x

Iklan

Dara Safira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Januari 2020

Rabu, 6 Mei 2020 08:14 WIB

Yang Jiwa & Akalnya Salah!


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kalau formulasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang disusun Kemendikbud selalu tidak tepat, mungkin yang salah adalah jiwa dan akal sehat kita. Semoga kita --yang membaca tulisan ini-- tidak kategori manusia dengan kesalahan jiwa maupun akal sehat.

Tapi ada atau tidak individu begitu? Ada. Silahkan, cermati saja. Siapa saja? Ya itu, sosok-sosok yang di jiwa serta pikirannya sudah 'tertancap' bahwa penerapan PJJ rancangan Kemendikbud tidak pernah benar --setidaknya selalu dinilai kurang efektif.

Kalau begitu, bagaimana yang benarnya? Apa pola PJJ jadi benar jika proyek pengerjaannya diserahkan ke sosok-sosok tersebut? Entahlah. Jangan diseriusi. Itu hanya kira-kira. Cuma tebak-tebakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Plus - minus PJJ pasti ada. Harus diakui. Tidak bisa dipungkiri. Jangan mengelak. Namun kalau semua proses PJJ selalu minus, juga tidak rasional. Susah dicerna pikiran logis. Obyektif saja memberi penilaian.

Dengan situasi 'kepepet' begini, manusia berpikir waras pasti sadar bahwa mustahil membuat program pendidikan sebagai pengganti kebiasaan datang belajar-mengajar di sekolah yang sangat sempurna.

Pandemi wabah virus Covid-19 serangannya sangat cepat. Tidak dapat diduga. Tidak dapat diketahui. Sulit diterka kapan virus Covid-19 menginfeksi.

Makanya, keselamatan dan kesehatan diri masyarakat harus dijaga. Jangan sampai jadi korban. Dan murid/anak sekolah adalah sub-unsur dari masyarakat itu.

Lalu mau disusun sistem yang ideal seperti celoteh para sosok yang selalu menganggap model PJJ dari Kemendikbud tidak pernah benar? Terus kapan mulai melaksanakan belajar-mengajarnya? Sedangkan akses pendidikan tidak boleh berhenti. Lalu bagaimana mendiskusikan dan menyusun konsep PJJ yang sangat ideal itu serta disosialisasikan ke Guru (sekolah)? Sementara wabah virus Covid-19 mengancam di mana-mana.

Jadi harus diperhatikan juga faktor penyebab PJJ ala Kemendikbud masih terasa minusnya. Perlu kesadaran alasan situasi kenapa diberlakukan PJJ. Jangan asal komat-kamit saja biar terkesan kritis. Padahal asal 'nganga' --bagi sosok-sosok yang selalu menyalahkan sistem PJJ.

Prinsip PJJ bila dipahami, hak murid untuk cerdas dan dapat terus belajar, tidak terhambat. Hak murid agar tetap merasa 'sekolah' tidak hilang.

Dan itu yang dilakukan Kemendikbud dari PJJ. Menjaga dan merawat hakikat pendidikan nasional tetap dapat terlaksana dalam kondisi sangat sulit. Tetap memberikan hak anak-anak Indonesia sesuai konstitusi untuk memperoleh pengajaran.

Faktanya Kemendikbud juga tidak lantas pasrah dan diam saja atas situasi krisis pandemi wabah virus Covid-19 sekarang. Ada penawaran, wadah dan kebebasan diberikan Kemendikbud.

Misalnya, sekolah yang boleh menggunakan anggaran dana BOS untuk keperluan pembelian pulsa data seluler atau berlangganan aplikasi belajar online. Kemendikbud juga punya platform digital Rumah Belajar yang ditawarkan sebagai solusi sederhana (dan gratis) untuk akses PJJ.

Toh, Kemendikbud malah bekerjasama dengan TVRI menayangkan siaran pendidikan Belajar dari Rumah. Sehingga bisa merata disaksikan di seluruh Indonesia. Itu semua tinggal dikemas saja. Sesuai kemampuan mengembangkan kreativitas dan inovasi dari wahana-wahana PJJ telah tersedia.

Memang PJJ tidak bakal nyaman. PJJ Tidak akan seenak saat kegiatan belajar-mengajar biasanya dilakukan di sekolah. Metode belajarnya tak sama seperti situasi normal. Sebab wabah virus Covid-19 yang melanda Indonesia pun rasanya juga tidak menyenangkan.

Yang penting belajar-mengajar tidak harus sampai berhenti. Tetap cepat dapat diselenggarakan kendati situasi sulit. Supaya jiwa dan akal sehat tidak mengalami salah arah.*

Ikuti tulisan menarik Dara Safira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu