Pakai Pasar Nego, Ini Cara Jiwasraya Lakukan Window Dressing
Senin, 20 Juli 2020 11:20 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2020/07/20/f202007201037256.jpg)
![img-content](https://webtorial.tempo.co/mulyana/indonesiana/desktop/assets/image/ads/adsartikel.png)
Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang lama diketahui membeli sejumlah saham yang berfundamental tidak baik dan memainkan portofolio tersebut alias window dressing untuk mempercantik kinerja.
Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang lama diketahui membeli sejumlah saham yang berfundamental tidak baik dan memainkan portofolio tersebut alias window dressing untuk mempercantik kinerja. Hal tersebut terungkap dalam paparan Direktur Utama Jiwasraya yang baru, Hexana Tri Sasongko, kepada sejumlah wartawan, Jumat (27/12/2019).
Dalam paparannya, Hexana mengatakan bahwa Jiwasraya melakukan window dressing untuk mempercantik portofolio investasi. Ujungnya, kinerja keuangan terlihat cantik, meski itu cuma akal-akalan.
Langkah window dressing yang dilakukan manajemen lama Jiwasraya adalah membeli saham yang overprice (kemahalan) di pasar reguler. Saham tersebut kemudian dijual melalui pasar negosiasi di bawah harga beli. Setelah itu, Jiwasraya kemudian membeli kembali saham tersebut.
"Hal ini dibuktikan dengan aset Investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asetnya sama dengan portfolio saham langsung," ujar Hexana.
Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan Asuransi Jiwasraya masih akan menunggu nilai investasi perusahaan di saham yang saat ini turun (undervalue) kembali lagi ke harga wajar dengan nilai mencapai Rp 5,6 triliun.
Saat ini, Jiwasraya tengah terjebak karena strategi investasi yang salah, yakni menyimpan aset saham dan reksa dana di saham-saham berkualitas rendah alias saham gorengan.
Porsi investasi saham Jiwasraya adalah sebesar 22,4% dari nilai investasi atau senilai Rp 7 triliun. Sebesar 5% dari investasi saham tersebut dialokasikan ke saham-saham anggota indeks LQ45 (45 saham unggulan dan paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya ke saham-saham di luar indeks LQ45.
Nilai saham ini turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/profile-default.jpg)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2020/07/22/f202007221236271.jpg)
Korupsi Jiwasraya, Kejagung Periksa Pejabat Corfina Capital
Rabu, 13 Januari 2021 12:02 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2019/08/23/f201908230951471.jpg)
KPK Diminta Menyelidiki Kasus Gagal Bayar di Sektor Keuangan
Jumat, 20 November 2020 17:46 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler