Hampir setiap kali ada peristiwa besar, selalu diikuti dengan berita hoaks bahkan ujaran kebencian. Jika belum lama ini hoaks ramai karena tahun politik, terkini hoaks merebak karena wabah virus corona.
Di antara kasus mencolok yang terjadi di media sosial, adalah adanya satu publik figur yang mengklaim setiap hari selalu ada dokter yang meninggal. Sontak hal ini membuat publik cemas. Pernyataan tersebut memantik adanya perdebatan sengit, hingga muncul narasi-narasi yang justru membuat banyak orang semakin merasa hopeless dan putus asa.
Ironisnya, publik figur tersebut memperkenalkan dirinya sebagai seorang dokter sehingga menjadi rujukan banyak pihak bahkan ketika berbicara pandemi corona. Meski begitu, ada yang patut disyukuri, oknum aktivis ini telah memberikan klarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya terkait adanya dokter yang mati setiap hari, adalah hal yang tidak benar.
Walaupun demikian, klarifikasi tersebut lantas tidak membuat narasi negatif yang merusak dapat terbendung.
Terlebih, tak sedikit yang tetap menjadikan pernyataan itu sebagai referensi, bahan acuan, hingga menjadi amunisi untuk saling serang. Terutama di media sosial.
Pemandangan begini sudah jauh hari menjadi sorotan kalangan ahli. Salah satunya, pengamatan oleh Mary Aiken yang dituangkan ke dalam buku Cyber Effect Psychology (2016) yang menyebutkan bahwa tren online memang cenderung altruistik sehingga dapat membuat seseorang terlihat tidak seperti sebenarnya. Sebabnya, mereka bisa menciitrakan diri sebagai sosok dermawan atau paling peduli terhadap suatu hal.
Kemudian simpati publik muncul atas sosok tersebut dan membuatnya sebagai seorang pahlawan. Lebih parahnya, hal tidak benar yang dilakukannya bisa dicitrakan menjadi suatu hal yang benar. Dalam kasus ini, sebuah hoaks justru dianggap wajar dan tentu saja membahayakan karena dapat membentuk pikiran masyarakat luas bahkan memengaruhi perilakunya.
Aiken juga menyebutkan efek siber tersebut membuat banyak orang menjadi gampang percaya terhadap orang-orang yang mereka kenal di dunia maya. Salah satu buktinya, informasi bersifat pribadi pun dengan gampang diberikan kepada orang yang mereka percaya, terlepas antara kedua orang tersebut tidak pernah saling kenal bahkan tidak pernah bertatap muka secara langsung
Lebih parahnya lagi, kondisi itu membuat orang cenderung semakin meremehkan persoalan keamanan. Mereka cenderung merasa aman-aman saja ketika satu sama lain berkomunikasi di dunia maya. Tak heran jika sebuah informasi hoaks pun dapat tersebar lebih gampang.
Selanjutnya: Yang bisa dilakukan netizen dan media mainstream
Ikuti tulisan menarik Alfin Riki lainnya di sini.