepala Daerah diharapkan lebih kreatif untuk memaksimalkan potensi dan kearifan-kearifan lokal di daerah masing-masing untuk menyukseskan pembangunan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kurang lebih 20 tahun telah berlalu sejak Otonomi Daerah mulai diberlakukan, tapi masih lebih banyak daerah yang belum mampu menunjukan perbaikan nyata dalam menyukseskan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, terutama daerah-daerah yang secara geografis memiliki akses relatif sulit seperti  Pulau Nias yang berada di ujung barat Pulau Sumatra.

 

Sozanolo Ndruru, Wakil Bupati Nias Selatan, berpendapat bahwa keberhasilan pembangunan daerah tidak hanya ditentukan oleh model pembangunan yang tepat. Faktor yang tak kalah penting, menurutnya, adalah partisipasi aktif masyarakat. Dalam diskusi informal di Jakarta, dia mengungkapkan bahwa upaya mengubah pola pikir masyarakat di Nias Selatan masih menjadi tantangan besar.

Karena itu dia berharap para pemuda lebih tergerak untuk menginisiasi perubahan positif dan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosio-ekonomi di Nias Selatan. Hanya melalui cara itu, pembangunan dapat terlaksana hingga ke tingkat akar rumput secara berkelanjutan.

Sebagai putra asli yang lahir dan besar di Nias, Sozanolo menyadari berbagai potensi ekonomi di daerahnya. Pemerintah tidak mungkin mampu mewujudkan berbagai potensi tersebut menjadi kesejahteraan bersama jika masyarakat tidak terlibat aktif.

“Pemerintah hanya bisa memprakarsai dan memberi berbagai bentuk dukungan. Masyarakatlah yang mesti pelakunya” kata mantan pengepul karet tersebut.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, dalam beberapa tahun belakangan Sozanolo aktif menggugah kesadaran para pemuda. Dia berharap anak-anak muda yang telah menuntut ilmu di perguruan tinggi mau berkarya di Nias, menerapkan ilmu mereka untuk menciptakan kreativitas atau inovasi-inovasi ekonomi yang melibatkan masyarakat.

“Pemerintah pasti mendukung setiap kreativitas dan invoasi ekonomi” tegasnya seraya menekankan pentingnya pembangunan karakter bagi anak-anak muda agar memiliki kepedulian lebih besar terhadap pembangunan daerah mereka.

Sonazolo yakin, jauh lebih mudah menggugah kesadaran dan mengubah pola pikir para pemuda daripada orang-orang tua. Karena itulah dia menyebut pemuda sebagai agen perubahan (agent of change). Merujuk pada konsep pemikir Inggris, Eric A. Havelock, agen perubahan (agent of change) adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi terencana. Barangkali ideal seperti itulah yang diharapkan Wakil Bupati Nias Selatan diperankan oleh para pemuda di daerah mereka.

Pemikiran selanjutnya yang diutarakan Sozanolo, penting bagi para pemuda, masyarakat Nias secara keseluruhan dan terutama bagi pemerintah daerah untuk menerapkan model-model pengembangan ekonomi yang sesuai dengan potensi dan kondisi daerah masing-masing. Dia mengkritisi kencenderungan pemerintah dan juga masyarakat meniru model usaha atau bisnis yang telah berhasil diterapkan di daerah lain, tanpa mempertimbangkan perbedaan letak geografis, pasar dan berbagai perbedaan lain dengan daerah yang telah sukses tersebut.

Sebagai salah satu contoh konkrit, dia merujuk dorongan dari berbagai pihak agar Nias Selatan mengembangkan bisnis olahan dari pisang, meniru usaha masyarakat di Padang. Pisang sebagai bahan baku memang berlimpah di Nias. Tetapi pasar dalam skala besar untuk idustri makanan olahan dari pisang tersebut berada jauh di luar Nias dan mesti ditempuh dengan waktu serta biaya lebih besar. Konsekuensinya, hasil industri makanan olahan pisang dari Nias akan kalah bersaing dari sisi harga di pasar.

Sozanolo mengakui potensi Nias Selatan yang belum dikembangkan secara maksimal adalah sektor pariwisata dan perikanan. Sebagai daerah pantai yang diberkahi keindahan alam, Nias Selatan berpotensi menjadi salah satu destinasi wisata unggulan. Ombaknya yang tinggi sangat diminati para peselancar. Demikian juga dengan sektor perikanan, sangat potensial untuk dikembangkan dengan sasaran pasar ekspor.

 “Sektor pariwisata dan perikanan semestinya menjadi fokus utama pembangunan tanpa melalaikan sektor-sektor lain” katanya penuh semangat, sambil mengenang masa mudanya ketika pantai-pantai Nias Selatan disesaki turis manca negara.

Dia kembali menekankan pentingnya peran pemuda untuk membawa pemahaman ke tengah masyarakat bahwa dampak ekonomi dari pengembangan pariwisata dan perikanan akan memacu pengembangan sektor-sektor lain. Karena kedua sektor tersebut membutuhkan keterkaitan dengan bidang-bidang lain. Wisatawan tidak hanya butuh pantai dan hotel. Mereka butuh hiburan atraksi budaya,  butuh makan dan minum, butuh rekreasi ke kebun buah dan berbagai kebutuhan lain yang pasti berkaitan dengan usaha-usaha ekonomi masyarakat di bidang-bidang lainnya. Demikian juga dengan sektor perikanan, pasti membutuhkan sektor-sektor lain sebagai pendukung sehingga dapat melibatkan lebih banyak masyarakat dalam aktivitas ekonomi.

Di akhir diskusi, Sozanolo menyisipkan sebuah nasehat bijak dalam bahasa Nias untuk menggugah kesadaran kaum muda sebagai agen perubahan: "Natenga yaita ba haniha, natenga ia daa ba hawara".

Ikuti tulisan menarik Mario Plasidius Manalu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler