Prediksi Titik Puncak Penyebaran Covid-19 di Indonesia

Selasa, 24 Maret 2020 14:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berbeda dengan perhitungan yang dilakukan BIN dan ITB, penulis melakukan beberapa pendekatan untuk mengenali pola dinamika penyebaran Covid 19 di tanah air. Penelitian ini mempertimbangkan beberapa konteks sebagai variabel deviasi untuk menentukan estimasi wakaktu recovery yang dibutuhkan Indonesia sejak awal wabah corona melanda negeri ini.

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 13 Maret 2020, peneliti dari Badan Inteligen Nasional (BIN) merilis informasi perihal estimasi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dalam paparannya, Deputi Bidang Intelijen Teknologi BIN, Mayjen TNI Afini Boer mengatakan puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia diperkirakan akan terjadi sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif, 2 Maret 2020 lalu.

Hal ini berdasarkan simulasi data yang dilakukan pihaknya, dengan rumus matematika kita memperkirakan dengan variabel suspected, infected dan recovery, model menunjukkan akan masuk masa puncak di 60 sampai 80 hari.

Sementara Peneliti dari ITB pada tanggal 19 Maret 2020 memaparkan perkiraan puncak penyebaran Covid-19 di tanah air dialami pada akhir Maret hingga pertengahan April 2020. Dirilis dari Kompas.com, Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan simulasi dan pemodelan sederhana mengenai prediksi penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia.

Hasilnya, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak jumlah kasus harian Covid-19 pada akhir Maret 2020 hingga pertengahan April 2020. Pandemi tersebut diperkirakan berakhir pada saat kasus harian baru terbesar berada di angka sekitar 600 pasien. Pada penelitian ini digunakan pemodelan dengan satu model yang cukup sederhana, tidak mengikutkan faktor-faktor kompleksitasnya.

Kedua penelitian di atas cukup menarik, karena melihat pemodelan sederhana sebagai tools untuk memprediksi hasil estimasi. Jika pada penelitian pertama oleh peneliti dari BIN menggunakan rumus matematika dengan variabel suspected, infected dan recovery. Model diperkirakan, hasilnya dapat digunakan untuk menunjukkan durasi waktu masuk periode masa puncak. Artinya, siklus dari mulai seseorang diindikasikan suspected (Pasien dalam Pengawasan), infected (Pasien Positif) dan recovery (Pasien Sembuh) menjadi variabel penting dalam perhitungan. Karena jumlah suspected menjadi rantai awal infected diakhiri dengan pasien yang sembuh dan mempunyai antibody untuk tidak terinfeksi kembali.

Penelitian kedua tidak kalah menarik, menggunakan model Richard’s Curve. Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi SARS di Hong Kong pada 2003. Seteleh memilih model penelitian, mereka menguji berbagai data kasus Covid-19 terlapor dari berbagai macam negara, seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.

Secara matematik, model Richard’s Curve Korea Selatan paling cocok (kesalahannya kecil) disandingkan dengan data terlapor Covid-19 di Indonesia, jika dibanding data negara lain. Kesesuaian ini diambil saat Indonesia memiliki 96 kasus positif corona.

Empat hari berselang, seiring dengan laporan data harian yang diumumkan oleh pemerintah, pada tanggal 23 Maret 2020 dilakukan revisi, dikarenakan data terlapor sebagai data masukan dalam model Richard’s Curve sebelumnya terjadi perbedaan. Yang semula data harian pada durasi informasi diturunkan 19 Maret 2020 sampai dengan saat revisi 23 Maret 2020 adalah data estimasi, namun diperbarui dengan data terlapor pada model tersebut. Hal ini menyebabkan estimasi waktu terjadinya titik puncak penyebaran yang semula diprediksi pada akhir Maret 2020 hingga pertengahan April 2020 berubah menjadi akhir Mei atau awal Juni 2020.

Semakin banyak input jumlah terlapor harian, menghasilkan kemungkinan kurva mendekati keadaan sebenarnya. Hal ini menyebabkan pemodelan sederhana sangat dipengaruhi seberapa banyak data real sebagai input model tersebut.

Model matematika adalah alat bantu yang sangat powerful dalam mengenali pola maupun mengestimasi sebuah proses. Hal ini menjadi menarik, karena proses yang terjadi di alam semesta ini tidak bisa lepas dari hukum fisika yang selalu mengatur fenomena sebab akibat. Kita boleh melemparkan bola ke atas setinggi-tingginya, namun hokum fisika mengatur kecepatan jatuh dengan persamaan yang exact.

Jika anak kita menangis setelah terjatuh dan kehilangan beberapa kelereng dalam genggamannya, maka kita perlu menanyakan tadi larinya kearah mana? Karena hukum fisika, Gaussian distribussion, bisa memperkirakan sebaran kelereng yang jatuh kearah mana saja. Dengan kata lain, kejelian kita membangun model, sangat menentukan ketepatan pola maupun estimasi yang kita usulkan.

Selanjutnya: Model alternatif 

<--more-->

Pada kesempatan ini, kami telah melakukan beberapa pendekatan untuk mengenali pola dinamika penyebaran Covid 19 di tanah air. Secara matematis kami mengusulkan gagasan yang berbeda dengan 2 penelitian pendahulu kami, yaitu dari BIN maupun dari ITB. Dimana kami berusaha mempertimbangkan beberapa konteks sebagai variabel deviasi untuk menentukan rentang waktu dari awal wabah Covid 19 terjadi di tanah air, hingga Indonesia dinyatakan Recovery dari wabah tersebut.

Berikut adalah beberapa konteks yang menjadi pertimbangan dalam penelitian kami.

 

  1. Informasi Makro

Begitu Masifnya DKI Jakarta mengupayakan penekanan angka Kasus Covid 19 di DKI, namun tidak serta merta diikuti secara massif oleh daerah lain di tanah air. Alih-alih Pemerintah DKI maupun pemerintah pusat sangat fokus menekan angka penyebaran di epicenter bencana, namun tidak melihat Covid 19 sebagai permasalahan kolektif sebagai sebuah regional/wilayah/negara.

Jika upaya yang dilakukan pada daerah/provinsi yang telah terdampak adalah dengan membatasi ruang gerak carrier maupun menutup kemungkinan keluar/masuknya carrier dari provinsi terdampak, maka provinsi lain seharusnya berupaya memproteksi sebaik mungkin agar tidak terkena dampaknya.

Alih-alih kita menyelamatkan DKI Jakarta dari penyebaran yang parah, namun kita lupa menutup provinsi lain agar jangan sampai terkena. Di kemudian hari, jika seandainya DKI Jakarta sukses menahan laju pertambahan harian dengan kebijakan menutup diri, namun sebenarnya ancaman dari daerah/provinsi lain yang sedang awal berperang dengan Covid 19 masih terus menghantui.

Artinya model kurva yang kami usulkan tidak cukup dengan 1 model. Namun lebih kepada kumpulan dari model penganganan dari seluruh daerah di tanah air. DKI Jakarta sebagai daerah yang mengawali penyebaran, namun diikuti daerah-daerah lain sebagai latent yang kelak berpotensi memunculkan kasus-kasus baru.

Data makro ini sulit untuk diintervensi secara keseluruhan. Ikhtiar kita lebih parsial untuk menahan laju di daerah masing-masing. Orang tua bertanggung jawab terhadap area di keluarganya, Ketua RT dilingkungan rukun tetangganya, Kepala kantor untuk lingkungan area kerjanya, berjenjang terus ke atas. Dalam beberapa kasus, uniknya model inference untuk menggabungkan data parsial tersebut menjadi variabel kritikal untuk melihat fokus pemerintah pusat seharusnya akan full intervention dimana?

 

  1. Informasi Restriction

Tidak bisa dipungkiri, Tiongkok dan Korea Selatan berhasil keluar dari wabah Covid 19 karena dilakukan dengan kuatnya pengaruh pemerintah dalam melakukan campur tangan dalam proses penanganannya. Tidak hanya proses penyembuhan melalui tenaga maupun peralatan medis, lebih dari itu pemerintah juga turut mengatur tingkat pencegahan agar penambahan yang terjadi segera ditekan ke titik nol.

Pemberlakuan denda, maupun hukuman bagi orang-orang yang tidak kooperatif dalam proses penanganan wabah sangatlah penting. Karena dalam hal ini Pemerintah hadir untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan negara, terutama bagi warga negara yang masih sehat, sehingga ketegasan yang dilakukan tidak akan dianggap sebagai tindakan otoritarian. Namun lebih dianggap seperti halnya sikap kasih saying seorang Ayah yang tidak menginginkan seluruh anggota keluarganya sakit, dengan mengucilkan/menghukum salah satu anggota keluarganya yang sakit dan bandel. Pun seandainya ia dikucilkan, Ayah dan Ibunya tetap mencurahkan kasih sayang dalam bentuk memberikan perawatan, mengajak kedokter dan mendampingi sampai ia sembuh.

Untuk bisa setegas itu memang dibutuhkan alat pendukung yang baik agar hukum bisa terlaksana dengan tegak. Aparat penegak hukum tidak hanya perlu dipersenjatai dengan aturan hukum, namun tools atau alat bukti untuk merekam evidence juga penting. Misalnya dibantu dengan data CCTV sebagai alat bukti dilakukannya penindakan.

Dan yang lebih penting juga adalah proses hukum yang cepat (denda seperti tilang online) menjadi alat untuk mempermudah proses. Sebenarnya bukan nilai rupiahnya yang perlu diperdebatkan, berapa nilai denda orang yang tidak mau menerapkan self distancing? Karena hal ini bersifat objectif. Namun jika ini dilakukan untuk menegakkan kepatuhan masyarakat melalui kehadiran pemerintah secara tegas, maka warga masyarakat akan respek dan seiring waktu akan mengubah perilakunya untuk menjadi lebih tertib.

Faktor lemahnya penerapan ketegasan pemerintah ini yang ditengarai meningkatkan angka penambahan harian yang tinggi. Dan ini berdampak pada tingkat deviasi kurva secara horizontal yang mempengaruhi sebaran kurva dan waktu recovery lebih lama.

 

  1. Informasi individu

Tidak bisa dipungkiri, masyarakat di Indonesia masih menganggap hal yang kurang baik (aib) bagi pengidap kasus Covid 19. Disamping itu gejala yang ditunjukkan pada pengidap Covid-19 ini tidak serta merta menampilkan diri sebagai orang sakit. Hal ini yang sering menjadikan abai maupu acuh seseorang dan enggan untuk mengisolasi diri maupun memeriksakan diri ke petugas medis terdekat.

Terlebih lagi hampir 60% penduduk Indonesia mengaharuskan aktivitasnya dilakukan secara mobile, hal ini menyebabkan isolasi diri sebagai hal yang tidak produktif. Ini menjadi semacam jebakan pemikiran yang perlu terus menerus disosialisasikan dan diedukasi kepada masyarakat. Pentingnya menahan diri untuk tidak begitu aktif berinteraksi secara langsung, sebagai bukti bahwa kita berkontribusi pada keselamatan banyak orang.

Tidak disadari, penggunaan sosial media semacam facebook, twitter maupun instagram, dulu pernah dianalisa sebagai babak baru hilangnya ruh dari sebuah relationship. Karena kehadiran diri secara fisik tidak lagi dianggap penting. Namun saat ini, media digital berperan penting dalam menghubungkan individu yang satu dengan yang lain.

Variabel individu ini sangat berperan dalam menyebabkan peningkatan angka harian. Disamping itu berkontribusi pada kurva utama dalam menentukan tingkat deviasi kurva secara horizontal, yang nantinya berkorelasi pada durasi waktu penyelesaian wabah di tanah air.

Hubungan antar konteks:

Ketiga konteks di atas masing-masing menghasilkan koefisien yang dikategorikan dalam 3 tingkatan. Nilai konteks pertama yang tinggi, diperkirakan dihasilkan dari konteks ketiga yang tinggi disertai kedua yang juga tinggi. Untuk kasus di Indonesia diperkirakan masuk dalam konteks pertama, kedua dan ketiga yaitu masing-masing menengah, menengah dan menengah.

 Selanjutnya: Hasil penelitian estimasi waktu penyelesaian wabah

<--more-->

Hasil Penelitian Kami:

Laporan ini memaparkan hasil penelitian terkait estimasi waktu penyelesaian kasus Covid-19 dengan mengambil studi kasus penanganan di Indonesia. Kami mempertimbangkan 2 referensi pola, yaitu referensi global dan referensi local. Referensi global diambil dari grafik 2 pola, yaitu pola 2 negara yang sudah melewati titik kulminasi kasus, yaitu Tiongkok dan Korea Selatan, serta pola data tren masing-masing negara terhadap total data kasus di dunia dengan mengambil rasio penggandaan jumlah kasus, sebagai referensi global.

Lalu referensi global ini memunculkan 2 pola grafik yang masing-masing di linearisasi menggunakan analisis fitting. Referensi lokal mempertimbangkan data konteks berupa variabel makro untuk wilayah Indonesia, variabel restriction dan variabel individu. Referensi lokal ini kemudian memunculkan koefisien sebagai tingkat deviasi yang mempengaruhi estimasi durasi penyelesaian kasus di negara dimaksud.

Hasil penelitian berdasarkan data harian kasus Covid-19 di Indonesia per 21 Maret 2020 menghasilkan estimasi titik kulminasi terjadi antara 70 sampai 100 hari, dengan jumlah total kasus diperkirakan tidak kurang dari 10 ribu kasus. Sedangkan estimasi waktu recovery nasional diperkirakan selama kurang lebih 120-150 hari dari kasus pertama ditemukan.

Sanggahan hasil bisa terjadi dengan meningkatkan koefisien referensi lokal. Semakin terintegrasinya kebijakan pusat dan daerah (veriabel makro), baiknya pengaturan pembatasan dari pemerintah (variabel restriction) dan tingginya kesadaran individu (variabel Individu) memunculkan dinamika kurva yang berbeda.

 

Dr. Joko Hariyono, ST, M.Eng.

Peneliti Pengenalan Pola (Pattern Recognition)

University of Ulsan, Korea Selatan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Joko Hariyono

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler