Potensi Kejahatan di Lingkungan Institusi Pendidikan, dari Bias Otoritas hingga Seksual

Senin, 25 Mei 2020 06:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seorang petinggi kampus dicokok KPK. Sungguh mengejutkan, dunia pendidikan pun tercemar oleh kasus tersebut. Kasus tersebut paling tidak dapat memberikan refleksi bagi kita, khususnya pelaku dunia pendidikan mengenai potensi-potensi kejahatan yang terjadi di lingkaran dunia pendidikan. Potenso tersebut muncul dari kemungkinan adanya kejahatan orotitas hingga kejahatan seksual yang melibatkan dosen atau sesama mahasiswa.

Sujana Donandi S,  Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Presiden

 

Di tengah pandemi COVID-19 yang sedang melanda, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tetap bergerilya menegakkan pemberantasan korupsi. Tampaknya memang potensi korupsi bisa ada di mana-mana, dan kini yang menjadi isu hangat terkait dengan pergerakan KPK adalah mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di salah satu universitas negeri di Indonesia.

Hal ini cukup mengejutkan karena seharusnya setiap institusi pendidikan mampu menjaga harkat dan martabatnya sebagai produsen para manusia berpendidikan yang diarapkan suatu hari nanti dapat menjadi pekerja profesional maupun wirausahawan yang handal.

Menurut kronologi di beberapa media disebutkan bahwa diduga adanya permintaan dari Rektor sebuah universitas negeri kepada para Dekan di bawah pimpinannya untuk mengumpulkan sejumlah uang. Uang tersebut kemudian direncanakan untuk diberikan kepada oknum tertentu di Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud). Terhadap rencana ini, KPK kemudian melakukan OTT dan kemudian mengamankan barang bukti yang ada.

Kasus ini pun kemudian telah dilimpahkan ke Polri untuk ditindaklanjuti. Perkara ini akan berlangsung sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kita masih perlu menunggu proses hukum yang berjalan untuk kemudian bisa seratus persen melakukan justifikasi terhadap permasalahan yang ada. Akan tetapi, kasus yang baru saja terjadi paling tidak dapat memberikan refleksi bagi kita, khususnya pelaku dunia pendidikan mengenai potensi-potensi kejahatan yang terjadi di lingkaran dunia pendidikan.

Kejahatan pada prinsipnya merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dianut dalam suatu komunitas. Dalam konteks, kenegaraan, maka kejahatan dapat dimaknai sebagai tiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Dalam hukum pidana, kejahatan dibedakan dengan istilah pelanggaran yang memiliki bobot kesalahan maupun sanksi yang berbeda.

Kejahatan secara hakiki dapat dimaknai sebagai tiap perbuatan yang jahat. Perbuatan dapat dikatakan jahat karena merugikan orang lain secara spesifik ataupun kepentingan umum, seperti merusah fasilitas publik. Dalam tulisan ini, penulis hendak memaparkan potensi-potensi perbuatan jahat apa saja yang mungkin hadir dalam lingkungan dunia pendidikan. Kejahatan yang dimaksud dalam tulisan ini terlepas dari bingkai pemahaman hukum pidana yang membedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan dalam tulisan ini adalah kejahatan dalam aspek luas, yang bisa dimaknai sebagai jahat karena melanggar norma hukum, kesusilaan, sosial, moralitas, ataupun agama.

Salah satu potensi kejahatan yang sangat mungkin terjadi dalam lingkungan dunia pendidikan adalah kejahatan waktu. Kejahatan waktu ini biasanya terjadi pada pihak yang memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas di bidang kependidikan dalam durasi waktu tertentu, seperti guru maupun dosen.

Proses pembelajaran dilaksanakan dengan satuan jam ataupun kredit dan tiap jam pembelajaran atau kredit memiliki durasi waktu tertentu yang kemudian diakumulasikan dengan bobot kredit matakuliah yang diajarkan. Dalam pelaksanaan dunia pendidikan tingkat dasar hingga atas mungkin potensi ini masih cukup dapat diminimalisir dengan adanya bel yang berbunyi secara tersistem tiap jam matapelajaran berganti. Dengan demikian, jika ada kelas yang sudah selesai sebelum bel berbunyi, maka akan lebih mudah mengetahuinya.

Pada level perguruan tinggi, potensi korupsi waktu lebih sulit untuk diawasi dan wujudnya pun sudah mulai samar-samar. Perkuliahan yang cenderung fleksibel baik dari tempat maupun metode menjadi salah satu penyebabnya. Kini perkuliahan bisa dilakukan dimana saja. Kunjungan ke lembaga tertentu atau mengikuti seminar bagi mahasiswa dapat dikonversi sebagai pertemuan tatap muka di kelas. Hal ini sah-sah saja sepanjang perhitungannya jelas dan dapat memenuhi target capaian pembelajaran yang diinginkan.

Akan tetapi, kebebasan yang ada dalam sistem pendidikan tinggi berpotensi memunculkan celah bagi dosen untuk tidak melakukan kewajiban mengajarnya sesuai dengan porsi waktu kewajiban mengajar yang diembannya. Perkuliahan yang terlambat dimulai sebenarnya juga merupakan suatu korupsi waktu. Perkuliahan yang selesai lebih cepat juga sebenarnya merupakan tindakan mengurangi kewajiban dari segi waktu.

Belum lagi ada celah untuk memberikan tugas sebagai ganti pertemuan di kelas. Hal ini memang menjadi sulit untuk diawasi apalagi pada perguruan tinggi yang tidak menerapkan sistem evaluasi maupun pemantauan kinerja secara ketat.

Selanjutnya: Potensi kejahatan seksual

<--more-->

Potensi kedua yang mungkin terjadi adalah kejahatan seksual. Salah satu penyebab potensi kejahatan ini bisa terjadi misalkan karena adanya kepentingan peserta didik yang kemudian dijadikan dasar bagi guru maupun dosen untuk memanfaatkan situasi dan mengambil keuntungan dari peserta didik.

Kita sudah pernah mendengar berita-berita adanya pelaporan dari mahasiswa terhadap dosen atas dugaan pelecehan seksual. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan, khususnya karena terjadi di lingkungan dunia pendidikan yang seharusnya mengajarkan moralitas. Ancaman tidak lulus matakuliah ataupun ancaman lainnya juga sangat mungkin terjadi dilakukan oleh oknum pengajar guna mencapai kepentingan hasrat seksualnya.

Potensi kejahatan seksual juga sangat mungkin melibatkan sesama peserta didik seperti mahasiswa. Pergaulan bebas masih menjadi salah satu momok terbesar kenakalan remaja saat ini. Seks bebas merupakan salah satu wujud kenakalan remaja yang sampai saat ini masih menjadi rahasia umum yang tabu dibicarakan namun merupakan suatu realita sosial.

‘Kumpul kebo’ di kalangan pemuda, termasuk mahasiswa memang masih belum mampu diakomodir oleh hukum Indonesia untuk dihukum sebagai suatu kejahatan. Akan tetapi, jelas tindakan tidak terpuji ini merupakan suatu kejahatan sosial dan juga merupakan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Potensi kejahatan ketiga adalah potensi kejahatan otoritas. Potensi dapat terjadi dalam berbagai jenis. Pertama, adalah penyalahgunaan otoritas oknum pengajar, khususnya dosen atas nilai mahasiswa. Dosen sebagai pengajar memiliki hak untuk menilai ujian dan tugas-tugas mahasiswa yang kemudia akan dikonversikan menjadi nilai mutu. Dengan demikian maka posisi dosen terhadap mahasiswa kemudian menjadi sangat dominan khususnya karena adanya kepentingan mahasiswa terkait nilai yang mana penilaian tersebut adala domain dosen.

Otoritas yang dimiliki dosen dapat membuka celah bagi oknum dosen untuk memanfaatkan otoritasnya. Salah satu bentuk pemanfaatan otoritas dosen atas mahasiswa ini salah satunya adalah dengan memaksa mahasiswa untuk melakukan hal tertentu ataupun menyerahkan hal tertentu. Otoritas ini juga lah yang kemudian mendukung terjadinya potensi kejahatan seksual yang telah dijelaskan sebelumnya.

Selain itu, potensi penyelahgunaan otoritas atas nilai ini juga membuka terjadinya celah jual beli nilai antara oknum dosen dan oknum mahasiswa.

Potensi kejahatan lainnya adalah potensi kejahatan otoritas struktural. Hal ini berpotensi untuk dilakukan oleh para pemegang jabatan struktural, mulai dari Kepala Sekolah hingga Kepala Administrasi Sekolah, mulai dari Rektor hingga Kepala Program Studi atau Ketua Jurusan di Perguruan Tinggi.

Bentuk potensi kejahatannya pun bermacam-macam, mulai dari kejahatan administratif hingga potensi tindak pidana sebagaimana kasus dugaan Pungli atau pun Korupsi sebagaimana terjadi di salah satu universitas negeri belakangan ini. Kejahatan ini juga dapat berpotensi menimbulkan konflik politis, khususnya dalam kaitan upaya mempertahankan posisi yang telah dimiliki oleh oknum pejabat struktural tertentu.

Hal-hal yang penulis sampaikan merupakan potensi yang ada pada lingkup dunia pendidikan. Masih banyak potensi lainnya yang dapat melengkapi daftar potensi kejahatan di lingkungan dunia pendidikan sebagaimana telah Penulis paparkan. Namun penulis melihat bahwa potensi kejahatan waktu, seksual, dan otoritas sebagai tiga hal yang paling konkret yang telah terjadi di tengah-tengah praktek dunia pendidikan, khususnya di Indonesia.

Pada akhirnya semua baru merupakan suatu potensi. Terkadang suatu potensi menjadi realita namun terkadang juga hanya sekedar menjadi peringatan yang perlu diperhatikan dan diantisipasi. Tentu sistem tatanan nilai kehidupan pribadi sangat memegang peranan penting terhadap terjadi atau tidaknya potensi-potensi kejahatan di lingkup dunia pendidikan.

Moral individu di lingkungan pendidikan yang baik tentu akan membuat poteni-potensi kejahatan itu tertidur pulas di dasar lautan kehidupan. Akan tetapi, jika moral individu telah tercemar, maka besar kemungkinan bagi potensi-potensi yang ada untuk menjadi dentuman besar yang dapat memporak-porandakan tatanan masa depan kepemudaan bangsa Indonesia.

Tatanan nilai individu tentu ada pada domain otoritas yang sangat otonom. Pribadi yang satu tidak dapat memaksakan orang lain untuk berubah mengikuti nilai yang dianutnya. Untuk itu, perlu penerapan sistem yang mampu menutup terealisasikannya potensi kejahatan waktu, seksual, maupun otoritas di lingungan dunia pendidikan.

Institusi dunia pendidikan perlu memikirkan sistem pelaksanaan pendidikan terbaik sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lembaga. Di samping itu tentunya juga sistem yang hendak diterapkan harus mampu membuat tiap pelaku dunia pendidikan menghargai waktu, menjaga kesusilaan dalam pergaulan, dan mampu bersikap jujur serta menghargai kehormatan profesi pendidik yang diemban.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sujana Donandi Sinuraya

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Beberapa Hal Seputar Surat Kuasa

Sabtu, 2 Maret 2024 16:15 WIB
img-content

Akibat Hukum Perdamaian dalam Mediasi

Jumat, 3 Juni 2022 05:37 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler